Peran masyarakat dalam pencegahan terorisme
A
A
A
Upaya pencegahan terorisme tak dapat mengabaikan peran masyarakat luas dan lingkungan sosial. Kontribusi masyarakat sangatlah besar, baik dalam konteks memutus ideologisasi, mendeteksi keberadaan kelompok teroris, maupun dalam mengontrol tindak-tanduk jaringan kekerasan ini.
Bahkan, peran masyarakat dan lingkungan juga sangat signifikan dalam mengungkap jaringan terorisme. Penangkapan jaringan teroris di beberapa tempat bisa dijadikan contoh, seperti penangkapan jaringan Thorik di Tambora, Jakarta Barat. Kewaspadaan masyarakat dan lingkungan sosial telah berperan aktif dalam mengungkap kelompok Thorik ini. Masyarakat berhak mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya atas peran yang dilakukannya.
Masyarakat dan lingkungan sosial juga bisa berperan dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini terhadap potensi terorisme. Bahkan, perannya dapat dioptimalkan sebagai sarana melakukan upaya preventif dalam memutus rantai terorisme sampai ke akarnya. Lingkungan sosial yang acuh tak acuh terhadap kegiatan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk menyemai dan menumbuh suburkan gerakannya.
Apalagi dari berbagai kasus yang ada, pola rekrutmen teroris masih mengandalkan pola yang kurang lebih sama, yaitu melalui jalur pertemanan, keluarga, dan pertemuan secara tertutup. Namun tak dapat dipungkiri, lingkungan sosial juga bisa mempunyai peran ganda. Dikatakan demikian karena di satu sisi lingkungan bisa memberikan sumbangsih bagi proses ideologisasi dan pembentukan jaringan terorisme, khususnya lingkungan masyarakat yang cenderung tidak peduli atas apa yang terjadi di sekitarnya. Di sisi lain, masyarakat dan lingkungan juga bisa berperan dalam menghambat, mencegah, dan mengungkap persoalan terorisme.
Masyarakat Basis
Setidaknya ada dua model kehidupan masyarakat yang selama ini dimanfaatkan oleh jaringan terorisme. Pertama, masyarakat perkotaan. Kultur kehidupan masyarakat kota yang cenderung tidak peduli satu sama lain dan tidak saling akrab kerap dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk ”bersembunyi” di tengah-tengah masyarakat. Dalam keadaan masyarakat kota yang sangat disibukkan dengan urusan masing-masing, kelompok teroris sangat leluasa untuk menyusun dan merencanakan pelbagai macam bentuk kejahatannya.
Ekspresi moral dan ritual yang dilakukan oleh jaringan terorisme tak jarang menjadi ”penutup sempurna” bagi pelbagai macam rencana kejahatan yang mereka rencanakan. Dengan kata lain, ekspresi moral dan ritual kelompok teroris kerap mengecoh masyarakat yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, tak mengherankan bila masyarakat sering terkaget-kaget setelah tetangga kontrakannya dinyatakan terlibat dalam jaringan terorisme oleh aparat.
Mengingat tetangga tersebut selama ini dikenal sebagai pribadi yang baik, khususnya bila dilihat secara ekspresi moral dan ritual. Di sini dapat ditegaskan bahwa tidak ada kejahatan ataupun kesalahan apa pun dalam ekspresi moral dan ritualnya, karena hal itu sudah merupakan tuntunan bahkan kewajiban secara keagamaan.
Namun, tindakan tegas yang dilakukan oleh aparat keamanan bukan karena ekspresi moral ataupun ritual dari yang bersangkutan, melainkan semata-mata karena rencana-rencana aksi kejahatan yang dilakukan oleh kelompok teroris dan tidak diketahui oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini penting dikemukakan untuk menegaskan kepada khalayak bahwa tindakan aparat keamanan bukan dalam rangka memusuhi kelompok tertentu, apalagi agama tertentu, melainkan untuk menindak tegas aksi kejahatan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum masyarakat yang dikategorikan kelompok teroris.
Kedua, masyarakat basis. Masyarakat basis adalah sebuah komunitas masyarakat yang mempunyai kesamaan ideologi dan cita-cita perjuangan dengan kelompok teroris. Atas dasar kesamaan inilah, kelompok teroris mendapatkan keleluasaan untuk menjalankan pelbagai macam rencana kejahatannya. Alih-alih mendapatkan perlawanan dari masyarakat sekitar, kelompok teroris justru kerap dilindungi bahkan diposisikan sebagai pahlawan oleh masyarakat basis.
