Monetisasi blok Mahakam
A
A
A
MAJALAH Fortune yang rutin menampilkan daftar 500 Perusahaan Terbesar Global setiap tahun pada edisi Juli 2013 menempatkan Pertamina pada posisi ke-122 dari 500 perusahaan terbesar dunia.
Sampai sekarang Pertamina merupakan perusahaan Indonesia pertama dan satu-satunya yang masuk daftar perusahaan global terbesar tersebut (SINDO 15/ 7/2013). Dalam daftar terlihat perusahaan- perusahaan yang menduduki peringkat pertama sampai kelima adalah Shell, Wal- Mart, Exxon, Sinopec, dan CNPC. Dua yang disebut terakhir adalah perusahaan minyak milik China.
Peringkat keenam dan ke-10 diduduki BP dan Total. Sedang perusahaan minyak negara ASEAN seperti Petronas berada pada posisi ke- 75 dan PTT Thailand pada posisi ke-81. Pemeringkatan oleh Fortune antara lain didasarkan pada tiga faktor utama yaitu nilai pendapatan, aset, dan laba. Shell (peringkat ke-1), Total (ke-10), Petronas (ke-75), dan Pertamina (ke-122) masing-masing memperoleh pendapatan USD481 miliar, USD243 miliar, USD94, dan USD70 miliar.
Sedangkan dari sisi nilai aset, empat perusahaan berturut-turut memiliki USD360 miliar, USD226 miliar, USD159 miliar, dan USD40 miliar. Pertamina (2012) mencanangkan pencapaian peringkat Fortune 100 pada 2025. Pada 2013 perusahaan yang berada pada peringkat ke-100 Fortune adalah China Railway dengan pendapatan USD77 miliar dan aset USD78 miliar. Pendapatan perusahaan pada peringkat ke- 105hinggake-95berkisarUSD75 miliar hingga USD142 miliar. Sedangkan asetnya berkisar USD142 miliar hingga USD1000 miliar.
Untuk mencapai target, nilai aset dan pendapatan Pertaminaharusmeningkatsignifikan sesuai range peringkat ke-105 hingga ke-95 tersebut. Pertamina telah mulai meningkatkan aset di dalam maupun luar negeri sejak 2008. Asetaset potensial domestik yang lebih gampang diakuisisi adalah blok-blokmigasyanghabismasa kontrak.
Karena itu, Pertamina telah berupaya menguasai blok-blok ONWJ, WMO, Blok Mahakam, dan sebagainya. Jika Pertamina telah dominan dan mendapat pengakuan di dalam negeri, pengakuan global pun gampang diraih. Sangat disayangkan, upaya tersebut tidak selalu berjalan mulus dan belum mendapat dukungan optimal dari pemerintah.
Nilai blok Mahakam
Berdasarkan publikasi BP Migas (2010), cadangan Mahakam yang tersisa pada 2017 adalah 10 tcf (triliun cubic feet) gas dan 190 juta barel minyak. Namun, sejumlah kalangan meyakini cadangan gas terbukti yang tersisa adalah 2 tcf, ditambah cadangan ekstra berupa kategori “2P” (proven-probable) dan “3P” (proven-probable-possible) antara 4-6 tcf sehingga diperkirakan cadangan yang tersisa pada 2017 adalah [2 + (4-6)] tcf = 6-8 tcf.
Jika diasumsikan cadangan migas tersisa tersebut hanya 6 TCF dan 100 juta barel, nilai aset Mahakam pada harga gas USD12/MMBtu dan minyak USD100/barel mencapai USD82 miliar. Bila cadangan tersisa dianggap 8 tcf, nilai aset menjadi USD106 miliar atau lebih dari Rp1.000 triliun! Inilah sebab utama mengapa Total dan Inpex ingin tetap menguasai Mahakam.
Setelah kontrak berakhir pada 31 Maret 2017, seluruh aset dan cadangan Mahakam menjadi milik negara. Jika pemerintah menyerahkan pengelolaan Mahakam pada 2017 sepenuhnya kepada Pertamina, seluruh cadangan Mahakam bernilai minimal USD82 miliar menjadi milik Pertamina. Ini pasti akan meningkatkan nilai aset dan laba Pertamina secara signifikan guna dapat meraih predikat Forune 100.
