Komnas HAM Minta Polri-Kejagung Cegah Penyebaran Corona di Rutan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong Polri dan Kejaksaan Agung mengikuti langkah Kementerian Hukum dan HAM dalam mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di antara para tahanan yang kini mendekam di rumah tahanan (Rutan).
Langkah yang dapat dilakukan baik oleh Polri maupun Kejagung adalah dengan menerapkan asimilasi bagi para tahanan dengan menerbitkan instruksi kepada jajaran di bawahnya, baik rutan di tingkat polsek, polres, polda, maupun di Mabes Polri. Begitu pula rutan Kejari, Kejati, maupun Kejagung. (Baca juga: 30 Ribuan Napi Akan Bebas Lebih Cepat, Negara Bisa Menghemat Anggaran)
"Kebijakan Menkumham harus diikuti oleh penegak hukum lainnya, dalam hal ini Polri dan Kejaksaan. Asimilasi dapat diberlakukan kecuali bagi mereka yang residivis atau memiliki catatan melarikan diri dan atau menghilangkan serta merusak barang bukti. Termasuk penilaian subjektif penyidik," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Kamis (2/4/2020). (Baca juga: Soal Pembebasan Napi, Kemenkumham Diminta Tak Diskriminatif)
Dia menegaskan, para tahanan tersebut tidak dibebaskan karena masih dalam tahapan di kepolisian dan belum ada keputusan dari pengadilan. Mereka hanya dikenakan tahanan kota atau tahanan rumah. “Iya, itu alternatifnya, (tahanan) rumah atau kota. Tidak ditahan di rutan saja. Aturan hukumnya ada di KUHAP," katanya. (Baca juga: Cegah Penyebaran Corona di Lapas, Menkumham Usul 300 Napi Koruptor Dibebaskan)
Senada, Komisioner Komnas HAM lainnya, Amiruddin berpendapat untuk mengurai persoalan kelebihan kapasitas sebuah rutan yang berpotensi ancaman besar bagi penyebaran COVID-19, maka Kapolri dapat mengeluarkan peraturan Kapolri untuk mempertegas Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak tersebut. "Meski pun demikian polisi perlu menyiapkan mekanisme pengawasannya atau diberi wajib lapor," ucapnya.
Amiruddin melanjutkan pembebasan sementara tahanan itu guna menciptakan ruang jaga jarak antar tahanan di balik jeruji bukan untuk menghapus pidana yang disangkakan. "Karena tindak pidana harus diproses. Untuk saat ini (karena penyebaran COVID-19) ditunda dulu," imbuh Amiruddin.
Berdasarkan data Kemenkes hingga Rabu, 1 April 2020, sebanyak 1.677 kasus Corona terdeteksi di Indonesia di mana 157 orang di antaranya meninggal dunia dan 103 orang di antaranya sembuh.
Terpisah, Nelly Siringoringo, istri dari salah satu penghuni Rutan Bareskrim Mabes Polri menyatakan Kapolri harus mendukung kebijakan pemerintah mengatasi penyebaran masal virus Corona, melalui darurat kesehatan masyarakat dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Dia memperkirakan, total penghuni rutan-rutan yang tersebar di kantor-kantor kepolisian tersebut berjumlah puluhan bahkan ratusan ribu. Biasanya mereka dikumpulkan di dalam satu ruangan sel yang jumlahnya dapat mencapai belasan orang. Maka, sangat mungkin para penghuni rutan-rutan tersebut berisiko tinggi terpapar COVID-19.
”Demi mencegah penyebaran wabah Corona, dan menyuksekan kebijakkan yang telah dicanangkan pemerintah. Presiden Jokowi perlu meminta Kapolri supaya mengeluarkan kebijakan yaitu, membebaskan, menangguhkan, atau mengalihkan tahanan menjadi tahanan kota atau rumah bagi para penghuni rutan-rutan yang berada di bawah institusinya.
“Implementasinya Kapolri harus menginstruksikan seluruh jajaran nya untuk memgeluarkan semua tahanan di Rutan-rutan seluruh wilayah kepolisian Indonesia dari Mabes Polri sampe polsek,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly telah memberikan asimilasi dan integrasi terhadap 30.000 tahanan dewasa dan anak di Indonesia untuk mengantisipasi penyebaran COVID 19 di Lembaga Permasyarakatan (Lapas).
