Seks bukan cinta

Minggu, 10 November 2013 - 08:48 WIB
Seks bukan cinta
Seks bukan cinta
A A A
MINGGU-minggu terakhir ini masyarakat dihebohkan lagi (bukan untuk pertama kalinya) dengan foto-foto cewek bugil yang beredar di media sosial. Yang berpose kali ini adalah seorang polwan (polisi wanita), bernama RS, berpangkat brigadir, yang kebetulan bertugas sebagai seorang anggota Spri (Staf Pribadi) Kapolda Lampung Brigjen Pol Heru Winarko.

Seperi biasa, komentar masyarakat, baik yang awam maupun yang pakar, langsung menyalahkan Brigadir RS, sebagai wanita tak bermoral, lebih baik jadi pelacur daripada jadi polisi, dan sebagainya. Kapolda Heru Winarko yang baru sebulan bertugas pun dipersalahkan. Bagaimana mungkin kapolda merekrut staf tak bermoral seperti itu. Padahal Brigadir RS sudah lima tahun bertugas sebagai staf pribadi kapolda, jauh sebelum Kapolda Heru Winarko ditempatkan di Polda Lampung.

Bukan cuma itu. Institusi Polri pun yang belakangan ini memang sedang jadi sorotan, khususnya dalam masalah moral, ikut-ikutan disalahkan, dengan menuding sistem perekrutan dan sistem pembinaan sumber daya manusia yang tidak benar. Tetapi, kalau kita buang semua yang terkait dengan status RS sebagai polisi dan hanya melihat RS sebagai wanita, kasus ini akan tetap terjadi sebagaimana kasuskasus penyalahgunaan seks lain yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa pandang status, jabatan, agama, kepercayaan, etnik, ataupun kelas sosial-ekonomi.

Intinya, dalam hubungan antarjenis kelamin, kita perlu memahami bahwa psikologi bercinta wanita sangat berbeda dari psikologi bercinta pria. Dalam kasus RS misalnya ia mencintai B, yang mengaku seorang perwira polisi berpangkat Inspektur II (Ipda) lulusan Akpol. Konon ketika Ipda B ini mengaku bertugas di Jakarta, RS mengirim foto-foto bugil yang dibuatnya sendiri dengan HP kepada B. Walaupun belum ada informasinya, saya berani bertaruh bahwa foto-foto itu dibuat dan dikirimkan oleh RS atas permintaan B. Ternyata kemudian ketahuan bahwa B bukan polisi.

Dia tidak lain hanyalah seorang penipu karena itu RS memutuskan hubungan secara sepihak dan merencanakan akan menikah dengan pria lain. B tidak terima, marah, dan mengunggah fotofoto bugil RS ke Facebook-nya. Dari situlah foto-foto bugil RS tersebar di media sosial. RS jadi korban, dihujat masyarakat, padahal kriminal yang sesungguhnya adalah B. RS membuat foto diri dan sangat boleh jadi (maaf) juga sudah melakukan ihwal lain yang terlarang karena cintanya kepada B.

Ia melakukan semua itu atas permintaan B yang selama ini sudah memberikan cinta dan diharapkan akan menjadi suaminya, pelindungnya, dan imamnya untuk sepanjang sisa hidupnya. Karena tidak ingin kehilangan cinta B, RS melakukan dan memberikan semua yang diminta B. Itulah psikologi bercinta perempuan. Dia tidak akan membiarkan sembarang orang menyentuh dirinya barang secuil pun. Tetapi, kalau dia sudah mencintai seseorang, dia akan memberikan apa saja, termasuk seks, demi memperoleh cinta dari sang pujaan hati.

Buat perempuan, seks adalah cinta dan cinta adalah seks. Lain hal dengan laki-laki. Buat laki-laki, seks bukan cinta. Laki-laki bisa melakukan seks dengan siapa saja tanpa cinta karena secara alami tugas lakilaki (khususnya dalam spesies primata) adalah bereproduksi (membuat keturunan) sebanyakbanyaknya. Bisa saja seorang laki-laki berhubungan seks dengan seorang wanita lain, sementara hatinya tetap mencintai istrinya (atau pacar sejatinya). Jadi kalau laki-laki menawarkan cinta kepada wanita, jangan cepat dipercaya karena bisa jadi rayuan cinta yang ditawarkannya hanyalah untuk memperoleh seks dari sang wanita.

Begitu sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, bisa-bisa laki-laki itu pergi begitu saja, meninggalkan wanita dalam keadaan tidak suci lagi, atau bahkan dalam keadaan KTD (kehamilan yang tidak dikehendaki). Itulah yang dilakukan B terhadap RS. Ketika RS memutuskan hubungan secara sepihak, B marah, dendam, dan membalasnya dengan menyebarkan foto-foto bugil RS melalui media sosial. Suatu hal yang tidak akan terjadi kalau benarbenar B mencintai RS seperti Romeo mencintai Juliet, Sam Pek mencintai Eng Tay, atau Pronocitro mencintai Roro Mendut.

Semasa saya masih sekolah rakyat dulu (sekarang sekolah dasar), ada lagu berjudul Terang Bulan. Lagu itu dilarang oleh Bung Karno karena kemudian dijadikan lagu kebangsaan Malaysia dengan syair dan tajuk yang diubah menjadi Negaraku. Syair asli yang saya ingat dari lagu Terang Bulanitu seperti ini: Terang bulan, teranglah di kali Buaya timbul, disangkalah mati Jangan percaya, mulutnya lelaki Beranisumpah, tapitakutmati. Jadi dari zaman dahulu kala memang perempuan tidak boleh percaya begitu saja pada mulut lelaki.

Sudah banyak sekali kasus yang terjadi, baik yang secara terbuka disiarkan di infotainment maupun yang hanya digosipkan secara berbisik-bisik dari mulut ke mulut. Semua perempuan yang jadi korban, sementara pada umumnya si lelaki bisa melenggang pergi begitu saja. Karena itu, pelajaran untuk kaum perempuan adalah jangan mendengarkan rayuan seorang laki-laki. Boleh jadi itu cuma rayuan gombal.

Perhatikanlah perbuatannya. Uji komitmennya. Amati konsistensi perilakunya. Biasanya laki-laki yang selalu tepat waktu tidak pernah mengingkari janji-janjinya sendiri, tidak mencari-cari alasan kalau membuat kesalahan, dan punya visi dan misi yang jelas tentang masa depannya adalah laki-laki yang lebih bisa diandalkan daripada laki-laki yang banyak berkata manis, tetapi tidak sesuai kenyataan. Selamat Hari Pahlawan, 10 November 2013!

SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3137 seconds (0.1#10.140)