Rakyat tak butuh kegaduhan
A
A
A
Beberapa hari ini hiruk-pikuk kisruh di tubuh Partai Demokrat mewarnai kehidupan masyarakat di Tanah Air. Perselisihan internal ini pun menyeret keterlibatan Presiden dan beberapa menteri yang kebetulan menjadi petinggi di Partai Demokrat.
Tak hanya lembaga eksekutif yang terseret ke kancah kisruh internal partai, lembaga antikorupsi yang independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ikut terbawa-bawa.
Mereka pun terlibat kegaduhan yang terjadi di internal Partai Demokrat yang justru mengesankan kegaduhan ini seperti milik negeri ini. Padahal kegaduhan ini sebenarnya milik internal Partai Demokrat.
Disayangkan memang apa yang terjadi. Mengapa? Karena seharusnya Presiden dan beberapa menteri yang seharusnya mengurusi rakyat di negeri ini justru terlibat secara intens dalam kegaduhan itu secara dalam.
Urusan kunjungan ke luar negeri bahkan lebih banyak diisi dengan mengomentari ataupun melakukan tindakan untuk merespons kegaduhan ini. Urusan-urusan kementerian pun harus ditunda dulu, digantikan dengan urusan partai.
Tak salah jika pada akhirnya banyak pihak yang menyayangkan sikap ini. Menyayangkan, kenapa Presiden dan menteri justru lebih mementingkan kepentingan partai dari pada kepentingan negeri ini.
Presiden dan jajarannya serta para menteri boleh saja membantah pendapat di atas. Namun, apa yang telah mereka pertontonkan di negeri ini tetap mengesankan mereka lebih memikirkan kepentingan partai politik mereka dibandingkan negeri ini.
Apalagi Presiden pernah meminta para pembantunya untuk lebih fokus pada pekerjaannya dibandingkan urusan partai politik. Presiden bahkan mengancam, jika ada pembantunya yang lebih banyak mengurusi partainya dibandingkan di kementeriannya, menteri diminta mengundurkan diri. Ini jelas kontradiktif yang juga menimbulkan pertanyaan banyak pihak. Parahnya, KPK juga terseret dengan kisruh tersebut.
Munculnya surat perintah penyidikan (Sprindik) tentang kasus Hambalang yang menyebutkan Ketua Umum Partai Demokrat sebagai tersangka menambah kegaduhan ini. KPK pun dipaksa mengomentari keaslian dari sprindik yang beredar.
KPK bahkan harus membentuk tim khusus untuk menyelidiki sprindik tersebut. Tugas KPK yang mencegah dan menindak tindakan korupsi pun seolah tertutup dengan hal tersebut.
KPK boleh membantah tetap menjalankan tugasnya dengan baik,namun yang muncul di masyarakat adalah perhatian KPK justru ikut terjerumus dalam konflik internal Partai Demokrat. Bahkan muncul dugaan bahwa pelaku penyebaran sprindik tersebut adalah staf khusus Istana.
Kegaduhan ini tentu semakin keras karena ternyata ada staf khusus Istana yang terlibat. Pihak Istana yang seharusnya mengurusi protokoler justru tertarik ke kisruh internal Partai Demokrat dan kasus hukum di KPK.
Sungguh sangat menggeramkan. Presiden, beberapa menteri, KPK,dan Istana justru terseret urusan internal Partai Demokrat. Semestinya, ketika tenaga mereka sudah diabdikan untuk negeri ini, urusan partai benar-benar ditinggalkan.
Rakyatlah korbannya.Rakyat dipaksa untuk memperhatikan konflik internal partai yang sebenarnya bukan “kebutuhan” mereka. Yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah hidup aman dan nyaman buah hasil karya para pemimpin mereka di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga penunjang lainnya.
Rakyat tak butuh gaduh yang ada di internal partai politik.Yang mereka inginkan adalah pembangunan yang bisa membuat mereka hidup aman dan nyaman. Apalagi saat ini negeri ini mempunyai momentum ekonomi yang tepat untuk menuju negara yang lebih baik.
