Wasekjen PDIP ngaku Pilkada Jabar & Bali dikalahkan fulus
A
A
A
Sindonews.com - Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuka kembali berbagai "bisikan" seputar sidang MK atas perkara di Pilkada Bali dan Jawa Barat.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi dari sumber yang dapat dipercaya namun miskin bukti.
Saat itu, disampaikan bahwa Rieke-Teten dikalahkan karena fulus Rp20 miliar dalam Pikada Jawa Barat, demikian halnya untuk Bali. Konon nilainya mencapai hampir Rp80 milar.
Menurut Hasto, yang berhak membuktikan perkara tersebut adalah negara dengan seluruh aparatnya, demi tegaknya demokrasi itu sendiri. Sebab, suap di MK adalah kejahatan demokrasi.
"Bayangkan saja, UU Pemerintah Daerah yang secara khusus mengatur bahwa mencoblos lebih dari satu kali, dinyatakan pelanggaran sangat serius dan harus dilakukan pungutan suara ulang oleh Akil Mochtar. Akhirnya dibuat dalil hukum yang baru, bahwa mencoblos lebih dari satu kali dibenarkan selama itu hasil kesepakatan dan tidak ada motif," kata Hasto, Kamis (3/10/2013).
Seluruh argumentasi "akrobat hukum" untuk memenangkan Mangku Pastika tersebut, Manurut Hasto, tentunya tidak murah biayanya. Bahkan jika "akrobat hukum" tersebut dikaji oleh para ahli hukum, dijamin kesemuanya akan dengan mudah menemukan rasionalisasi yang berlebihan untuk memenangkan Made Mangku.
Tetapi, lanjut Hasto, terlepas dari berbagai kabar burung yang bertiup yang menggambarkan betapa kuatnya transaksi atas setiap sengketa di MK, jangan sampai secara kelembagaan MK dikorbankan.
"Ini murni persoalan integitas AM (Akil Mochtar) dan mungkin juga hakim MK lainnya, dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait," ujarnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi dari sumber yang dapat dipercaya namun miskin bukti.
Saat itu, disampaikan bahwa Rieke-Teten dikalahkan karena fulus Rp20 miliar dalam Pikada Jawa Barat, demikian halnya untuk Bali. Konon nilainya mencapai hampir Rp80 milar.
Menurut Hasto, yang berhak membuktikan perkara tersebut adalah negara dengan seluruh aparatnya, demi tegaknya demokrasi itu sendiri. Sebab, suap di MK adalah kejahatan demokrasi.
"Bayangkan saja, UU Pemerintah Daerah yang secara khusus mengatur bahwa mencoblos lebih dari satu kali, dinyatakan pelanggaran sangat serius dan harus dilakukan pungutan suara ulang oleh Akil Mochtar. Akhirnya dibuat dalil hukum yang baru, bahwa mencoblos lebih dari satu kali dibenarkan selama itu hasil kesepakatan dan tidak ada motif," kata Hasto, Kamis (3/10/2013).
Seluruh argumentasi "akrobat hukum" untuk memenangkan Mangku Pastika tersebut, Manurut Hasto, tentunya tidak murah biayanya. Bahkan jika "akrobat hukum" tersebut dikaji oleh para ahli hukum, dijamin kesemuanya akan dengan mudah menemukan rasionalisasi yang berlebihan untuk memenangkan Made Mangku.
Tetapi, lanjut Hasto, terlepas dari berbagai kabar burung yang bertiup yang menggambarkan betapa kuatnya transaksi atas setiap sengketa di MK, jangan sampai secara kelembagaan MK dikorbankan.
"Ini murni persoalan integitas AM (Akil Mochtar) dan mungkin juga hakim MK lainnya, dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait," ujarnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)