Kemenkumham saat ini bahkan berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal itu lantaran napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lainnya.
Langkah yang dapat dilakukan baik oleh Polri maupun Kejagung adalah dengan menerapkan asimilasi bagi para tahanan dengan menerbitkan instruksi kepada jajaran di bawahnya, baik rutan di tingkat polsek, polres, polda, maupun di Mabes Polri. Begitu pula rutan Kejari, Kejati, maupun Kejagung. (Baca juga: 30 Ribuan Napi Akan Bebas Lebih Cepat, Negara Bisa Menghemat Anggaran)
"Kebijakan Menkumham harus diikuti oleh penegak hukum lainnya, dalam hal ini Polri dan Kejaksaan. Asimilasi dapat diberlakukan kecuali bagi mereka yang residivis atau memiliki catatan melarikan diri dan atau menghilangkan serta merusak barang bukti. Termasuk penilaian subjektif penyidik," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Kamis (2/4/2020). (Baca juga: Soal Pembebasan Napi, Kemenkumham Diminta Tak Diskriminatif)
Dia menegaskan, para tahanan tersebut tidak dibebaskan karena masih dalam tahapan di kepolisian dan belum ada keputusan dari pengadilan. Mereka hanya dikenakan tahanan kota atau tahanan rumah. “Iya, itu alternatifnya, (tahanan) rumah atau kota. Tidak ditahan di rutan saja. Aturan hukumnya ada di KUHAP," katanya. (Baca juga: Cegah Penyebaran Corona di Lapas, Menkumham Usul 300 Napi Koruptor Dibebaskan)
Senada, Komisioner Komnas HAM lainnya, Amiruddin berpendapat untuk mengurai persoalan kelebihan kapasitas sebuah rutan yang berpotensi ancaman besar bagi penyebaran COVID-19, maka Kapolri dapat mengeluarkan peraturan Kapolri untuk mempertegas Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak tersebut. "Meski pun demikian polisi perlu menyiapkan mekanisme pengawasannya atau diberi wajib lapor," ucapnya.
Amiruddin melanjutkan pembebasan sementara tahanan itu guna menciptakan ruang jaga jarak antar tahanan di balik jeruji bukan untuk menghapus pidana yang disangkakan. "Karena tindak pidana harus diproses. Untuk saat ini (karena penyebaran COVID-19) ditunda dulu," imbuh Amiruddin.
Berdasarkan data Kemenkes hingga Rabu, 1 April 2020, sebanyak 1.677 kasus Corona terdeteksi di Indonesia di mana 157 orang di antaranya meninggal dunia dan 103 orang di antaranya sembuh.
Terpisah, Nelly Siringoringo, istri dari salah satu penghuni Rutan Bareskrim Mabes Polri menyatakan Kapolri harus mendukung kebijakan pemerintah mengatasi penyebaran masal virus Corona, melalui darurat kesehatan masyarakat dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Dia memperkirakan, total penghuni rutan-rutan yang tersebar di kantor-kantor kepolisian tersebut berjumlah puluhan bahkan ratusan ribu. Biasanya mereka dikumpulkan di dalam satu ruangan sel yang jumlahnya dapat mencapai belasan orang. Maka, sangat mungkin para penghuni rutan-rutan tersebut berisiko tinggi terpapar COVID-19.
”Demi mencegah penyebaran wabah Corona, dan menyuksekan kebijakkan yang telah dicanangkan pemerintah. Presiden Jokowi perlu meminta Kapolri supaya mengeluarkan kebijakan yaitu, membebaskan, menangguhkan, atau mengalihkan tahanan menjadi tahanan kota atau rumah bagi para penghuni rutan-rutan yang berada di bawah institusinya.
“Implementasinya Kapolri harus menginstruksikan seluruh jajaran nya untuk memgeluarkan semua tahanan di Rutan-rutan seluruh wilayah kepolisian Indonesia dari Mabes Polri sampe polsek,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly telah memberikan asimilasi dan integrasi terhadap 30.000 tahanan dewasa dan anak di Indonesia untuk mengantisipasi penyebaran COVID 19 di Lembaga Permasyarakatan (Lapas).
Kemenkumham saat ini bahkan berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal itu lantaran napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lainnya.
(cip)