Penyerahan pengelolaan Mahakam kepada Pertamina ini tidak melanggar satu pasal pun dalam kontrak KKS Mahakam dengan Total dan Inpex. Berdasarkan Ernst & Young (2013), biaya akuisisi cadangan migas 2012 berkisar 10- 15% nilai aset. Karena itu, jika Pertamina menguasai Mahakam, nilai asetnya akan meningkat minimal 10% dari USD84 miliar atau USD8,4 miliar. Namun, nilai aset tersebut bisa meningkat USD84 miliar jika seluruh cadangan migas diserahkan pemerintah kepada Pertamina.
Dalam hal ini, jika 50% saham Mahakam kembali dikuasai Total & Inpex, pemerintah seharusnya dapat memperoleh dana minimal USD4,2 miliar. Status perusahaan yang masuk peringkat 100 terbesar global sudah pasti akan meningkatkan leverage dan pengakuan internasional. Penguasaan Mahakam akan membuat Pertamina tumbuh semakin besar. Dengan begitu, Pertamina mampu mengakuisisi lebih banyak sumber migas secara global guna meningkatkan cadangan, ketahanan energi, dan penerimaan APBN.
Karena itu, sikap pemerintah yang tak kunjung merestui keinginan Pertamina mengelola Mahakam sangat patut dipertanyakan. Penguasaan dan monetisasi sumber daya alam (SDA) oleh BUMN merupakan amanat konstitusi yang harus konsisten dijalankan. Penguasaan negara mempunyai arti membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola, dan mengawasi SDA (sumber daya alam) demi kemakmuran rakyat.
Salah satu alasan pembubaran BP Migas oleh MK adalah hilangnya kesempatan negara memanfaatkan aset sebab BP Migas tidak berwenang “mengelola” cadangan migas negara seperti BUMN. Karena itu, aset negara lebih banyak dimonetisasi perusahaan asing sehingga BUMN hanya menguasai sekitar 17% produksi migas nasional.
Kekeliruan di atas sangat mendesak diperbaiki melalui perbaikan UU Migas. Namun, tanpa menunggu perbaikan UU, pemerintah dapat melakukan terobosan dengan segera menyerahkan blok-blok migas habis kontrak kepada Pertamina, terutama yang masih menyisakan cadangan besar seperti Blok Mahakam. Ini sejalan dengan roadmap jangka panjang pengembangan Pertamina menuju peringkat ke-100 perusahaan global . Faktanya, Pertamina telah menyatakan keinginan dan kemampuan mengelola Mahakam sejak 2009 (20/10/2009).
Pertamina pun telah membuktikan kemampuan meningkatkan produksi ONWJ yang diakuisisi dari BP pada 2009 dari 12.000 bph menjadi 33.000 bph pada 2013. Karena itu, seandainya Pertamina menyatakan tidak mampu, justru menjadi tugas pemerintah memberi dukungan. Yang terjadi, pemerintah malah menghadang Pertamina mengelola Mahakam dengan alasan ketidakmampuan SDM (sumber daya manusia), teknis, finansial, dan sebagainya.
Seorang pejabat SKK Migas yang pernah bekerja puluhan tahun di Total mengakui sekitar 98% orang Indonesia yang ada di Total akan mampu melanjutkan eksploitasi Mahakam (6/3/2013). Dari segi teknologi, seluruh sarana yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi migas dapat diperoleh dari service companies tanpa bergantung Total. Secara finansial cadangan yang besar dapat dimonetisasi guna kemudahan memperoleh kredit.
Sambil menolak Pertamina menguasai Mahakam, pemerintah terus membuka jalan bagi tetap dominannya pihak asing. Pemerintah (Dirjen Migas) telah setuju memberi insentif percepatan masa depresiasi yang terbayar sebelum terminasi (1/2/2013). Pemerintah pun terlibat merancang ske-nario “masa transisi lima tahun”.
Masalah besarnya kebutuhan investasi, hengkangnya investor asing, terganggunya pasokan kontrak gas, dan ancaman penarikan investasi pun terus mengemuka guna menyukseskan skenario tersebut. Ini tak layak dibiarkan. Akhirnya, monetisasi dan pengelolaan Mahakam oleh Pertamina merupakan langkah terbaik dan konstitusional guna meraih predikat ke-100 perusahaan global terbesar.
Jika hal ini berhasil, negara dan rakyat pasti sangat diuntungkan. Namun, keinginan BUMN milik rakyat yang luhur, strategis, kontraktual, dan konstitusional ini tak kunjung didukung pemerintah. Karena itu, IRESS hanya bisa mengingatkan jangan sampai peluang emas ini terlewatkan akibat KKN, perburuan rente, konspirasi, dan ketidakmampuan menghadapi tekanan asing.
