Kekebalan Tubuh dan Covid-19

Kamis, 02 April 2020 - 07:07 WIB
Kekebalan Tubuh dan Covid-19
Kekebalan Tubuh dan Covid-19
A A A
Ali Khomsan

Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB

FUNGSI kekebalan tubuh akan mulai turun ketika seseorang semakin tua. Turunnya kekebalan ini dicirikan oleh merosotnya jumlah dan aktivitas sel-sel T yang antara lain berfungsi melawan virus dan sel tumor. Selain itu sel-sel T yang berkurang juga akan mengurangi efektivitas sel darah putih untuk menyingkirkan penyakit infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Bertambahnya usia biasanya juga dibarengi dengan kehadiran prostaglandin E2 yang akan semakin menekan fungsi kekebalan tubuh.

Kekebalan tubuh merupakan fungsi dari asupan gizi yang dikonsumsi seseorang. Selain itu kekebalan tubuh dipengaruhi tingkat stres yang kita alami. Semakin tinggi stres, seseorang lebih mudah terjangkit penyakit bila terpapar sumber penyakit seperti virus.

Covid-19 kini telah menjadi penyakit pandemi dunia. Persebarannya melalui droplets dari penderita yang sudah positif Covid-19 maupun carrier yang belum tentu menunjukkan gejala, tetapi sesungguhnya sudah menjadi pembawa virus. Itulah sebabnya social distancing ataupun physical distancing , yang intinya menjauhkan droplets terhisap oleh tubuh kita, harus dipatuhi.

Covid-19 telah mengubah cara hidup kita. Mulai pelajar, pegawai kantoran sampai pekerja harian semua terdampak. Bahkan cara peribadatan juga mengalami pergesaran, semula masjid ramai dikunjungi umat Islam, kini jamaah semakin surut. Sebagian masjid meniadakan salat Jumat. Bila Covid-19 terus berlanjut, ibadah di bulan Ramadan akan terasa sangat berbeda. Mungkin jamaah umat Islam akan takut datang ke masjid untuk salat tarawih berjamaah.

Perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat dihasilkan oleh kehadiran vitamin E, seng, dan vitamin C. Sel limfosit dan mononuclear di dalam tubuh manusia mengandung konsentrasi vitamin E yang paling tinggi. Hal ini mengungkapkan betapa pentingnya vitamin E di dalam fungsi kekebalan tubuh. Oleh karena itu konsumsi vitamin E yang cukup akan bermanfaat untuk pembentukan antibodi dan mengurangi morbiditas (kesakitan) serta mortalitas (kematian) sekaligus. Penelitian-penelitian menyangkut kekebalan tubuh ini sudah cukup banyak dilakukan pada hewan percobaan.

Vitamin E dapat ditemukan pada makanan yang berlemak seperti minyak sawit, minyak kedelai, minyak jagung, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari kita bisa memperoleh kurang lebih 25 IU vitamin E. Untuk mendapatkan vitamin E dosis tinggi sering kali orang mengandalkan suplemen.

Kebanyakan pakar menyebutkan bahwa dosis harian suplemen vitamin E sebesar 400-800 IU masih dikatakan aman. Keracunan vitamin E dapat terjadi bila konsumsi melebihi 3.200 IU setiap hari. Tanda-tanda keracunan vitamin E adalah pusing-pusing, diare, dan tekanan darah tinggi. Oleh karena itu sebelum menelan vitamin E dosis tinggi sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk mencegah efek samping yang tidak dikehendaki.

Fungsi kekebalan tubuh tidak bisa dilepaskan dari keberadaan kelenjar timus yang terselip di leher di belakang ujung tulang dada. Pada waktu lahir manusia memiliki kelenjar timus yang ukurannya lebih besar daripada jantungnya. Semakin meningkat usia kelenjar timus ini semakin mengecil sehingga kehilangan dayanya sebagai pabrik kekebalan tubuh.

