Istana: Perppu MK sesuai Undang-Undang Dasar
A
A
A
Sindonews.com - Pihak Istana Kepresidenan angkat bicara terkait pendapat bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) melanggar konstitusi atau inkonstitusional.
Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha mengatakan, Perppu MK tersebut sama sekali tidak melanggar konstitusi atau inkonstitusional.
"Saya kira tidak (inkonstitusional), sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD). Presiden selalu bekerja sesuai sistem," kata Julian di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (19/10/2013).
Seperti diketahui, Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat banyak penolakan. Perppu tersebut dinilai inkonstitusional.
Ketua Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding menandaskan, substansi di dalam Perppu terkait keterlibatan Komisi Yudisial (KY) dalam pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) tidak memiliki landasan hukum Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ataupun undang-undang di bawahnya.
Pasalnya, hasil uji materi (judicial review) UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) telah menegaskan bahwa kewenangan pengawasan KY tidak mencakup MK.
"Sehingga tidak ada lagi peran KY dalam pengawasan hakim. Ketika masih masuk dalam perppu, jelas bertentangan dengan UUD 1945. Sesuatu yang dibatalkan MK itu final dan mengikat. Keberadaan Perppu itu inkonstitusional,” katanya dalam diskusi Fraksi Hanura dengan tema ”Runtuhnya Penegakan Hukum dan Demokrasi” di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 18 Oktober 2013.
Dia juga mengkritisi poin lainnya yang mengatur mekanisme rekrutmen hakim MK. Dalam perppu tersebut disebutkan calon hakim konstitusi yang diajukan oleh Mahkamah Agung (MA), DPR, dan Presiden akan terlebih dahulu dilakukan proses uji kelayakan dan kepatutan oleh panel ahli yang dibentuk oleh KY.
Panel ahli itu nantinya akan diisi tujuh orang yang terdiri atas 1 orang diusulkan MA, 1 orang diusulkan DPR, 1 orang diusulkan pemerintah, dan 4 orang dipilih oleh KY berdasarkan usulan masyarakat yang terdiri atas mantan hakim MK, tokoh masyarakat, akademisi di bidang hukum maupun praktisi hukum.
”Presiden mengambil alih kewenangan MA dan DPR bahwa sudah diatur ada tiga jalur pengajuan hakim MK, yang masing-masing sudah ada proses yang diatur. Ketika itu diambil alih dengan bentuk panel, itu melanggar UUD,” katanya.
Baca berita:
Soal Perppu MK, SBY segera beri penjelasan ke MK
Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha mengatakan, Perppu MK tersebut sama sekali tidak melanggar konstitusi atau inkonstitusional.
"Saya kira tidak (inkonstitusional), sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD). Presiden selalu bekerja sesuai sistem," kata Julian di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (19/10/2013).
Seperti diketahui, Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat banyak penolakan. Perppu tersebut dinilai inkonstitusional.
Ketua Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding menandaskan, substansi di dalam Perppu terkait keterlibatan Komisi Yudisial (KY) dalam pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) tidak memiliki landasan hukum Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ataupun undang-undang di bawahnya.
Pasalnya, hasil uji materi (judicial review) UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) telah menegaskan bahwa kewenangan pengawasan KY tidak mencakup MK.
"Sehingga tidak ada lagi peran KY dalam pengawasan hakim. Ketika masih masuk dalam perppu, jelas bertentangan dengan UUD 1945. Sesuatu yang dibatalkan MK itu final dan mengikat. Keberadaan Perppu itu inkonstitusional,” katanya dalam diskusi Fraksi Hanura dengan tema ”Runtuhnya Penegakan Hukum dan Demokrasi” di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 18 Oktober 2013.
Dia juga mengkritisi poin lainnya yang mengatur mekanisme rekrutmen hakim MK. Dalam perppu tersebut disebutkan calon hakim konstitusi yang diajukan oleh Mahkamah Agung (MA), DPR, dan Presiden akan terlebih dahulu dilakukan proses uji kelayakan dan kepatutan oleh panel ahli yang dibentuk oleh KY.
Panel ahli itu nantinya akan diisi tujuh orang yang terdiri atas 1 orang diusulkan MA, 1 orang diusulkan DPR, 1 orang diusulkan pemerintah, dan 4 orang dipilih oleh KY berdasarkan usulan masyarakat yang terdiri atas mantan hakim MK, tokoh masyarakat, akademisi di bidang hukum maupun praktisi hukum.
”Presiden mengambil alih kewenangan MA dan DPR bahwa sudah diatur ada tiga jalur pengajuan hakim MK, yang masing-masing sudah ada proses yang diatur. Ketika itu diambil alih dengan bentuk panel, itu melanggar UUD,” katanya.
Baca berita:
Soal Perppu MK, SBY segera beri penjelasan ke MK
(kri)