Pemerintah Harus Penuhi Kebutuhan Masyarakat saat Physical Distancing
A
A
A
JAKARTA - Penerapan kebijakan social distancing yang telah diubah WHO menjadi physical distancing guna memutus mata rantai wabah virus Corona (COVID-19), membuat masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah kesulitan untuk menjalankannya. (Baca juga: Corona Kian Mengganas, 790 Orang Positif, 58 Meninggal Dunia)
Pasalnya, di satu sisi mereka harus memenuhi kebutuhan pokok dengan bekerja dan mengambil risiko terpapar COVID-19. Untuk itu, pemerintah dan BUMN harus turun tangan dalam membantu pemenuhan kebutuhan tersebut. (Baca juga: Korban Corona Terus Bertambah, Jokowi Didesak Ambil Opsi Lockdown)
“Konsekuensi penerapan social distancing seharusnya dipersiapkan sebelum kebijakan itu ditetapkan. Pertama supply dan pemenuhan kebutuhan pokok pada saat orang terkonsentrasi di rumah masing-masing,” kata Peneliti Senior Kebijakan Publik dan Swasta UNDP Pheni Chalid, Rabu (25/3/2020).
Pheni melihat, bagi mereka yang mampu dapat memborong dan menyetok kebutuhan untuk beberapa waktu. Sedangkan bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah, mereka harus bekerja setiap hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena, tidak ada pilihan lain selain mengabaikan terpapar Corona dengan tetap keluar dan bekerja. Karena tanpa bekerja keluarga mereka tidak makan.
“Apalagi ditambah beban kuota internet atau langganan tv serta pengadaan permainan-permainan agar anak dan angota betah tingal di rumah berhari hari. Begitu pula, sarana yang memungkinkan anggota keluarga bertahan di rumah juga harus tersedia dan dipenuhi. Hal itu berarti pembengkakan biaya bagi keluarga,” ujarnya.
Karena itu, menurut Pheni, Pemerintah Pusat dan Daerah harus turun tangan untuk menjamin kebutuhan pokok tersedia, pengantaran barang dan jasa juga harus terjamin ke setiap rumah masyarakat. Jika tidak, social distancing tidak akan berjalan efektif karena, kebutuhan pokok harus dipenuhi dengan keluar rumah. Perusahaan BUMN wajib ikut serta mendukung social distancing ini.
“Begitu pula perusahaan perusahaan swasta nasional dan internasional yang selama ini berhasil meraup keuntungan beroperasi di Indonesia harus ikut bagian dalam usaha menanggulangi ancaman virus pandemi ini,” imbuh Pheni.
Kemudian, lanjut dia, kebijakan ini juga berdampak terhadap pendidikan yang mana, diterapkan kuliah dan belajar secara daring. Sekarang telah seminggu lebih penerapan social distancing, dan hal itu melambungkan kebutuhan rumah tangga khususnya untuk komunikasi digital, jaringan internet dan sosmed lainnya. Hal ini seharusnya dijadikan momentum untuk meringankan masyarakat, bukan justru kesempatan meraup untung dengan adanya musibah ini.
“Karena kuliah, belajar dan penugasan sistim digital. Tiap hari belajar menggunakan seperti Google Scholar, Zoom, Vidcom, dan sebagainya. Kesemuanya butuh jaringan yang tidak gratis,” katanya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai wajar jika provider internet menawarkan layanan internet gratis atau paling tidak memptong setengah harga dari biaya kuota kepada para pelanggannya.
Begitu juga dengan pemilik stasiun televisi, sambung dia, mereka harus menyajikan tontonan yang menghibur dan juga mendidik. Karena, anak sekolah berada di rumah seharian penuh dan agar masyarakat oun betah berada di rumah.
Namun yang paling penting, kata Pheni, kebutuhan pokok seperti gas dapur, beras, gula, dan kebutuhan rumah tangga lainnya harus dijamin ketersediaan dan distribusinya oleh pemerintah. Begitu pula untuk kebutuhan obat, selayaknya apotek menyediakan layanan antar dan jika memungkinkan menekan harga.
