Wabah Corona Merebak, Pilkada Serentak 2020 Berpotensi Tertunda
A
A
A
JAKARTA - Pelaksanaan pilkada serentak di 270 daerah yang dijadwalkan pada 20 September 2020 berpotensi tertunda akibat penyebaran virus corona . DPR meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera berkoordinasi dengan pemerintah untuk membahas masalah ini.
Jika kondisi riil di lapangan menunjukkan tahapan Pilkada 2020 sulit digelar sesuai jadwal maka opsi penundaan bisa saja dilakukan. Saat ini kondisi Indonesia memasuki fase kritis akibat penyebaran Covid-19. Sementara itu, pelaksanaan pilkada memiliki tahapan yang akan membuat banyaknya aktivitas di luar kantor. Beberapa rangkaian tahapan pilkada juga akan melakukan pengumpulan orang dalam jumlah banyak di suatu tempat.
“Kami menggarisbawahi pelaksanaan pilkada harus tetap menomorsatukan perlindungan terhadap warga negara tanpa terkecuali atas ancaman virus corona,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi melalui pernyataan tertulis di Jakarta kemarin.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), skema penundaan atau pemunduran jadwal pilkada serentak dimungkinkan terjadi. Penundaan dilakukan jika terjadi hal yang sifatnya force majeure atau kejadian luar biasa, misalnya kejadian bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan.
“Dalam konteks saat ini, persoalan virus corona dapat masuk dalam kategori gangguan lainnya,” kata Arwani.
Untuk itu, Arwani meminta KPU segera memetakan daerah mana saja yang tidak memungkinkan melaksanakan tahapan-tahapan pilkada akibat adanya penyebaran virus korona yang hingga kemarin sudah menjangkiti 134 warga Indonesia tersebut.
KPU diminta segera melakukan pemetaan daerah-daerah penyelenggaraan pilkada dengan menghitung kondisi objektif daerah yang terkena sebaran virus korona. KPU juga diminta melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk mengecek mengenai validitas data dan potensi atas paparan korona.
“Keputusan pilkada apakah dilakukan dengan skema lanjutan atau susulan sangat ditentukan kondisi objektif di lapangan. Dalam hal ini, pemetaan wilayah yang terpapar korona menjadi relevan,” ujarnya.
Jika pilkada harus meleset dari jadwal, terdapat dua skema yang pelaksanaan yang disediakan UU Pilkada, yakni pilkada lanjutan dan pilkada susulan. Pada Pasal 120 ayat (1) UU Pilkada diatur mengenai pemilihan lanjutan jika gangguan yang ada mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pilkada tidak bisa dilaksanakan.
Sementara Pasal 121 ayat (1), mengatur tentang skema lainnya yakni pilkada susulan. Skema ini dipilih jika gangguan mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan terganggu. (Baca: KPU Tegaskan Tak Ada Opsi Penundaan Pilkada Serentak Akibat Virus Corona)
Arwani menyebut, skema pilkada lanjutan atau susulan dalam pilkada gubernur (pilgub) dapat ditempuh jika 40% jumlah kabupaten/kota atau 50% jumlah pemilih yang terdaftar tidak dapat menggunakan haknya. Begitu juga skema pilkada lanjutan atau susulan untuk pilkada bupati dan wali kota. Jika pilkada tidak dapat dilaksanakan di 40% total jumlah kecamatan, atau 50% dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya pilihnya, maka penetapan pemilihan lanjutan atau susulan dilakukan oleh gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
Di sisi lain, KPU menyebut sejauh ini belum ada pembahasan mengenai rencana penundaan jadwal pilkada. Rapat pleno KPU yang digelar kemarin memang membahas masalah korona, namun lebih ke hal teknis, belum pada tahap membicarakan rencana penundaan jadwal.
“Kami rapat pleno biasa. Nggak ada opsi itu (penundaan pilkada),” kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Jakarta kemarin.
