Sistem pembayaran APEC
A
A
A
Pertemuan APEC tahun ini dipastikan tidak akan membahas pentingnya sistem pembayaran di masa depan bagi anggota APEC itu sendiri. Sementara APEC juga dikepung oleh berbagai kerja sama perdagangan bebas yang sifatnya regional hingga bilateral.
Eksistensi APEC semakin terdesak. Apalagi hingga saat ini, resesi perekonomian masih mendera dua motor perekonomian APEC yaitu Amerika Serikat dan Jepang. China diperkirakan secara sistematis juga akan terus mengalami koreksi pertumbuhan ekonomi beberapa tahun ke depan.
Quantitative easing yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat mungkin masih akan berlangsung hingga dua tahun ke depan, sementara Bank Sentral Jepang juga akan melakukan langkah serupa dengan mendukung program stimulus fiskal.
Bank sentral negara-negara maju semakin menjauhi dogma sebagai bank sentral yang independen. Suatu langkah positif untuk menghalau hantu deflasi yang bakal menghantui dunia. Kekuatan Amerika Serikat dan China berdasarkan model Gravity diperkirakan akan tetap dan semakin dominan dalam beberapa tahun ke depan.
Dengan demikian, alangkah sayangnya jika APEC tidak membahas model sistem pembayaran yang ideal bagi APEC dalam rangka menciptakan sinergi dua kekuatan raksasa dunia tersebut. Langkah China untuk melakukan internasionalisasi yuan merupakan kecenderungan yang tidak akan mampu dihindarkan lagi di masa depan.
Pasar yuan akan merambah ke negara anggota APEC lainnya. Dengan demikian, seharusnya APEC segera menciptakan lembaga pencipta pasar bagi suksesnya internasionalisasi yuan.
Namun, hal ini sangat tergantung dari kerja sama yang akan dilakukan oleh China sendiri, termasuk sejauh mana mereka akan melakukan liberalisasi pasar keuangan mereka. Sistem pembayaran yang canggih, transparan dan efisien hanya akan tercipta jika semua negara anggota APEC berada pada tahap liberalisasi pasar keuangan yang secara relatif sama.
Artinya negara seperti Indonesia yang tidak memiliki capital control harus mulai menerapkan capital controlseperti yang diterapkan oleh China, sehingga China nantinya melakukan liberalisasi pasar modal mereka.
IMF juga mulai menyetujui langkah-langkah negara berkembang untuk melakukan kontrol modal keluar. Dengan demikian, APEC tidak boleh menjadi organisasi banci yang memiliki sistem ekonomi yang mendua dan berbeda. Harmonisasi tidak hanya dalam konteks tarif tetapi juga nontarif seperti sistem pembayaran. Negara berkembang di dalam APEC akan memiliki kecenderungan untuk memiliki sistem pembayaran yang berbeda-beda jika APEC tidak memiliki road map-nya sendiri.
Konsekuensinya, di masa depan negara berkembang anggota APEC boleh jadi memiliki kesamaan sistem dengan negara-negara dalam Uni Eropa. Dan jika itu yang terjadi, relevansi pentingnya APEC di Asia dan Pasifik menjadi semakin tidak relevan lagi.
Perbedaan dalam sistem pembayaran tidak dapat dikunci oleh segala bentuk kerja sama yang selama ini dilakukan dalam APEC jika APEC ingin membentuk pasar bersama yang efisen di masa depan.
Zarnowitz tahun 1987 mengatakan: “predicting a general downturn is always unpopular and predicting it prematurely—ahead of others— may prove quite costly to the forecaster and his customers”.
Mengingat sulitnya melakukan forecasting, solusi lainnya adalah memecah APEC dalam dua bagian dalam rangka menuju APEC yang satu. Bagian Asia mengacu pada sistem pembayaran yang dikembangkan oleh China dan bagian Amerika termasuk Amerika Latin, mengacu pada sistem pembayaran Amerika Serikat.
Dengan adanya rencana ini, polarisasi yang beragam dapat dihindari di masa depan dan keuntungan lainnya adalah terciptanya skala ekonomi yang efisien di kedua benua tersebut. Jika memang nantinya diinginkan, kedua sistem pembayaran tersebut dapat dilebur menjadi satu seperti yang terjadi di Eropa.
Dengan hanya adanya dua sistem pembayaran, langkah sinergi menjadi relatif mudah dilakukan. Seandainya internasionalisasi yuan terjadi tidak mulus, yen dapat dijadikan jangkar bagi sistem pembayaran Asia.
Atau paling tidak Asia menganut tiga sistem pembayaran, yaitu Amerika Serikat,yuan,dan yen agar restriksi dalam membentuk sistem pembayaran yang sehat tidak terlalu ketat. Jika langkah ini yang dilakukan maka sangat mungkin sistem pembayaran Amerika Serikat akan menjadi jangkar sistem pembayaran di Asia, sehingga jika ini yang terjadi APEC maka akan semakin cepat untuk melakukan harmonisasi sistem pembayaran.
Apa pun yang bakal terjadi maka APEC diperlukan lembaga pengatur pasar sistem pembayaran yang khusus bagi APEC. Lembaga ini harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Untuk mencapai tahap itu, langkah awal yang mudah adalah dengan menjadikan Bank Sentral Amerika Serikat sebagai lembaga regulator sistem pembayaran di APEC.
Perlu diingat bahwa Bank Sentral Amerika Serikat telah memainkan peran yang sangat aktif dalam menyelamatkan sistem pembayaran di seluruh dunia ketika krisis ekonomi mulai berjalan sejak tahun 2008 yang lalu. Ini merupakan modal dasar yang sangat penting bagi regulator pasar di APEC itu sendiri. Bank Sentral China belum mampu melakukan langkah ini hingga sepuluh tahun ke depan.
