KPK belum puas hasil PP 103/2012
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempersoalkan Peraturan Pemerintah (PP) No 103/2012 revisi dari PP No 63/2005 tentang sistem Sumber Daya Manusia (SDM) KPK yang sudah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 10 Desember 2012 lalu.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pihaknya sudah menerima PP No 103/2012 sejak Selasa 11 Desember 2012 kemarin. Menurutnya, PP itu ditandatangani Presiden pada 10 Desember dan bukan tanggal 7 Desember seperti yang disebutkan beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan, jajaran pimpinan dan pejabat KPK kemarin langsung mengkaji secara intensif PP tersebut. Menurutnya, dari kajian awal ditemukan ada sejumlah perbedaan mencolok antara PP No 103 dengan PP No 63.
"Karena ada beberapa pasal-pasal terutama ayat yang harus diperjelas dulu dari sisi KPK. Yang agak berbeda itu pasal 5 ayat 9 PP No 103/2012, di situ disebutkan untuk melakukan alih status pegawai mendapat persetujuan atau izin dari intansi dan pimpinan intansi awal yang bersangkutan," kata Johan saat konferensi pers, di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (12/12/12).
Dia menyatakan, selain itu perlu diperjelas baik PP No 63/2005 atau pun No 103/2002 bukan hanya persoalan penyidik dari unsur kepolisian. Dia menjelaskan, PP tersebut berkaitan erat denfan PNS yang dipekerjakan di KPK mulai dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak), Sekretariat Negara, dan lain.
Untuk itu kata dia, penyidik berbagai pihak jangan seolah-olah mereduksi PP itu hanya untuk penyidik Polri di KPK.
"Tetapi apapun PP itu sudah ditandatangani Presiden pada tanggal 10 Desember 2012, dan itu tidak berlaku surut. Jadi sudah berlaku sejak saat itu ditandatangani," ungkapnya.
Saat ditanyakan selain pasal 5 ayat 9, apakah ada pasal dan ayat lain yang menimbulkan perbedaan, Johan mengaku belum mengetahui secara rinici. Intinya kata dia, sejumlah pasal memang berbeda.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pihaknya sudah menerima PP No 103/2012 sejak Selasa 11 Desember 2012 kemarin. Menurutnya, PP itu ditandatangani Presiden pada 10 Desember dan bukan tanggal 7 Desember seperti yang disebutkan beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan, jajaran pimpinan dan pejabat KPK kemarin langsung mengkaji secara intensif PP tersebut. Menurutnya, dari kajian awal ditemukan ada sejumlah perbedaan mencolok antara PP No 103 dengan PP No 63.
"Karena ada beberapa pasal-pasal terutama ayat yang harus diperjelas dulu dari sisi KPK. Yang agak berbeda itu pasal 5 ayat 9 PP No 103/2012, di situ disebutkan untuk melakukan alih status pegawai mendapat persetujuan atau izin dari intansi dan pimpinan intansi awal yang bersangkutan," kata Johan saat konferensi pers, di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (12/12/12).
Dia menyatakan, selain itu perlu diperjelas baik PP No 63/2005 atau pun No 103/2002 bukan hanya persoalan penyidik dari unsur kepolisian. Dia menjelaskan, PP tersebut berkaitan erat denfan PNS yang dipekerjakan di KPK mulai dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak), Sekretariat Negara, dan lain.
Untuk itu kata dia, penyidik berbagai pihak jangan seolah-olah mereduksi PP itu hanya untuk penyidik Polri di KPK.
"Tetapi apapun PP itu sudah ditandatangani Presiden pada tanggal 10 Desember 2012, dan itu tidak berlaku surut. Jadi sudah berlaku sejak saat itu ditandatangani," ungkapnya.
Saat ditanyakan selain pasal 5 ayat 9, apakah ada pasal dan ayat lain yang menimbulkan perbedaan, Johan mengaku belum mengetahui secara rinici. Intinya kata dia, sejumlah pasal memang berbeda.
(rsa)