MARWAN BATUBARA
Direktur Eksekutif IRESS
Sampai sekarang Pertamina merupakan perusahaan Indonesia pertama dan satu-satunya yang masuk daftar perusahaan global terbesar tersebut (SINDO 15/ 7/2013). Dalam daftar terlihat perusahaan- perusahaan yang menduduki peringkat pertama sampai kelima adalah Shell, Wal- Mart, Exxon, Sinopec, dan CNPC. Dua yang disebut terakhir adalah perusahaan minyak milik China.
Peringkat keenam dan ke-10 diduduki BP dan Total. Sedang perusahaan minyak negara ASEAN seperti Petronas berada pada posisi ke- 75 dan PTT Thailand pada posisi ke-81. Pemeringkatan oleh Fortune antara lain didasarkan pada tiga faktor utama yaitu nilai pendapatan, aset, dan laba. Shell (peringkat ke-1), Total (ke-10), Petronas (ke-75), dan Pertamina (ke-122) masing-masing memperoleh pendapatan USD481 miliar, USD243 miliar, USD94, dan USD70 miliar.
Sedangkan dari sisi nilai aset, empat perusahaan berturut-turut memiliki USD360 miliar, USD226 miliar, USD159 miliar, dan USD40 miliar. Pertamina (2012) mencanangkan pencapaian peringkat Fortune 100 pada 2025. Pada 2013 perusahaan yang berada pada peringkat ke-100 Fortune adalah China Railway dengan pendapatan USD77 miliar dan aset USD78 miliar. Pendapatan perusahaan pada peringkat ke- 105hinggake-95berkisarUSD75 miliar hingga USD142 miliar. Sedangkan asetnya berkisar USD142 miliar hingga USD1000 miliar.
Untuk mencapai target, nilai aset dan pendapatan Pertaminaharusmeningkatsignifikan sesuai range peringkat ke-105 hingga ke-95 tersebut. Pertamina telah mulai meningkatkan aset di dalam maupun luar negeri sejak 2008. Asetaset potensial domestik yang lebih gampang diakuisisi adalah blok-blokmigasyanghabismasa kontrak.
Karena itu, Pertamina telah berupaya menguasai blok-blok ONWJ, WMO, Blok Mahakam, dan sebagainya. Jika Pertamina telah dominan dan mendapat pengakuan di dalam negeri, pengakuan global pun gampang diraih. Sangat disayangkan, upaya tersebut tidak selalu berjalan mulus dan belum mendapat dukungan optimal dari pemerintah.
Nilai blok Mahakam
Berdasarkan publikasi BP Migas (2010), cadangan Mahakam yang tersisa pada 2017 adalah 10 tcf (triliun cubic feet) gas dan 190 juta barel minyak. Namun, sejumlah kalangan meyakini cadangan gas terbukti yang tersisa adalah 2 tcf, ditambah cadangan ekstra berupa kategori “2P” (proven-probable) dan “3P” (proven-probable-possible) antara 4-6 tcf sehingga diperkirakan cadangan yang tersisa pada 2017 adalah [2 + (4-6)] tcf = 6-8 tcf.
Jika diasumsikan cadangan migas tersisa tersebut hanya 6 TCF dan 100 juta barel, nilai aset Mahakam pada harga gas USD12/MMBtu dan minyak USD100/barel mencapai USD82 miliar. Bila cadangan tersisa dianggap 8 tcf, nilai aset menjadi USD106 miliar atau lebih dari Rp1.000 triliun! Inilah sebab utama mengapa Total dan Inpex ingin tetap menguasai Mahakam.
Setelah kontrak berakhir pada 31 Maret 2017, seluruh aset dan cadangan Mahakam menjadi milik negara. Jika pemerintah menyerahkan pengelolaan Mahakam pada 2017 sepenuhnya kepada Pertamina, seluruh cadangan Mahakam bernilai minimal USD82 miliar menjadi milik Pertamina. Ini pasti akan meningkatkan nilai aset dan laba Pertamina secara signifikan guna dapat meraih predikat Forune 100.
Penyerahan pengelolaan Mahakam kepada Pertamina ini tidak melanggar satu pasal pun dalam kontrak KKS Mahakam dengan Total dan Inpex. Berdasarkan Ernst & Young (2013), biaya akuisisi cadangan migas 2012 berkisar 10- 15% nilai aset. Karena itu, jika Pertamina menguasai Mahakam, nilai asetnya akan meningkat minimal 10% dari USD84 miliar atau USD8,4 miliar. Namun, nilai aset tersebut bisa meningkat USD84 miliar jika seluruh cadangan migas diserahkan pemerintah kepada Pertamina.
