Perlu revisi dividen BUMN

Kamis, 12 September 2013 - 13:09 WIB
Perlu revisi dividen BUMN
Perlu revisi dividen BUMN
A A A
DAMPAK krisis perekonomian global yang mulai menyerempet perekonomian nasional kini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengelola badan usaha milik negara (BUMN). Sebagai antisipasi, Kementerian BUMN meminta target setoran dividen sebesar Rp37 triliun sebagaimana diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) 2014 agar direvisi menjadi Rp32,4 triliun.

Pelemahan nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan anjloknya harga sejumlah komoditas di pasar internasional sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pelat merah sehingga dividen yang wajib disetorkan ke negara harus ditinjau ulang.

Usulan langsung yang disampaikan Menteri BUMN Dahlan Iskan pada rapat kerja dengan Komisi VI DPR tentang rencana kerja dan anggaran Kementerian BUMN pekan lalu belum mendapat respons serius. Dalam APBN tahun depan setoran dividen dari 141 BUMN yang ditargetkan Rp37 triliun dicanangkan sebanyak Rp5,9 triliun dari sumbangan perbankan dan Rp31,1 triliun dari BUMN lain.

Usulan Kementerian BUMN merevisi dividen menjadi sebesar Rp32,4 triliun sesuai dengan range Rp30 triliun hingga Rp33,5 triliun dividen yang pernah diusulkan dalam rapat koordinasi internal pemerintah antara Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. ”Masih dalam range yang pernah dibahas,” kata Dahlan Iskan.

Selama ini kalangan perbankan BUMN tercatat sebagai penyetor dividen terbesar terhadap negara. Tengok saja, BRI menyumbangkan dividen kepada pemegang saham sebesar Rp5,55 triliun atau sekitar 30% dari total laba bersih sebesar Rp18,5 triliun pada tahun 2012. Manajemen Bank BRI mengungkapkan bahwa dividen tersebut mengalami peningkatan sekitar 84,2% menjadi sebesar Rp225,232 per lembar saham dibandingkan tahun sebelumnya. Penyumbang dividen terbesar di luar perbankan adalah Pertamina.

Tahun lalu perusahaan minyak dan gas itu yang mengantongi laba sebesar Rp25,89 triliun menyisihkan dividen untuk negara sebesar Rp7,7 triliuan atau terjadi peningkatan sekitar 6,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Selain permintaan revisi setoran dividen BUMN terhadap negara, rapat Menteri BUMN dengan wakil rakyat tersebut juga dibahas soal permintaan penyertaan modal negara (PMN) kepada lima BUMN. Sayangnya, permohonan PMN sebesar Rp5,75 triliun tersebut ditolak mentah-mentah oleh Komisi VI DPR. Wakil Ketua Komisi VI Benny K Harman menolak permintaan Menteri BUMN itu karena takut dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kok bisa DPR beralasan seperti itu? Ternyata, pengajuan PMN tersebut memang di luar prosedur yang seharusnya. Dahlan Iskan mengakui bahwa usulan tersebut diajukan setelah APBN Perubahan 2013 ketok palu. Lima BUMN yang masuk daftar calon penerima PMN adalah PT Hutama Karya sebesar Rp2 triliun, PT Bahana PUI sekitar Rp250 miliar, PT Krakatau Steel sebesar Rp956 miliar, PT Geo Dipa Energi sekitar Rp500 miliar dan Perusahaan Pengelola Aset Negara Rp2 triliun. Permodalan BUMN yang minim memang salah satu persoalan yang selalu mengemuka jika membahas mengapa perusahaan negara cenderung jalan di tempat.

Misalnya Pertamina, yang dibanggakan sebagai perusahaan yang memberi kontribusi terbesar di negeri ini, ternyata nilai anggaran investasinya kecil sekali dibandingkan sejumlah perusahaan sejenis milik negara lain. Sebagai perbandingan, perusahaan migas Thailand memiliki belanja modal investasi tak kurang dari USD100 miliar, sementara Pertamina hanya sekitar USD10 miliar. Jadi, tak usah membayangkan Pertamina melakukan ekspansi besar-besar seperti mengakuisisi sumur migas di luar negeri.

Kapasitas Pertamina untuk membeli aset di luar, menurut Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, sangat besar, namun terhambat masalah biaya. Mengatasi kekurangan modal investasi secara instan adalah menahan sementara setoran dividen ke negara.

Karena optimistis, kalau laba perusahaan dikonsentrasikan untuk memperbesar modal investasi, peluang perusahaan lebih besar di depan mata. Tapi bisakah pemerintah menahan diri sebentar untuk tidak mendapat bagian dividen? Ini soal kesepakatan saja, apakah ingin melihat perusahaan migas pelat merah itu tumbuh lebih besar atau cukup dengan hasil yang ada.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5948 seconds (0.1#10.140)