Otda setengah hati picu korupsi

Rabu, 12 Desember 2012 - 09:00 WIB
Otda setengah hati picu korupsi
Otda setengah hati picu korupsi
A A A
Sindonews.com - Kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dan pejabat di lingkungan pemerintah daerah (Pemda), dipicu oleh penerapan kebijakan otonomi daerah (otda) yang masih setengah hati.

"Untuk apa ada otonomi daerah jika kementerian sampai mengurusi pengelolaan keuangan sampai ke tingkat daerah? Apalagi kementerian itu menjadikan dinas-dinas di daerah sebagai unit pelaksana teknis penyampaian anggaran dari pemerintah pusat," kata Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa saat dihubungi Sindonews, Rabu (12/12/2012).

Kebijakan tata kelola keuangan ini, dia menyampaikan, memicu adanya praktik korupsi oleh kepala daerah dan pejabat Pemda. Sehingga, korupsi bukan dipicu persoalan ketidaktahuan aturan oleh kepala daerah.

Dia tidak memungkiri, memang ada sebagian kepala daerah yang tidak paham konteks Undang-Undang, sehingga memicu adanya praktik korupsi. Namun, menurut dia, hal itu bukan menjadi faktor utama.

"Sebenarnya sumber korupsi, karena daerah masih dimiskinkan. Karena persoalannya, keuangan daerah selalu mengalami defisit. Untuk menutupi defisit itu, semua cara dilakukan, termasuk korupsi," tandasnya.

Politikus Partai Golkar itu mengingatkan, seharusnya kementerian hanya membuat kebijakan sektoral, dan tidak mengurusi keuangan sampai ke tingkat desa. Akhirnya, karena semua penganggaran dilakukan di pusat, semua berlomba-lomba datang ke Jakarta.

Dia menyebutkan, itulah yang mengakibatkan kongkalingkong terjadi. Jika tidak ingin ada praktik kongkalingkong, dia menegaskan, sebaiknya pemerintah konsisten menertibkan para menteri itu.

Agun mengutarakan, Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2013 sebesar Rp31 triliun masih jauh dari ideal jika itu diperuntukkan bagi semua daerah di Indonesia. Menurutnya, upaya itu akan sia-sia saja jika politik ABPN untuk daerah masih menggunakan pola lama.

"Jadi omong kosong kalau korupsi diberantas, tapi politik APBN-nya seperti itu. Menurut saya mengumpulkan kepala daerah untuk diberikan penjelasan oleh penegak hukum itu sesuatu yang tidak akan berdampak apa-apa. Selama kebijakannya masih memiskinkan daerah dan kementerian masih mencampuri urusan keuangan daerah, itu tak akan berpengaruh," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden SBY dalam pidato peringatan puncak Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin 10 Desember 2012 lalu mengatakan, berdasarkan pengalamannya dalam delapan tahun terakhir, ada dua jenis korupsi.

Pertama, pejabat memang berniat untuk melakukan korupsi. Kedua, tindak pidana korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat terhadap peraturan perundang-undangan.

Sehingga, SBY melanjutkan, negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi, tetapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya. Ini terjadi laintaran kepala daerah perlu secepat mungkin dalam pengambilan keputusan dan kebijakan.

Karena itu, presiden berencana mengumpulkan jajaran pemerintah, khususnya pejabat yang menyusun dan mengelola anggaran, beserta gubernur, bupati, wali kota se-Indonesia pada Januari 2013 mendatang.

Pada kesempatan itu, presiden akan meminta aparat penegak hukum, termasuk BPK, BPKP, dan PPATK untuk menjelaskan kepada semua kepala daerah perihal tindak pidana korupsi.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6148 seconds (0.1#10.140)