Dalam rapat pleno KPU, pembahasan hanya seputar bagaimana pelaksanaan tahapan pilkada serentak 2020 menyesuaikan kondisi pandemi korona yang sudah merebak ke berbagai daerah di Indonesia.
“Misalnya bagaimana teknisnya pengaturan kerja dari rumah, terutama kantor-kantor KPU di daerah yang telah terjangkit korona,” terang Pramono.
Pleno KPU juga membahas tentang bagaimana teknis pelaksanaan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan oleh panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa/kelurahan dapat tetap menjamin keselamatan dan kesehatan petugas maupun pendukung yang diverifikasi faktual.
“Karena verifikasi faktual ini sifatnya masif maka kami ingin memastikan agar proses tersebut tidak menjadi medium penyebaran wabah korona ini,” tandasnya.
Sementara itu, wacana menunda pilkada serentak 2020 dinilai beralasan berhubung ada daerah penyelanggara pilkada yang jaraknya sangat dekat dengan DKI Jakarta yang menjadi titik krusial penyebaran wabah Covid-19. Daerah tersebut antara lain Kota Depok dan Tangerang Selatan. (Baca juga: DPR Minta Lembaga Penyiaran Tayangkan Iklan Edukatif Cegah Corona)
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong KPU untuk melakukan beberapa langkah, yakni berkoordinasi dengan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan bersama dengan Gugus Tugas yang dibentuk pemerintah dalam penanggulangan bencana Covid-19. Koordinasi ini penting untuk menentukan langkah mitigasi, yakni tahapan pelaksanaan pilkada yang sangat mungkin beririsan dengan langkah pencegahan penyebaran Covid-19. “Fokusnya adalah menghindari pengumpulan orang dalam jumlah banyak, serta membatasi kegiatan di luar rumah,” ujar peneliti Perludem Titi Anggraini di Jakarta kemarin.
KPU juga dinilai perlu segera memetakan daerah yang sudah terdampak Covid-19, serta segera berkoordinasi dengan KPU daerah dan pemerintah daerah, untuk mengatur pelaksanaan pilkada yang sesuai dengan langkah pencegahan penyebaran Covid-19,” ujarnya. (Kiswondari)
Jika kondisi riil di lapangan menunjukkan tahapan Pilkada 2020 sulit digelar sesuai jadwal maka opsi penundaan bisa saja dilakukan. Saat ini kondisi Indonesia memasuki fase kritis akibat penyebaran Covid-19. Sementara itu, pelaksanaan pilkada memiliki tahapan yang akan membuat banyaknya aktivitas di luar kantor. Beberapa rangkaian tahapan pilkada juga akan melakukan pengumpulan orang dalam jumlah banyak di suatu tempat.
“Kami menggarisbawahi pelaksanaan pilkada harus tetap menomorsatukan perlindungan terhadap warga negara tanpa terkecuali atas ancaman virus corona,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi melalui pernyataan tertulis di Jakarta kemarin.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), skema penundaan atau pemunduran jadwal pilkada serentak dimungkinkan terjadi. Penundaan dilakukan jika terjadi hal yang sifatnya force majeure atau kejadian luar biasa, misalnya kejadian bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan.
“Dalam konteks saat ini, persoalan virus corona dapat masuk dalam kategori gangguan lainnya,” kata Arwani.
Untuk itu, Arwani meminta KPU segera memetakan daerah mana saja yang tidak memungkinkan melaksanakan tahapan-tahapan pilkada akibat adanya penyebaran virus korona yang hingga kemarin sudah menjangkiti 134 warga Indonesia tersebut.
KPU diminta segera melakukan pemetaan daerah-daerah penyelenggaraan pilkada dengan menghitung kondisi objektif daerah yang terkena sebaran virus korona. KPU juga diminta melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk mengecek mengenai validitas data dan potensi atas paparan korona.
“Keputusan pilkada apakah dilakukan dengan skema lanjutan atau susulan sangat ditentukan kondisi objektif di lapangan. Dalam hal ini, pemetaan wilayah yang terpapar korona menjadi relevan,” ujarnya.
