Potensi Tertular Tinggi, DPR Minta Penuhi APD Tenaga Kesehatan Corona
A
A
A
JAKARTA - Tingginya potensi penularan virus corona (Covid-19) harus diantisipasi secara saksama oleh penyelenggara layanan kesehatan. Seluruh petugas kesehatan yang menangani pasien suspect maupun positif Covid-19 harus dilengkapi alat perlindungan diri (APD) yang memadai.
Alat Perlindungan Diri tersebut harus sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu jumlah APD harus dipenuhi di setiap rumah sakit rujukan yang menangani pasien corona. “Saat ini berdasarkan informasi yang masuk ke kami, APD petugas kesehatan di 132 rumah sakit rujukan masih kurang. Oleh karena itu pemerintah harus segera memastikan kekurangan tersebut bisa segera terpenuhi,” ujar anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan tingkat penularan Covid-19 sangat tinggi. Oleh karena tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, petugas laboratorium hingga petugas dapur harus dilengkapi dengan alat pelindung diri. “Kan sekarang ini corona tidak perlu ruang isolasi khusus, ruang isolasi yang diperlukan hanya supaya dia tidak menularkan kepada yang lain dan yang terpenting itu tenaga medis menggunakan APD. APD ini yang menelan biaya lumayan besar,” terang Intan.
Politikus PAN ini mengatakan pemenuhan APD tenaga kesehatan di 132 rumah sakit rujukan lebih mendesak dilakukan daripada rencana pemerintah untuk membangun rumah sakit khusus infeksi di Pulau Galang. Menurutnya saat ini jumlah pasien positif Covid-19 masih relatif kecil. Sebanyak 132 rumah sakit rujukan diyakini masih bisa menampung dan melayani pasien positif corona.“Jadi mungkin sebetulnya yang lebih urgen sebetulnya membantu RS rujukan tadi atau malah mungkin ditambah APD, karena kalau dia sudah positif, dia di ruang isolasi dalam hal ini ruang tersendiri. Tapi yang paling penting tenaga media dilengkapi dengan perlengkapan APD-nya,” tambahnya. (Baca: Istana Benarkan Satu Lagi WNI Positif Corona di Singapura)
Intan mengakui memang RS khusus infeksi itu hanya satu-satunya di Indonesia, yakni RAPI Sulianti Suroso. Karena itu, kalau memang mau ditambah, harus dipertimbangkan kemudahan aksesnya. Sementara dia menilai bahwa Pulau Galang ini aksesnya tidak mudah dijangkau oleh warga di tempat-tempat lain. Kemudian dari mana sumber anggarannya, apakah dari APBN? Sementara itu banyak RS di daerah-daerah yang selama ini ingin meningkatkan layanan, tetapi terbentur dengan anggaran. “Jadi menurut saya, semestinya, kalau APBD siap ditambahkan dengan APBN, perbaikan rumah sakit di daerah lebih prioritas,” ujarnya.
Lebih jauh Intan menilai masih ada kesimpangsiuran kabar soal pemeriksaan corona. Litbangkes jelas menyatakan kesiapannya dan mereka memang punya alat yang mana, bagi mereka yang terindikasi akan di-swap air liurnya dan dibawa ke Litbangkes, lalu dalam 1 x 24 jam sudah bisa diketahui hasilnya. Dan tren pasien yang terjangkit Covid-19 di berbagai negara juga menurun karena lebih banyak yang bisa disembuhkan. “Ini sebenarnya pengetahuan-pengetahuan seperti ini kalau disosialisasikan kepada masyarakat mereka secara psikologis bisa menghadapi itu. Lebih siap menghadapi,” tandasnya.
Sementara itu Wakil Ketua MPR Jazuli Fawaid menilai pemerintah perlu membentuk lembaga khusus satu pintu untuk menangani pencegahan penyebaran virus corona . Lembaga khusus satu pintu itu diperlukan untuk menghindari kesimpangsiuran informasi di tengah masyarakat. "Perlu semacam protokol krisis berupa satu lembaga khusus yang ditunjuk resmi pemerintah apakah itu nantinya kementrian kesehatan atau yang lain. Intinya semua tentang penyampaian informasi dan cara-cara penanganannya harus satu pintu melalui lembaga itu, " ujarnya di Gresik kemarin.
Jazilul mengapresiasi langkah yang telah diambil pemerintah guna menangani penyebaran virus corona saat ini. Hanya saja melihat adanya kesimpangsiuran informasi yang pernah terjadi antara Presiden dan Pemerintah Kota Depok saat kali pertama diumumkan dua kasus positif corona, hal itu menjadi bukti bahwa ada ketidaksinkronan informasi. "Ketika itu Presiden ngomong ada dua yang terinfeksi, tapi setelah itu pemerintah Depok menyampaikan beberapa perawat diliburkan karena corona. Ini kan jadi simpang siur," tambah politisi PKB itu. (Baca juga: Catat! Sembuh Corona Masih Berpotensi Tertular Lagi)
Jazilul menuturkan secara umum penanganan yang dilakukan pemerintah terkait pencegahan korona sudah bagus. Termasuk dengan melarang masuk warga negara sejumlah negara paling terdampak corona, yakni Iran, Jepang, Korea, dan Italia. "Itu memang harus dilakukan karena virus ini memang sulit terdeteksi. Jadi sebagai langkah antisipasi ini kita apresiasi, " tambahnya.Dirinya juga menolak adanya usulan diliburkannya sekolah untuk mencegah penyebaran corona. Hal itu bisa memunculkan kepanikan. Yang justru perlu dilakukan saat ini adalah jiwa atau semangat kegotong-royongan di tengah masyarakat jika menemukan ada tetangga atau orang-orang terdekat mengalami ciri-ciri orang terkena virus corona . "Misalnya dengan melaporkan jika ada tetangganya batuk-batuk ke puskesmas atau dokter, " ucapnya. (Kiswondari/Wahyono)
Alat Perlindungan Diri tersebut harus sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu jumlah APD harus dipenuhi di setiap rumah sakit rujukan yang menangani pasien corona. “Saat ini berdasarkan informasi yang masuk ke kami, APD petugas kesehatan di 132 rumah sakit rujukan masih kurang. Oleh karena itu pemerintah harus segera memastikan kekurangan tersebut bisa segera terpenuhi,” ujar anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan tingkat penularan Covid-19 sangat tinggi. Oleh karena tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, petugas laboratorium hingga petugas dapur harus dilengkapi dengan alat pelindung diri. “Kan sekarang ini corona tidak perlu ruang isolasi khusus, ruang isolasi yang diperlukan hanya supaya dia tidak menularkan kepada yang lain dan yang terpenting itu tenaga medis menggunakan APD. APD ini yang menelan biaya lumayan besar,” terang Intan.