Bila kelenjar timus sudah kurang aktif, sel-sel T sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh menjadi tidak cukup masak untuk menemukan penyerang-penyerang asing yang akan menimbulkan infeksi penyakit bagi tubuh kita. Tanpa bimbingan sel-sel T, sel-sel B akan gagal membentuk antibodi, padahal antibodi adalah senjata tubuh untuk menangkal intervensi infeksi yang menyusup ke tubuh manusia. Penyakit yang ringan-ringan seperti influenza dengan mudah bisa ditangkal ketika kita muda, tetapi penyakit ini bisa mematikan ketika usia kita merambat tua Risiko kematian akibat influenza pada orang berusia 70 tahun adalah 35 kali lipat dari mereka yang berusia 10 tahun.

Riset pada akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kemerosotan fungsi kelenjar timus bisa diatasi dengan mineral seng. Seng akan meremajakan kelenjar timus dan membuatnya berfungsi optimal sebagaimana ketika muda dulu.

Percobaan pada tikus yang sudah mengalami penurunan fungsi kelenjar timus membuktikan bahwa dosis rendah mineral seng akan mampu memulihkan 80% fungsi timus. Dengan pemulihan ini kekebalan tubuh tikus dapat ditingkatkan karena kelenjar timus lebih aktif memproduksi sel-sel T.

Sangat menarik bahwa seng ternyata mampu memberikan perlindungan menyeluruh bagi tubuh dengan menjalankan fungsinya sebagai antioksidan. Bila kita kekurangan seng, radikal-radikal bebas yang merusak sel akan berkeliaran di dalam tubuh. Studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa binatang yang kekurangan seng memiliki radikal bebas 20% lebih tinggi daripada binatang yang kadar sengnya normal.

Dosis harian 15-30 mg seng kiranya cukup untuk membuat optimal fungsi kekebalan tubuh kita. Dosis yang lebih tinggi mungkin diperlukan bila kita sudah menginjak usia manula, tetapi jangan lebih dari 50 mg/hari. Diperlukan nasihat dokter bila kita akan menelan seng dosis tinggi karena adanya efek samping, yaitu seng dosis tinggi justru akan menekan kekebalan tubuh.

Bagi kaum vegetarian memang cukup sulit untuk mendapatkan seng dalam jumlah cukup untuk mendukung kekebalan tubuh. Sumber seng banyak ditemukan pada pangan hewani seperti daging, kerang-kerangan, dan tiram. Pangan nabati seperti padi-padian (serealia), kacang-kacangan, dan biji-bijian sebenarnya juga cukup banyak mengandung seng, tetapi sayangnya jenis makanan ini juga mengandung unsur yang mengurangi penyerapan seng. Jadi sumber seng yang terbaik adalah tetap pangan hewani.

Untuk menangkal infeksi virus atau bakteri seseorang harus mempunyai sistem kekebalan tubuh yang baik. Hal ini antara lain dipengaruhi juga oleh asupan vitamin C yang memadai. Demikian pula dalam kondisi stres yang umumnya akan menurunkan imunitas dan memboroskan gizi, dibutuhkan suplementasi vitamin C yang cukup. Dalam suatu penelitian, sejumlah 27% kelompok orang yang mengalami stres ringan segera terjangkit flu ketika dipapari dengan virus flu. Sementara itu jumlah yang terserang flu menjadi 47% apabila mereka sedang stres berat.

Di saat Covid-19 merebak menjadi pandemi di banyak negara, termasuk Indonesia, anjuran meningkatkan makan sayur dan buah sebagai sumber vitamin C untuk kekebalan tubuh adalah sangat penting. WHO menganjurkan konsumsi sayur dan buah setiap hari 400 g terdiri atas 250 g buah dan 150 g sayuran. Sayang sekali konsumsi rata-rata penduduk Indonesia hanya mencapai sekitar 100 g. Padahal Indonesia sebagai negara tropis dengan lahan yang subur mampu menumbuhkan aneka ragam sayur dan buah dengan jumlah melimpah.

Pada dasarnya makanan yang kita konsumsi sehari-hari bisa menjadi penyebab munculnya penyakit, tetapi bisa juga menjadi penangkal atau obat. Tergantung pada apakah kita membiasakan diri untuk makan secara bijaksana atau tidak. Kunci pencapaian gizi seimbang yang akan menopang kesehatan dan kekebalan tubuh kita adalah mengonsumsi aneka ragam makanan secara moderat. Artinya jangan berlebihan dan jangan sampai kurang.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5132 seconds (0.1#10.140)