Dalam konteks pengalaman negara luar, kelompok teroris bersembunyi di tengah-tengah masyarakat basis sudah kerap terjadi seperti di Pakistan dan Afghanistan, di mana tak sedikit dari masyarakat setempat yang menjadi pelindung bagi kelompokkelompok radikal seperti Taliban. Dalam konteks nasional, pengalaman kelompok teroris yang bersembunyi dan bergerak di balik masyarakat basis sangatlah minim adanya.
Pengalaman seperti ini memang terjadi di beberapa daerah tertentu di Indonesia, tetapi sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan seluruh wilayah Nusantara yang pada hakikatnya akan menolak keberadaan kelompok teroris pada komunitasnya. Tentu ini adalah realitas yang sangat menggembirakan bagi semua pihak. Setidak-tidaknya hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Nusantara tetap melestarikan kultur toleransi dan gotong-royong yang dimilikinya. Alih-alih melindungi, justru masyarakat kerap proaktif melaporkan hal-hal yang dianggap mencurigakan di lingkungan sekitar.
Langkah Strategis
Itu sebabnya dibutuhkan adanya langkah strategis agar peran masyarakat dan lingkungan sosial bisa optimal dalam upaya penanggulangan dan pencegahan terorisme. Setidaknya karena masyarakat lebih mengetahui tentang kondisi lingkungannya dibanding pihak lain, termasuk dalam mengenali pendatang baru ataupun perubahan yang mengarah pada radikalisasi dari orang/ pihak tertentu. Misalnya dengan memaksimalkan peran lingkungan sosial yang paling kecil seperti RT/ RW.
Sebagai ujung tombak aparat negara, RT/RW bisa berperan optimal untuk mengontrol setiap aktivitas di lingkungan masyarakat. Melalui peran lembaga kecil ini, ancaman terorisme bisa dicegah secara dini, bahkan potensinya sekalipun. Hampir bisa dipastikan, kehadiran jaringan/anggota terorisme yang bersembunyi di tengah-tengah masyarakat membawa tanda-tanda radikalisasi tertentu. Begitu seterusnya hingga pada suatu waktu terwujud dalam bentuk aksi terorisme.
Hal ini berarti masyarakat mempunyai kekuatan yang sangat hebat untuk turut berperan serta dalam upaya pencegahan terorisme dan radikalisme. Sebagai lembaga negara yang diberikan mandat khusus untuk penanggulangan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme akan terus mengembangkan kerja sama dengan segenap elemen bangsa dalam upaya menghadapi dan mencegah ancaman terorisme. Dengan begitu, tak ada lagi yang menjadi korban dari kekejian aksi terorisme ini. Bersama cegah terorisme! Damailah Indonesiaku!
AGUS SB
Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan
Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Bahkan, peran masyarakat dan lingkungan juga sangat signifikan dalam mengungkap jaringan terorisme. Penangkapan jaringan teroris di beberapa tempat bisa dijadikan contoh, seperti penangkapan jaringan Thorik di Tambora, Jakarta Barat. Kewaspadaan masyarakat dan lingkungan sosial telah berperan aktif dalam mengungkap kelompok Thorik ini. Masyarakat berhak mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya atas peran yang dilakukannya.
Masyarakat dan lingkungan sosial juga bisa berperan dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini terhadap potensi terorisme. Bahkan, perannya dapat dioptimalkan sebagai sarana melakukan upaya preventif dalam memutus rantai terorisme sampai ke akarnya. Lingkungan sosial yang acuh tak acuh terhadap kegiatan masyarakat bisa dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk menyemai dan menumbuh suburkan gerakannya.
Apalagi dari berbagai kasus yang ada, pola rekrutmen teroris masih mengandalkan pola yang kurang lebih sama, yaitu melalui jalur pertemanan, keluarga, dan pertemuan secara tertutup. Namun tak dapat dipungkiri, lingkungan sosial juga bisa mempunyai peran ganda. Dikatakan demikian karena di satu sisi lingkungan bisa memberikan sumbangsih bagi proses ideologisasi dan pembentukan jaringan terorisme, khususnya lingkungan masyarakat yang cenderung tidak peduli atas apa yang terjadi di sekitarnya. Di sisi lain, masyarakat dan lingkungan juga bisa berperan dalam menghambat, mencegah, dan mengungkap persoalan terorisme.
Masyarakat Basis
Setidaknya ada dua model kehidupan masyarakat yang selama ini dimanfaatkan oleh jaringan terorisme. Pertama, masyarakat perkotaan. Kultur kehidupan masyarakat kota yang cenderung tidak peduli satu sama lain dan tidak saling akrab kerap dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk ”bersembunyi” di tengah-tengah masyarakat. Dalam keadaan masyarakat kota yang sangat disibukkan dengan urusan masing-masing, kelompok teroris sangat leluasa untuk menyusun dan merencanakan pelbagai macam bentuk kejahatannya.