Politikus PAN ini mengatakan pemenuhan APD tenaga kesehatan di 132 rumah sakit rujukan lebih mendesak dilakukan daripada rencana pemerintah untuk membangun rumah sakit khusus infeksi di Pulau Galang. Menurutnya saat ini jumlah pasien positif Covid-19 masih relatif kecil. Sebanyak 132 rumah sakit rujukan diyakini masih bisa menampung dan melayani pasien positif corona.“Jadi mungkin sebetulnya yang lebih urgen sebetulnya membantu RS rujukan tadi atau malah mungkin ditambah APD, karena kalau dia sudah positif, dia di ruang isolasi dalam hal ini ruang tersendiri. Tapi yang paling penting tenaga media dilengkapi dengan perlengkapan APD-nya,” tambahnya. (Baca: Istana Benarkan Satu Lagi WNI Positif Corona di Singapura)
Intan mengakui memang RS khusus infeksi itu hanya satu-satunya di Indonesia, yakni RAPI Sulianti Suroso. Karena itu, kalau memang mau ditambah, harus dipertimbangkan kemudahan aksesnya. Sementara dia menilai bahwa Pulau Galang ini aksesnya tidak mudah dijangkau oleh warga di tempat-tempat lain. Kemudian dari mana sumber anggarannya, apakah dari APBN? Sementara itu banyak RS di daerah-daerah yang selama ini ingin meningkatkan layanan, tetapi terbentur dengan anggaran. “Jadi menurut saya, semestinya, kalau APBD siap ditambahkan dengan APBN, perbaikan rumah sakit di daerah lebih prioritas,” ujarnya.
Lebih jauh Intan menilai masih ada kesimpangsiuran kabar soal pemeriksaan corona. Litbangkes jelas menyatakan kesiapannya dan mereka memang punya alat yang mana, bagi mereka yang terindikasi akan di-swap air liurnya dan dibawa ke Litbangkes, lalu dalam 1 x 24 jam sudah bisa diketahui hasilnya. Dan tren pasien yang terjangkit Covid-19 di berbagai negara juga menurun karena lebih banyak yang bisa disembuhkan. “Ini sebenarnya pengetahuan-pengetahuan seperti ini kalau disosialisasikan kepada masyarakat mereka secara psikologis bisa menghadapi itu. Lebih siap menghadapi,” tandasnya.
Sementara itu Wakil Ketua MPR Jazuli Fawaid menilai pemerintah perlu membentuk lembaga khusus satu pintu untuk menangani pencegahan penyebaran virus corona . Lembaga khusus satu pintu itu diperlukan untuk menghindari kesimpangsiuran informasi di tengah masyarakat. "Perlu semacam protokol krisis berupa satu lembaga khusus yang ditunjuk resmi pemerintah apakah itu nantinya kementrian kesehatan atau yang lain. Intinya semua tentang penyampaian informasi dan cara-cara penanganannya harus satu pintu melalui lembaga itu, " ujarnya di Gresik kemarin.
Jazilul mengapresiasi langkah yang telah diambil pemerintah guna menangani penyebaran virus corona saat ini. Hanya saja melihat adanya kesimpangsiuran informasi yang pernah terjadi antara Presiden dan Pemerintah Kota Depok saat kali pertama diumumkan dua kasus positif corona, hal itu menjadi bukti bahwa ada ketidaksinkronan informasi. "Ketika itu Presiden ngomong ada dua yang terinfeksi, tapi setelah itu pemerintah Depok menyampaikan beberapa perawat diliburkan karena corona. Ini kan jadi simpang siur," tambah politisi PKB itu. (Baca juga: Catat! Sembuh Corona Masih Berpotensi Tertular Lagi)
Jazilul menuturkan secara umum penanganan yang dilakukan pemerintah terkait pencegahan korona sudah bagus. Termasuk dengan melarang masuk warga negara sejumlah negara paling terdampak corona, yakni Iran, Jepang, Korea, dan Italia. "Itu memang harus dilakukan karena virus ini memang sulit terdeteksi. Jadi sebagai langkah antisipasi ini kita apresiasi, " tambahnya.Dirinya juga menolak adanya usulan diliburkannya sekolah untuk mencegah penyebaran corona. Hal itu bisa memunculkan kepanikan. Yang justru perlu dilakukan saat ini adalah jiwa atau semangat kegotong-royongan di tengah masyarakat jika menemukan ada tetangga atau orang-orang terdekat mengalami ciri-ciri orang terkena virus corona . "Misalnya dengan melaporkan jika ada tetangganya batuk-batuk ke puskesmas atau dokter, " ucapnya. (Kiswondari/Wahyono)
(ysw)