UU Parpol dianggap miliki cacat bawaan

Senin, 01 Juli 2013 - 18:26 WIB
UU Parpol dianggap miliki cacat bawaan
UU Parpol dianggap miliki cacat bawaan
A A A
Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pengujian konstitusionalitas terhadap Undang-Undang (UU) Partai Politik (Parpol).

Pasal 16 ayat (1) huruf c, UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) dan pasal 8 ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Umum (UU Penyelenggaraan Pemilu) pada sore ini, Senin (1/7/2013).

Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan ahli atau saksi pemohon dan Pemerintah. Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin selaku saksi dalam persidangan menyatakan bahwa Undang-Undang ini memiliki cacat bawaan.

"Undang-Undang ini kan ada sedikit cacat bawaan yang tidak diprediksi bahwa Partai Politik (Parpol) itu memberhentikan seseorang menjadi anggota parpol karena jadi anggota parpol lain, otomatis diberhentikan jadi anggora DPR dan DPRD," ujar Irman saat memeberikan keterangan sebagai Saksi di persidangan MK, Senin (1/7/2013).

Lebih lanjut dia mengatakan, berlakunya Undang-Undang a quo menciptakan keadaan konstitusional baru, dimana parpol yang tidak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu. Dan pada akhirnya tidak lagi menjadi peserta pemilu berikutnya.

Akibatnya, ujar dia, secara otomatis anggota parpol yang duduk di berbagai macam lembaga keterwakilan rakyat, seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), harus pindah dari partai politiknya ke partai politik yang lolos verifikasi jika ingin mengikuti pemilu 2014.

Jadi, kata dia, mereka yang pindah parpol itu bukan benci pada parpol sebelumnya. "Tapi karena parpolnya sudah tidak ikut pemilu dan sudah tidak jadi peserta lagi," katanya.

Seharusnya, Menurut Irman, para anggota parpol itu kembali ke parpolnya masing-masing di DPR mengenai pemberhentian tersebut,

Akan tetapi, Undang-Undang a qou justru memberikan kesan bahwa bagi parpol yang tidak lolos verifikasi otomatis anggotanya harus diberhentikan.

Dan parpol, menurutnya, terjebak dalam situasi tersebut. Sebab, kata dia, belum tentu Pergantian Antar Waktu (PAW)-nya semua ada.

Ditambahkannya, ketentuan tersebut dapat merusak sistem ketatanegaraan. Karena bisa saja lembaga DPR bisa jadi kosong dan tidak dapat menjalankan fungsinya.

"Ini akan merusak prinsip konstitusi kelembagaan negara yang diciptakan oleh UUD. Karena itu, ini juga harus dicermati oleh KPU, jangan sampai KPU menginvansi kekuasaan lain," tuturnya.

Dalam persidangan sebelumnya, Kamis 13 Juni 2013, Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Mualimin Abdi selaku perwakilan Pemerintah mengungkapkan ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf c dan huruf d serta pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Parpol tidak merintangi hak konstitusionalitas pemohon.

Menurut Mualimin saat itu, para pemohon tetap dapat menjalankan tugasnya sampai masa jabatannya berakhir. Jabatan pemohon sebagai anggota DPRD, kata Mualimin, tetap dapat dilaksanakan meskipun parpol pengusung pemohon tidak lolos verifikasi.

Para pemohon dalam perkara yang teregistrasi dengan nomor 39/PUU-XI/2013 dan 45/PUU-XI/2013 ini adalah sebelas orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota dan dua belas orang DPRD Tingkat Kabupaten di Provinsi NTT yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh ketentuan a quo.

Para pemohon tak dapat mencalonkan diri dalam Pemilu tahun 2014 karena berasal dari partai yang tidak lolos verifikasi peserta Pemilu. Dengan demikian, untuk dapat mencalonkan diri lagi, para pemohon harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari parpol asalnya kemudian bergabung ke parpol yang lolos verifikasi peserta Pemilu.
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9093 seconds (0.1#10.140)