SBY harus atasi kebobrokan MA
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta mengatasi langsung kebobokrakan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga tinggi negara.
"Mesti ada upaya serius dari MA dan Presiden untuk tegas membuat semacam penertiban terhadap penegak hukum," ujar pengamat hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, saat berbincang dengan Sindonews, Sabtu (27/7/2013).
Tertangkapnya pegawai MA Djodi Supratman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menerima uang suap dari pengacara anak buah Hotma Sitompul, Mario Carmelio Bernado. Menurut Asep semakin melengkapi kebobrokan penegakan hukum di tanah air.
"Ini tamparan nyata bahwa penegak hukum kita masih bobrok, kemudian sumber daya manusianya tidak tertib pemerintah. Ini bobrok betul karena memang berkali-kali terjadi, baik penyelenggaranya ada hakim, jaksa, pajak, kata Asep.
Menurut Asep, SBY harus membuat regulasi tegas untuk mengatasi kebobrokan MA dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) mengenai penertiban aparatur penegak hukum, khususnya MA sebagai lembaga tinggi negara.
"Kalau Presiden serius, buat instruksi kepada bawahannya, dan MA juga sama, dia juga harus membuat road map pembaharuan di pengadilan," kata dia.
Inpres yang diterbitkan SBY bisa memuat mengenai program pengawasan yang sitematis, teratur, terstruktur, dan terukur mengenai capaian perbaikan sistem peradilan hukum negeri ini.
"Melalui Inpres pembaharuan baik dari segi administrasi, sistem pengawasan, dan SDM, harus terukur," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan, KPK menangkap seorang pengacara Mario Carmelio Bernardo dan seorang pegawai MA Djodi Supratman, melalui operasi tangkap tangan yang dilakukan Kamis, 25 Juni 2013.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, commitment fee antara keduanya hampir mencapai Rp300-400 juta. Sementara uang yang sudah diberikan Mario diduga sekitar Rp200 juta sebagai uang muka (DP).
Mario yang merupakan anak buah Hotma ini diduga melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang (UU) No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Djodi disangka melanggar pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
"Mesti ada upaya serius dari MA dan Presiden untuk tegas membuat semacam penertiban terhadap penegak hukum," ujar pengamat hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, saat berbincang dengan Sindonews, Sabtu (27/7/2013).
Tertangkapnya pegawai MA Djodi Supratman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menerima uang suap dari pengacara anak buah Hotma Sitompul, Mario Carmelio Bernado. Menurut Asep semakin melengkapi kebobrokan penegakan hukum di tanah air.
"Ini tamparan nyata bahwa penegak hukum kita masih bobrok, kemudian sumber daya manusianya tidak tertib pemerintah. Ini bobrok betul karena memang berkali-kali terjadi, baik penyelenggaranya ada hakim, jaksa, pajak, kata Asep.
Menurut Asep, SBY harus membuat regulasi tegas untuk mengatasi kebobrokan MA dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) mengenai penertiban aparatur penegak hukum, khususnya MA sebagai lembaga tinggi negara.
"Kalau Presiden serius, buat instruksi kepada bawahannya, dan MA juga sama, dia juga harus membuat road map pembaharuan di pengadilan," kata dia.
Inpres yang diterbitkan SBY bisa memuat mengenai program pengawasan yang sitematis, teratur, terstruktur, dan terukur mengenai capaian perbaikan sistem peradilan hukum negeri ini.
"Melalui Inpres pembaharuan baik dari segi administrasi, sistem pengawasan, dan SDM, harus terukur," tandasnya.
Sebagaimana diberitakan, KPK menangkap seorang pengacara Mario Carmelio Bernardo dan seorang pegawai MA Djodi Supratman, melalui operasi tangkap tangan yang dilakukan Kamis, 25 Juni 2013.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, commitment fee antara keduanya hampir mencapai Rp300-400 juta. Sementara uang yang sudah diberikan Mario diduga sekitar Rp200 juta sebagai uang muka (DP).
Mario yang merupakan anak buah Hotma ini diduga melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang (UU) No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Djodi disangka melanggar pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
(lal)