Mau sampai kapan kegaduhan ini akan terjadi? Apakah mereka tidak menyadari, kegaduhan yang terjadi di negeri ini membuat negara lain girang? Sekali lagi, rakyat tak butuh gaduh, yang mereka butuhkan pembangunan negeri ini.
Tak hanya lembaga eksekutif yang terseret ke kancah kisruh internal partai, lembaga antikorupsi yang independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ikut terbawa-bawa.
Mereka pun terlibat kegaduhan yang terjadi di internal Partai Demokrat yang justru mengesankan kegaduhan ini seperti milik negeri ini. Padahal kegaduhan ini sebenarnya milik internal Partai Demokrat.
Disayangkan memang apa yang terjadi. Mengapa? Karena seharusnya Presiden dan beberapa menteri yang seharusnya mengurusi rakyat di negeri ini justru terlibat secara intens dalam kegaduhan itu secara dalam.
Urusan kunjungan ke luar negeri bahkan lebih banyak diisi dengan mengomentari ataupun melakukan tindakan untuk merespons kegaduhan ini. Urusan-urusan kementerian pun harus ditunda dulu, digantikan dengan urusan partai.
Tak salah jika pada akhirnya banyak pihak yang menyayangkan sikap ini. Menyayangkan, kenapa Presiden dan menteri justru lebih mementingkan kepentingan partai dari pada kepentingan negeri ini.
Presiden dan jajarannya serta para menteri boleh saja membantah pendapat di atas. Namun, apa yang telah mereka pertontonkan di negeri ini tetap mengesankan mereka lebih memikirkan kepentingan partai politik mereka dibandingkan negeri ini.
Apalagi Presiden pernah meminta para pembantunya untuk lebih fokus pada pekerjaannya dibandingkan urusan partai politik. Presiden bahkan mengancam, jika ada pembantunya yang lebih banyak mengurusi partainya dibandingkan di kementeriannya, menteri diminta mengundurkan diri. Ini jelas kontradiktif yang juga menimbulkan pertanyaan banyak pihak. Parahnya, KPK juga terseret dengan kisruh tersebut.
Munculnya surat perintah penyidikan (Sprindik) tentang kasus Hambalang yang menyebutkan Ketua Umum Partai Demokrat sebagai tersangka menambah kegaduhan ini. KPK pun dipaksa mengomentari keaslian dari sprindik yang beredar.
KPK bahkan harus membentuk tim khusus untuk menyelidiki sprindik tersebut. Tugas KPK yang mencegah dan menindak tindakan korupsi pun seolah tertutup dengan hal tersebut.
KPK boleh membantah tetap menjalankan tugasnya dengan baik,namun yang muncul di masyarakat adalah perhatian KPK justru ikut terjerumus dalam konflik internal Partai Demokrat. Bahkan muncul dugaan bahwa pelaku penyebaran sprindik tersebut adalah staf khusus Istana.
Kegaduhan ini tentu semakin keras karena ternyata ada staf khusus Istana yang terlibat. Pihak Istana yang seharusnya mengurusi protokoler justru tertarik ke kisruh internal Partai Demokrat dan kasus hukum di KPK.
Sungguh sangat menggeramkan. Presiden, beberapa menteri, KPK,dan Istana justru terseret urusan internal Partai Demokrat. Semestinya, ketika tenaga mereka sudah diabdikan untuk negeri ini, urusan partai benar-benar ditinggalkan.
Rakyatlah korbannya.Rakyat dipaksa untuk memperhatikan konflik internal partai yang sebenarnya bukan “kebutuhan” mereka. Yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah hidup aman dan nyaman buah hasil karya para pemimpin mereka di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga penunjang lainnya.
Rakyat tak butuh gaduh yang ada di internal partai politik.Yang mereka inginkan adalah pembangunan yang bisa membuat mereka hidup aman dan nyaman. Apalagi saat ini negeri ini mempunyai momentum ekonomi yang tepat untuk menuju negara yang lebih baik.
Mau sampai kapan kegaduhan ini akan terjadi? Apakah mereka tidak menyadari, kegaduhan yang terjadi di negeri ini membuat negara lain girang? Sekali lagi, rakyat tak butuh gaduh, yang mereka butuhkan pembangunan negeri ini.
(maf)