“Sedangkan BUMN, wajib terjun lansung dalam bentuk dana, support dan tenaga dalam menopang social distancing ini. Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat menengah ke bawah harus menjadi concern utama pemerintah dalam memutuskan kebijakan social distancing. Karena kelompok ini rentan pendapatan dan akses,” tegas Pheni.
Pasalnya, di satu sisi mereka harus memenuhi kebutuhan pokok dengan bekerja dan mengambil risiko terpapar COVID-19. Untuk itu, pemerintah dan BUMN harus turun tangan dalam membantu pemenuhan kebutuhan tersebut. (Baca juga: Korban Corona Terus Bertambah, Jokowi Didesak Ambil Opsi Lockdown)
“Konsekuensi penerapan social distancing seharusnya dipersiapkan sebelum kebijakan itu ditetapkan. Pertama supply dan pemenuhan kebutuhan pokok pada saat orang terkonsentrasi di rumah masing-masing,” kata Peneliti Senior Kebijakan Publik dan Swasta UNDP Pheni Chalid, Rabu (25/3/2020).
Pheni melihat, bagi mereka yang mampu dapat memborong dan menyetok kebutuhan untuk beberapa waktu. Sedangkan bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah, mereka harus bekerja setiap hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena, tidak ada pilihan lain selain mengabaikan terpapar Corona dengan tetap keluar dan bekerja. Karena tanpa bekerja keluarga mereka tidak makan.
“Apalagi ditambah beban kuota internet atau langganan tv serta pengadaan permainan-permainan agar anak dan angota betah tingal di rumah berhari hari. Begitu pula, sarana yang memungkinkan anggota keluarga bertahan di rumah juga harus tersedia dan dipenuhi. Hal itu berarti pembengkakan biaya bagi keluarga,” ujarnya.
Karena itu, menurut Pheni, Pemerintah Pusat dan Daerah harus turun tangan untuk menjamin kebutuhan pokok tersedia, pengantaran barang dan jasa juga harus terjamin ke setiap rumah masyarakat. Jika tidak, social distancing tidak akan berjalan efektif karena, kebutuhan pokok harus dipenuhi dengan keluar rumah. Perusahaan BUMN wajib ikut serta mendukung social distancing ini.
“Begitu pula perusahaan perusahaan swasta nasional dan internasional yang selama ini berhasil meraup keuntungan beroperasi di Indonesia harus ikut bagian dalam usaha menanggulangi ancaman virus pandemi ini,” imbuh Pheni.
Kemudian, lanjut dia, kebijakan ini juga berdampak terhadap pendidikan yang mana, diterapkan kuliah dan belajar secara daring. Sekarang telah seminggu lebih penerapan social distancing, dan hal itu melambungkan kebutuhan rumah tangga khususnya untuk komunikasi digital, jaringan internet dan sosmed lainnya. Hal ini seharusnya dijadikan momentum untuk meringankan masyarakat, bukan justru kesempatan meraup untung dengan adanya musibah ini.
“Karena kuliah, belajar dan penugasan sistim digital. Tiap hari belajar menggunakan seperti Google Scholar, Zoom, Vidcom, dan sebagainya. Kesemuanya butuh jaringan yang tidak gratis,” katanya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai wajar jika provider internet menawarkan layanan internet gratis atau paling tidak memptong setengah harga dari biaya kuota kepada para pelanggannya.
Begitu juga dengan pemilik stasiun televisi, sambung dia, mereka harus menyajikan tontonan yang menghibur dan juga mendidik. Karena, anak sekolah berada di rumah seharian penuh dan agar masyarakat oun betah berada di rumah.
Namun yang paling penting, kata Pheni, kebutuhan pokok seperti gas dapur, beras, gula, dan kebutuhan rumah tangga lainnya harus dijamin ketersediaan dan distribusinya oleh pemerintah. Begitu pula untuk kebutuhan obat, selayaknya apotek menyediakan layanan antar dan jika memungkinkan menekan harga.
“Sedangkan BUMN, wajib terjun lansung dalam bentuk dana, support dan tenaga dalam menopang social distancing ini. Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat menengah ke bawah harus menjadi concern utama pemerintah dalam memutuskan kebijakan social distancing. Karena kelompok ini rentan pendapatan dan akses,” tegas Pheni.
(cip)