Belajar dari Jonan

Jum'at, 20 September 2013 - 07:16 WIB
Belajar dari Jonan
Belajar dari Jonan
A A A
BEBERAPA tahun belakangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) menjadi buah bibir. Ini terkait dengan perubahan besar-besaran (transformation) yang dilakukan perusahaan.

Seperti sulap, bimsalabim dalam waktu yang terbilang sangat cepat, PT KAI kini sudah berubah wajah 180 derajat; dari perusahaan yang dicaci, kini menjadi dipuja-puji. Kereta api yang dulu identik dengan jadwal yang sering molor seperti kereta api Jabodetabek, penumpang berjubelan, pelayanan dan sarana-prasarana di bawah standar, pedagang kaki lima yang bebas keluar-masuk “menginjak-injak” penumpang, sudah menjadi masa lalu.

Kini kereta api menjadi sarana transportasi yang sangat manusiawi dan bisa dinikmati karena gerbong hanya diisi sesuai kapasitas kursi, AC yang menyejukkan, dan toilet yang sudah tidak lagi berbau bahkan tanpa asap rokok. Pemandangan stasiun kereta api yang kumuh, yang halamannya dipenuhi gelandang dan kaki lima, pun kini tinggal cerita.

Di Jabodetabek, misalnya. Semua stasiun sudah bersolek cantik, dengan halaman yang bisa dimanfaatkan penumpang untuk memarkir kendaraan. Sistem ticketing pun mengadopsi sistem canggih yang semakin mempermudah penumpang. Pendek kata, ibarat raksasa tidur, PT KAI telah bangun kembali menunjukkan kekuatannya sebagai perusahaan transportasi massal yang siap mengangkut sebanyak-banyaknya penumpang dengan sebaik-baiknya pelayanan.

Di Jabodetabek, melalui KRL Commuter mulai menunjukkan jati dirinya sebagai solusi strategis kemacetan. Semua perubahan yang terjadi di era kepemimpinan Ignasius Jonan tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Faktanya, berbagai pembenahan yang dilakukan era kepemimpinan sebelumnya tidak pernah menuai hasil. Penyebabnya, perubahan yang dilakukan sifat parsial dan bahkan arahnya tidak jelas.

Sedangkan di era Jonan ini, perubahan terlihat dramatis karena melibatkan semua komponen di dalamnya secara komprehensif. Dengan bekal pengalaman memimpin PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (persero), dan memegang kendali Private Equity, Citibank dan Citicorp Securities Indonesia serta latar pendidikan berkualitas, di antaranya Kennedy School of Government Columbia Business School, tentunya tidak sulit bagi lelaki kelahiran Surabaya ini untuk menyusun konsep perubahan.

Misalnya dengan menggunakan pelanggan sebagai basis perubahan, Jonan bisa saja melakukan perubahan hanya sekedar mengubah sistem informasi, ticketing, membeli kereta api baru, memasang pendingin pada semua gerbong penumpang, atau lebih jauh membenahi manajemen keuangan. Namun, pembenahan sebatas mikro manajemen tersebut sifatnya jangka pendek.

Bersyukurlah PT KAI kedatangan seorang Jonan yang dengan cepat memahami tetek bengek persoalan PT KAI, dukungan pemerintah yang sangat minim, dan posisi strategis PT KAI dalam konteks dalam saing global Indonesia. Bersyukurlah PT KAI mendapat pemimpin (leader), bukan sekadar manajer yang mengejar keuntungan jangka pendek atau malah politikus yang bekerja atas dasar pencitraan.

Dalam melakukan perubahan, Jonan fokus pada tugasnya seperti diamanatkan aturan perundangan. Karena itu, dia berani melakukan apapun tindakan selama itu dalam koridor yang diamanatkan. Sebagai pemimpin, dia paham harus memberi teladan pada bawahan.

Untuk hal ini, dia mendasarkan diri pada filosofi kepemimpinan Arnold Glasgow, “Ideas not coupled with action never become bigger than the brain cells they occupy,” dan Mahatma Gandhi yang mengatakan, “You must be the change you wish to see in the world” . Sebagai pemimpin, Jonan juga paham untuk mengubah sistem manajemen, informasi, dan pelayanan kereta api, hingga kemudian terbentuk budaya baru yang fokus pada stakeholder, dalam hal ini pelanggan, dia juga harus menyentuh manusianya.

Jonan paham betul, sebelum mengajak bawahannya untuk mewujudkan perubahan, dia terlebih dulu harus memahami apa yang mereka butuhkan, mendidiknya, dan baru kemudian mengnya.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3670 seconds (0.1#10.140)