Jika pilkada harus meleset dari jadwal, terdapat dua skema yang pelaksanaan yang disediakan UU Pilkada, yakni pilkada lanjutan dan pilkada susulan. Pada Pasal 120 ayat (1) UU Pilkada diatur mengenai pemilihan lanjutan jika gangguan yang ada mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pilkada tidak bisa dilaksanakan.
Sementara Pasal 121 ayat (1), mengatur tentang skema lainnya yakni pilkada susulan. Skema ini dipilih jika gangguan mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan terganggu. (Baca: KPU Tegaskan Tak Ada Opsi Penundaan Pilkada Serentak Akibat Virus Corona)
Arwani menyebut, skema pilkada lanjutan atau susulan dalam pilkada gubernur (pilgub) dapat ditempuh jika 40% jumlah kabupaten/kota atau 50% jumlah pemilih yang terdaftar tidak dapat menggunakan haknya. Begitu juga skema pilkada lanjutan atau susulan untuk pilkada bupati dan wali kota. Jika pilkada tidak dapat dilaksanakan di 40% total jumlah kecamatan, atau 50% dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya pilihnya, maka penetapan pemilihan lanjutan atau susulan dilakukan oleh gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.
Di sisi lain, KPU menyebut sejauh ini belum ada pembahasan mengenai rencana penundaan jadwal pilkada. Rapat pleno KPU yang digelar kemarin memang membahas masalah korona, namun lebih ke hal teknis, belum pada tahap membicarakan rencana penundaan jadwal.
“Kami rapat pleno biasa. Nggak ada opsi itu (penundaan pilkada),” kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Jakarta kemarin.
Dalam rapat pleno KPU, pembahasan hanya seputar bagaimana pelaksanaan tahapan pilkada serentak 2020 menyesuaikan kondisi pandemi korona yang sudah merebak ke berbagai daerah di Indonesia.
“Misalnya bagaimana teknisnya pengaturan kerja dari rumah, terutama kantor-kantor KPU di daerah yang telah terjangkit korona,” terang Pramono.
Pleno KPU juga membahas tentang bagaimana teknis pelaksanaan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan oleh panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa/kelurahan dapat tetap menjamin keselamatan dan kesehatan petugas maupun pendukung yang diverifikasi faktual.
“Karena verifikasi faktual ini sifatnya masif maka kami ingin memastikan agar proses tersebut tidak menjadi medium penyebaran wabah korona ini,” tandasnya.
Sementara itu, wacana menunda pilkada serentak 2020 dinilai beralasan berhubung ada daerah penyelanggara pilkada yang jaraknya sangat dekat dengan DKI Jakarta yang menjadi titik krusial penyebaran wabah Covid-19. Daerah tersebut antara lain Kota Depok dan Tangerang Selatan. (Baca juga: DPR Minta Lembaga Penyiaran Tayangkan Iklan Edukatif Cegah Corona)
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong KPU untuk melakukan beberapa langkah, yakni berkoordinasi dengan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan bersama dengan Gugus Tugas yang dibentuk pemerintah dalam penanggulangan bencana Covid-19. Koordinasi ini penting untuk menentukan langkah mitigasi, yakni tahapan pelaksanaan pilkada yang sangat mungkin beririsan dengan langkah pencegahan penyebaran Covid-19. “Fokusnya adalah menghindari pengumpulan orang dalam jumlah banyak, serta membatasi kegiatan di luar rumah,” ujar peneliti Perludem Titi Anggraini di Jakarta kemarin.
KPU juga dinilai perlu segera memetakan daerah yang sudah terdampak Covid-19, serta segera berkoordinasi dengan KPU daerah dan pemerintah daerah, untuk mengatur pelaksanaan pilkada yang sesuai dengan langkah pencegahan penyebaran Covid-19,” ujarnya. (Kiswondari)
(ysw)