ACHMAD DENI DARURI
President Director Center for Banking Crisis
Eksistensi APEC semakin terdesak. Apalagi hingga saat ini, resesi perekonomian masih mendera dua motor perekonomian APEC yaitu Amerika Serikat dan Jepang. China diperkirakan secara sistematis juga akan terus mengalami koreksi pertumbuhan ekonomi beberapa tahun ke depan.
Quantitative easing yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat mungkin masih akan berlangsung hingga dua tahun ke depan, sementara Bank Sentral Jepang juga akan melakukan langkah serupa dengan mendukung program stimulus fiskal.
Bank sentral negara-negara maju semakin menjauhi dogma sebagai bank sentral yang independen. Suatu langkah positif untuk menghalau hantu deflasi yang bakal menghantui dunia. Kekuatan Amerika Serikat dan China berdasarkan model Gravity diperkirakan akan tetap dan semakin dominan dalam beberapa tahun ke depan.
Dengan demikian, alangkah sayangnya jika APEC tidak membahas model sistem pembayaran yang ideal bagi APEC dalam rangka menciptakan sinergi dua kekuatan raksasa dunia tersebut. Langkah China untuk melakukan internasionalisasi yuan merupakan kecenderungan yang tidak akan mampu dihindarkan lagi di masa depan.
Pasar yuan akan merambah ke negara anggota APEC lainnya. Dengan demikian, seharusnya APEC segera menciptakan lembaga pencipta pasar bagi suksesnya internasionalisasi yuan.
Namun, hal ini sangat tergantung dari kerja sama yang akan dilakukan oleh China sendiri, termasuk sejauh mana mereka akan melakukan liberalisasi pasar keuangan mereka. Sistem pembayaran yang canggih, transparan dan efisien hanya akan tercipta jika semua negara anggota APEC berada pada tahap liberalisasi pasar keuangan yang secara relatif sama.
Artinya negara seperti Indonesia yang tidak memiliki capital control harus mulai menerapkan capital controlseperti yang diterapkan oleh China, sehingga China nantinya melakukan liberalisasi pasar modal mereka.
IMF juga mulai menyetujui langkah-langkah negara berkembang untuk melakukan kontrol modal keluar. Dengan demikian, APEC tidak boleh menjadi organisasi banci yang memiliki sistem ekonomi yang mendua dan berbeda. Harmonisasi tidak hanya dalam konteks tarif tetapi juga nontarif seperti sistem pembayaran. Negara berkembang di dalam APEC akan memiliki kecenderungan untuk memiliki sistem pembayaran yang berbeda-beda jika APEC tidak memiliki road map-nya sendiri.
Konsekuensinya, di masa depan negara berkembang anggota APEC boleh jadi memiliki kesamaan sistem dengan negara-negara dalam Uni Eropa. Dan jika itu yang terjadi, relevansi pentingnya APEC di Asia dan Pasifik menjadi semakin tidak relevan lagi.
Perbedaan dalam sistem pembayaran tidak dapat dikunci oleh segala bentuk kerja sama yang selama ini dilakukan dalam APEC jika APEC ingin membentuk pasar bersama yang efisen di masa depan.
Zarnowitz tahun 1987 mengatakan: “predicting a general downturn is always unpopular and predicting it prematurely—ahead of others— may prove quite costly to the forecaster and his customers”.
Mengingat sulitnya melakukan forecasting, solusi lainnya adalah memecah APEC dalam dua bagian dalam rangka menuju APEC yang satu. Bagian Asia mengacu pada sistem pembayaran yang dikembangkan oleh China dan bagian Amerika termasuk Amerika Latin, mengacu pada sistem pembayaran Amerika Serikat.
Dengan adanya rencana ini, polarisasi yang beragam dapat dihindari di masa depan dan keuntungan lainnya adalah terciptanya skala ekonomi yang efisien di kedua benua tersebut. Jika memang nantinya diinginkan, kedua sistem pembayaran tersebut dapat dilebur menjadi satu seperti yang terjadi di Eropa.
Dengan hanya adanya dua sistem pembayaran, langkah sinergi menjadi relatif mudah dilakukan. Seandainya internasionalisasi yuan terjadi tidak mulus, yen dapat dijadikan jangkar bagi sistem pembayaran Asia.
Atau paling tidak Asia menganut tiga sistem pembayaran, yaitu Amerika Serikat,yuan,dan yen agar restriksi dalam membentuk sistem pembayaran yang sehat tidak terlalu ketat. Jika langkah ini yang dilakukan maka sangat mungkin sistem pembayaran Amerika Serikat akan menjadi jangkar sistem pembayaran di Asia, sehingga jika ini yang terjadi APEC maka akan semakin cepat untuk melakukan harmonisasi sistem pembayaran.
Apa pun yang bakal terjadi maka APEC diperlukan lembaga pengatur pasar sistem pembayaran yang khusus bagi APEC. Lembaga ini harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Untuk mencapai tahap itu, langkah awal yang mudah adalah dengan menjadikan Bank Sentral Amerika Serikat sebagai lembaga regulator sistem pembayaran di APEC.
Perlu diingat bahwa Bank Sentral Amerika Serikat telah memainkan peran yang sangat aktif dalam menyelamatkan sistem pembayaran di seluruh dunia ketika krisis ekonomi mulai berjalan sejak tahun 2008 yang lalu. Ini merupakan modal dasar yang sangat penting bagi regulator pasar di APEC itu sendiri. Bank Sentral China belum mampu melakukan langkah ini hingga sepuluh tahun ke depan.
ACHMAD DENI DARURI
President Director Center for Banking Crisis
(lns)