Partisipasi Publik dalam Pemberantasan Korupsi
loading...
A
A
A
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
PARTISIPASI publik dalam penegakan hukum yang diatur di dalam undang-undang hanya terjadi di Indonesia. Yang terjadi di negara jiran adalah tentang cara publik menyampaikan aspirasinya.
Hal terakhir juga telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
a. unjuk rasa atau demonstrasi;
b. pawai;
c. rapat umum; dan atau
d. mimbar bebas.
(2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali: a. di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional.
Merujuk ketentuan UU Nomor 9 Tahun 1998 tersebut maka penyampaian pendapat di muka umum berdasarkan undang-undang ini harus dilakukan secara tertib dan tidak mengganggu ketentraman umum. Begitu pula halnya dalam penyampaian pendapat di muka umum terkait kinerja pemberantasan korupsi yang dilaksanakan oleh Kejaksaan dan KPK .
Selain pengaturan dan pembatasan tersebut, penyampaian kebebasan pendapat di muka umum juga tidak boleh bertentangan dengan norma kesusilaaan, agama, keamanan dan ketertiban sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 28 J UUD 1945.
Partisipasi publik dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi telah dicantumkan di dalam Bab V UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Dalam hal partisipasi publik atau peran serta masyarakat menurut Bab V tersebut menyatakan bahwa, masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk:
a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal : 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c.
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
PARTISIPASI publik dalam penegakan hukum yang diatur di dalam undang-undang hanya terjadi di Indonesia. Yang terjadi di negara jiran adalah tentang cara publik menyampaikan aspirasinya.
Hal terakhir juga telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
a. unjuk rasa atau demonstrasi;
b. pawai;
c. rapat umum; dan atau
d. mimbar bebas.
(2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali: a. di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional.
Merujuk ketentuan UU Nomor 9 Tahun 1998 tersebut maka penyampaian pendapat di muka umum berdasarkan undang-undang ini harus dilakukan secara tertib dan tidak mengganggu ketentraman umum. Begitu pula halnya dalam penyampaian pendapat di muka umum terkait kinerja pemberantasan korupsi yang dilaksanakan oleh Kejaksaan dan KPK .
Selain pengaturan dan pembatasan tersebut, penyampaian kebebasan pendapat di muka umum juga tidak boleh bertentangan dengan norma kesusilaaan, agama, keamanan dan ketertiban sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 28 J UUD 1945.
Partisipasi publik dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi telah dicantumkan di dalam Bab V UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Dalam hal partisipasi publik atau peran serta masyarakat menurut Bab V tersebut menyatakan bahwa, masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk:
a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal : 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c.