Banyak intervensi penanganan perkara di Kejagung

Senin, 03 September 2012 - 08:02 WIB
Banyak intervensi penanganan perkara di Kejagung
Banyak intervensi penanganan perkara di Kejagung
A A A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai lamban dalam mengungkap dan menyelesaikan sejumlah kasus, khusunya menyangkut perkara tindak pidana korupsi. Hal itu tidak terlepas dari banyaknya intervensi pihak-pihak yang menginginkan agar perkaranya tidak diteruskan ke proses penyidikan maupun penuntutan.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Herman Hery mengakui, intervensi di lembaga hukum seperti Kejagung merupakan hal yang biasa dan lumrah terjadi. Mengingat, banyak pihak-pihak yang berpentingan, terutama yang tengah terbelit kasus hukum di institusi penegak hukum tersebut.

"Kalau intervensi, di lembaga penegak hukum merupakan hal yang biasa dan lumrah terjadi. Banyak orang yang berperkara yang ingin kasusnya dihentikan, dan itu sangat lumrah terjadi," kata Herman Hery saat dihubungi SINDO, Minggu 2 September 2012.

Menurut Herman, sebenarnya intervensi tidak menjadi soal sepanjang integritas aparat penegak hukum yang menangani perkara tersebut bisa terjaga. Berdasarkan data yang dirilis Kejaksaan Agung, selama periode Januari-Juni 2012, perkara korupsi yang disidik Kejaksaan seluruh Indonesia hanya sebanyak 450 perkara.

Jumlah itu relatif kecil, karena hanya 33 persen dari target sebanyak 1.380 perkara. "Ini kan sangat jauh dari target, ada apa dengan penegak hukum kita," katanya.

Menurut Herman, tidak optimalnya kinerja Kejaksaan tidak terlepas dari lemahnya leadership atau kepemimpinan lembaga tersebut. Seharusnya, pimpinan bisa memberikan inspirasi positif dalam rangka peningkatan kinerja dan peningkatan kualitas SDM.
"Integritas bisa muncul tergantung pimpinan sebagai lokomotif institusi, pimpinan punya niat tidak? Punya kualitas tidak? Kalau tidak, hasilnya bisa kita lihat sendiri," kata dia.

Anggota Komisi III DPR lainnya, Ahmad Yani tidak menampik adanya intervensi pada lembaga penegak hukum. Namun, kata dia, lambannya kinerja Kejagung bukan karena faktor intervensi pihak-pihak, tapi hanya menyangkut masalah profesionalitas, optimalitas, dan maksimalitas kerja, yang tidak didukung tenaga yang handal.

"Jadi bukan karena intervensi," kata Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (FPP) tersebut.

Yani mengakui, fokus kinerja dan kapabilitas dari jaksa memang sangat menurun. Apalagi jika melihat, kinerja penyidikan kasus korupsi kejaksaan selama semester I 2012 yang dinilai kurang optimal. Dari target penyelesaian sebanyak 1.380 perkara, hanya berhasil menyelesaikan sebanyak 450 perkara.

"Saya kita Jaksa Agung harus mengevaluasi sistem kerja dan rekrutmem penempatan pejabat di di kejari dan kejati di seluruh Indonesia, termasuki di pusat," harapnya.

Yani mengatakan, saat ini institusi kejaksaan sudah diberikan remunerasi meski belum mencapai maksimal, 100 persen. Termasuk penempatan kejari dan kejati juga dikuai belum 100 persen berdasarkan kinerja dan rekam jejak yang bagus. "Intinya, harus ada peratian serius dari Jaksa Agung," ungkapnya.

Anggota komisi III DPR dari Fraksi PD Didi Irawady Syamsudin justru tidak ingin berpolemik ada tidaknya intervensi dalam penanganan perkara di Kejagung. Politisi dari Demokrat tersebut, mengaku belum mengetahui secara pasti apakah ada intervensi dalam setiap penanganan perkara di lembaga hukum itu.

"Bicara intervensi, saya kurang mengetahui siapa pihak-pihak yang mengintervensi, tapi kalaupun ada harus diperjelas dari kalangan mana?" katanya.

Dia berharap, data yang dirilis Kejagung, selama periode Januari-Juni 2012, baru bisa menyelesaikan 33 persen dari target 1.380 perkara korupsi, perlu dipertanyakan kembali ke Jaksa Agung. "Harus ditanyakan ulang ke Jaksa Agung," pintanya.

Didi melihat, lambanya penangana perkara bukan karena faktor Kejaksaan saja, tapi ada faktor-faktor lain. Misalnya, anggaran yang minim dan SDM yang terbatas. "Kita hanya meminta kepada Jaksa Agung agar mengintruksikan kepada bawahannya, baik kejati dan kejari di seluruh indo agat bisa memaksimalkan kinerja kedepan, agar pemberantasan korupsi bisa berjalan sesuai harapan masyarakat," terangnya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) belum bisa memberikan komentar terkait maraknya intervensi dalam penanganan kasus dugaan korupsi di kejagung. Saluran telephon dan pesan singkat yang dikirimkan sampai berita ini diturunkan belum mendapatkan respon.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7750 seconds (0.1#10.140)