Dalam hal ini, jika 50% saham Mahakam kembali dikuasai Total & Inpex, pemerintah seharusnya dapat memperoleh dana minimal USD4,2 miliar. Status perusahaan yang masuk peringkat 100 terbesar global sudah pasti akan meningkatkan leverage dan pengakuan internasional. Penguasaan Mahakam akan membuat Pertamina tumbuh semakin besar. Dengan begitu, Pertamina mampu mengakuisisi lebih banyak sumber migas secara global guna meningkatkan cadangan, ketahanan energi, dan penerimaan APBN.
Karena itu, sikap pemerintah yang tak kunjung merestui keinginan Pertamina mengelola Mahakam sangat patut dipertanyakan. Penguasaan dan monetisasi sumber daya alam (SDA) oleh BUMN merupakan amanat konstitusi yang harus konsisten dijalankan. Penguasaan negara mempunyai arti membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola, dan mengawasi SDA (sumber daya alam) demi kemakmuran rakyat.
Salah satu alasan pembubaran BP Migas oleh MK adalah hilangnya kesempatan negara memanfaatkan aset sebab BP Migas tidak berwenang “mengelola” cadangan migas negara seperti BUMN. Karena itu, aset negara lebih banyak dimonetisasi perusahaan asing sehingga BUMN hanya menguasai sekitar 17% produksi migas nasional.
Kekeliruan di atas sangat mendesak diperbaiki melalui perbaikan UU Migas. Namun, tanpa menunggu perbaikan UU, pemerintah dapat melakukan terobosan dengan segera menyerahkan blok-blok migas habis kontrak kepada Pertamina, terutama yang masih menyisakan cadangan besar seperti Blok Mahakam. Ini sejalan dengan roadmap jangka panjang pengembangan Pertamina menuju peringkat ke-100 perusahaan global . Faktanya, Pertamina telah menyatakan keinginan dan kemampuan mengelola Mahakam sejak 2009 (20/10/2009).
Pertamina pun telah membuktikan kemampuan meningkatkan produksi ONWJ yang diakuisisi dari BP pada 2009 dari 12.000 bph menjadi 33.000 bph pada 2013. Karena itu, seandainya Pertamina menyatakan tidak mampu, justru menjadi tugas pemerintah memberi dukungan. Yang terjadi, pemerintah malah menghadang Pertamina mengelola Mahakam dengan alasan ketidakmampuan SDM (sumber daya manusia), teknis, finansial, dan sebagainya.
Seorang pejabat SKK Migas yang pernah bekerja puluhan tahun di Total mengakui sekitar 98% orang Indonesia yang ada di Total akan mampu melanjutkan eksploitasi Mahakam (6/3/2013). Dari segi teknologi, seluruh sarana yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi migas dapat diperoleh dari service companies tanpa bergantung Total. Secara finansial cadangan yang besar dapat dimonetisasi guna kemudahan memperoleh kredit.
Sambil menolak Pertamina menguasai Mahakam, pemerintah terus membuka jalan bagi tetap dominannya pihak asing. Pemerintah (Dirjen Migas) telah setuju memberi insentif percepatan masa depresiasi yang terbayar sebelum terminasi (1/2/2013). Pemerintah pun terlibat merancang ske-nario “masa transisi lima tahun”.
Masalah besarnya kebutuhan investasi, hengkangnya investor asing, terganggunya pasokan kontrak gas, dan ancaman penarikan investasi pun terus mengemuka guna menyukseskan skenario tersebut. Ini tak layak dibiarkan. Akhirnya, monetisasi dan pengelolaan Mahakam oleh Pertamina merupakan langkah terbaik dan konstitusional guna meraih predikat ke-100 perusahaan global terbesar.
Jika hal ini berhasil, negara dan rakyat pasti sangat diuntungkan. Namun, keinginan BUMN milik rakyat yang luhur, strategis, kontraktual, dan konstitusional ini tak kunjung didukung pemerintah. Karena itu, IRESS hanya bisa mengingatkan jangan sampai peluang emas ini terlewatkan akibat KKN, perburuan rente, konspirasi, dan ketidakmampuan menghadapi tekanan asing.
MARWAN BATUBARA
Direktur Eksekutif IRESS
(nfl)