Yusril nilai MK tak berwenang menguji Perpu MK

Senin, 07 Oktober 2013 - 12:20 WIB
Yusril nilai MK tak berwenang menguji Perpu MK
Yusril nilai MK tak berwenang menguji Perpu MK
A A A
Sindonews.com - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, meskipun kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) setara dengan Undang-undang (UU), namun MK tidak berwenang menguji materiil (judicial review).

"Meskipun kedudukan Perpu itu setara dengan Undang-undang, saya berpendapat MK tidak berwenang menguji Perpu," ujar Yusril Ihza Mahendra lewat akun jejaring sosial Twitter, @Yusrilihza_Mhd, Senin (7/10/2013).

Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) menjelaskan, kalau ada yang memohon kepada MK agar menguji Perpu itu, MK harus menunggu sampai Perpu itu disahkan menjadi UU.

"Apakah MK nanti bisa menguji Perpu tentang Perubahan Undang-undang MK, yang sedang disiapkan presiden, jika seandainya telah disahkan jadi Undang-undang?," ucapnya.

Prinsipnya, lanjut Yusril, MK berwenang menguji UU kalau ada yang mohon pengujian. MK tidak bisa berinisiatif menguji UU. MK itu pasif, tidak boleh proaktif.

"Jadi kalau tidak ada yang mohon pengujian, Perpu yang telah disahkan jadi Undang-undang itu tidak bisa diapa-apakan oleh MK," kata mantan Menteri Kehakiman ini.

Lebih lanjut dia mengatakan, MK berwenang menguji semua UU, termasuk menguji UU yang mengatur MK sendiri. Kewenangan itu diberikan UUD 1945.

"Dari sudut etik dan kepatutan, saya berpendapat MK sebaiknya tidak menguji Undang-undang yang mengatur dirinya sendiri," tuturnya.

"Biarkan Undang-undang tentang MK diuji secara legislative review, oleh presiden dan DPR sebagai pembuat Undang-undang, bukan oleh MK," tambahnya.

Kalau MK memeriksa perkara pengujian Undang-undang yang mengatur MK, lanjut Yusril, maka secara etis semua Hakim MK wajib mundur dari majelis hakim.

"Secara etis hakim wajib mundur dari majelis, jika perkara yang ditangani terkait dengan kepentingannya sendiri atau keluarganya," ungkapnya.

Dia menambahkan, dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman hal tersebut juga diatur tentang wajib mundurnya hakim dari majelis, kalau perkara terkait dengan dirinya.

"Nah, karena sembilan Hakim MK itu semuanya terkait dengan pengujian Undang-undang MK, maka mereka semua harus mundur dari majelis. Kursi Hakim MK akan kosong," ucapnya.

"Salah satu syarat untuk menjadi Hakim MK adalah dia seorang negarawan. Syarat seperti itu tidak ada pada jabatan lain, termasuk presiden," katanya.

Oleh karena itu, pertanyaannya, sambung dia, apakah Hakim MK pantas disebut negarawan jika mengadili pengujian Undang-undang MK sendiri yang mereka berkepentingan.

"Apakah keadaan itu adalah kegentingan yang memaksa atau tidak, sehingga pertimbangannya ada pada presiden sebagai pengambil keputusan. Orang bisa saja berdebat suatu kejadian sebagai kegentingan yang memaksa atau tidak, namun akhirnya semuanya adalah tergantung pada sikap presiden," tambah dia.

Presiden, lanjut Yusril, yang bertanggung jawab untuk mengatasi keadaan yang ada sifat kegentingan yang memaksa.

Sebab, daya berlaku perpu adalah terbatas. Lebih jauh dia mengatakan, presiden harus sampaikan perpu segera ke DPR untuk mendapat persetujuan.

"Jika perpu tersebut disahkan jadi Undang-undang. Jika ditolak, Perpu tersebut harus dicabut dan tidak berlaku lagi," imbuhnya.

Seperti diketahui, Perpu untuk menyelamatkan Mahkamah Konstitusi sedang dipersiapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Perpu tersebut akan mengatur persyaratan, aturan dan seleksi Hakim MK. Selain itu, Perpu itu pun akan memberikan wewenang pada Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi proses peradilan di MK.

Perpu tersebut merupakan salah satu butir agenda dan langkah Penyelamatan Mahkamah Konstitusi yang disepakati oleh Presiden SBY bersama para pimpinan lembaga negara terkecuali MK, pada pertemuan di kantor presiden, Jakarta, Sabtu 5 Oktober 2013 kemarin.

Para pimpinan lembaga negara itu adalah Ketua DPD RI Irman Gusman, Ketua DPR RI Marzuki Alie, Ketua MPR RI Sidarto Danusobroto, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki.

Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7927 seconds (0.1#10.140)