Ekspresi moral dan ritual yang dilakukan oleh jaringan terorisme tak jarang menjadi ”penutup sempurna” bagi pelbagai macam rencana kejahatan yang mereka rencanakan. Dengan kata lain, ekspresi moral dan ritual kelompok teroris kerap mengecoh masyarakat yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, tak mengherankan bila masyarakat sering terkaget-kaget setelah tetangga kontrakannya dinyatakan terlibat dalam jaringan terorisme oleh aparat.
Mengingat tetangga tersebut selama ini dikenal sebagai pribadi yang baik, khususnya bila dilihat secara ekspresi moral dan ritual. Di sini dapat ditegaskan bahwa tidak ada kejahatan ataupun kesalahan apa pun dalam ekspresi moral dan ritualnya, karena hal itu sudah merupakan tuntunan bahkan kewajiban secara keagamaan.
Namun, tindakan tegas yang dilakukan oleh aparat keamanan bukan karena ekspresi moral ataupun ritual dari yang bersangkutan, melainkan semata-mata karena rencana-rencana aksi kejahatan yang dilakukan oleh kelompok teroris dan tidak diketahui oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini penting dikemukakan untuk menegaskan kepada khalayak bahwa tindakan aparat keamanan bukan dalam rangka memusuhi kelompok tertentu, apalagi agama tertentu, melainkan untuk menindak tegas aksi kejahatan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum masyarakat yang dikategorikan kelompok teroris.
Kedua, masyarakat basis. Masyarakat basis adalah sebuah komunitas masyarakat yang mempunyai kesamaan ideologi dan cita-cita perjuangan dengan kelompok teroris. Atas dasar kesamaan inilah, kelompok teroris mendapatkan keleluasaan untuk menjalankan pelbagai macam rencana kejahatannya. Alih-alih mendapatkan perlawanan dari masyarakat sekitar, kelompok teroris justru kerap dilindungi bahkan diposisikan sebagai pahlawan oleh masyarakat basis.
Dalam konteks pengalaman negara luar, kelompok teroris bersembunyi di tengah-tengah masyarakat basis sudah kerap terjadi seperti di Pakistan dan Afghanistan, di mana tak sedikit dari masyarakat setempat yang menjadi pelindung bagi kelompokkelompok radikal seperti Taliban. Dalam konteks nasional, pengalaman kelompok teroris yang bersembunyi dan bergerak di balik masyarakat basis sangatlah minim adanya.
Pengalaman seperti ini memang terjadi di beberapa daerah tertentu di Indonesia, tetapi sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan seluruh wilayah Nusantara yang pada hakikatnya akan menolak keberadaan kelompok teroris pada komunitasnya. Tentu ini adalah realitas yang sangat menggembirakan bagi semua pihak. Setidak-tidaknya hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Nusantara tetap melestarikan kultur toleransi dan gotong-royong yang dimilikinya. Alih-alih melindungi, justru masyarakat kerap proaktif melaporkan hal-hal yang dianggap mencurigakan di lingkungan sekitar.
Langkah Strategis
Itu sebabnya dibutuhkan adanya langkah strategis agar peran masyarakat dan lingkungan sosial bisa optimal dalam upaya penanggulangan dan pencegahan terorisme. Setidaknya karena masyarakat lebih mengetahui tentang kondisi lingkungannya dibanding pihak lain, termasuk dalam mengenali pendatang baru ataupun perubahan yang mengarah pada radikalisasi dari orang/ pihak tertentu. Misalnya dengan memaksimalkan peran lingkungan sosial yang paling kecil seperti RT/ RW.
Sebagai ujung tombak aparat negara, RT/RW bisa berperan optimal untuk mengontrol setiap aktivitas di lingkungan masyarakat. Melalui peran lembaga kecil ini, ancaman terorisme bisa dicegah secara dini, bahkan potensinya sekalipun. Hampir bisa dipastikan, kehadiran jaringan/anggota terorisme yang bersembunyi di tengah-tengah masyarakat membawa tanda-tanda radikalisasi tertentu. Begitu seterusnya hingga pada suatu waktu terwujud dalam bentuk aksi terorisme.
Hal ini berarti masyarakat mempunyai kekuatan yang sangat hebat untuk turut berperan serta dalam upaya pencegahan terorisme dan radikalisme. Sebagai lembaga negara yang diberikan mandat khusus untuk penanggulangan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme akan terus mengembangkan kerja sama dengan segenap elemen bangsa dalam upaya menghadapi dan mencegah ancaman terorisme. Dengan begitu, tak ada lagi yang menjadi korban dari kekejian aksi terorisme ini. Bersama cegah terorisme! Damailah Indonesiaku!
AGUS SB
Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan
Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
(hyk)