DPR Minta Pemerintah Telusuri Jejak Pasien Corona ke 3 dan 4
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta melakukan penelusuran (tracking) terhadap riwayat pergaulan pasien Corona ketiga dan keempat yang baru dinyatakan positif Corona. (Baca juga: Ditelusuri, Orang yang Pernah Kontak dengan Dua Pasien Positif Corona)
Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh mengatakan, tracking riwayat dengan siapa saja pasien ini berinteraksi sebelumnya sangat diperlukan sebagai bentuk kewaspadaan. "Kata Pak Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) kemarin sudah ada tim yang dibentuk. Harusnya tim itu melakukan tracking sampai dengan siapa saja pasien bersentuhan karena itu standar yang harus dilakukan. Kaget juga kalau kemarin Pak Moeldoko bilang yang baru melakukan tes itu baru 300 sekian, padahal kalau kita lihat Singapura itu sudah 10.000 sekian, di Inggris sudah terakhir saya baca itu sudah 14 ribuan," ujarnya, Jumat (6/2/2020). (Baca juga: Kronologi Terungkapnya Dua Kasus Baru Positif Corona di Indonesia)
Nihayah mengatakan, di negara lain begitu ada yang punya gejala Corona langsung bisa tes, tapi di Indonesia kalau mau tes ditanya dulu sempat kontak atau tidak dengan pasien positif Corona. "Kalau enggak ya enggak perlu khawatir. Maksud saya kalau kita antisipasi kan lebih baik daripada nanti terdeteksi sudah lambat. Kalau kayak Korsel itu sudah drive thru," ujarnya. (Baca juga: Dua Positif, Jumlah Suspect Corona di Indonesia Kini 11 Orang)
Politikus PKB ini menyarankan pemerintah untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat agar publik lebih tenang dalam menyikapi wabah Corona yang mulai masuk ke Indonesia. ”Daripada sekadar membiarkan, lalu masyarakat panik dan mengambil sikap sendiri setelah melakukan interpretasi sendiri atas keadaan yang terjadi," katanya.
Nihayah mengatakan sejak awal dirinya tidak yakin Indonesia benar-benar bersih dari Corona. "Komunikasi juga penting, kemarin ada keluhan dari tetangga-tetangga pasien 1 dan 2, kadang-kadang kita itu too much (bersikap) sampai (rumah korban) dikasih garis polisi. Mereka itu tidak melakukan kriminal kok, kenapa dikasih garis polisi? Lebih parah lagi pasien itu tahu dia kena Corona bukan dari dokter, tapi dari media," urainya.
Karena itu, Nihayah menekankan komunikasi pemerintah harus diperbaiki sehingga masyarakat sekitar jangan sampai itu ada yang kena stigma akibat Corona. "Yang parah itu kalau nanti ada stigma. Sekarang itu anak-anak yang di dekat kompleks itu stigmanya sudah luar biasa. Ada yang sudah enggak boleh sekolah, bahkan masyarakat di sekitar itu kalau kerja sudah enggak boleh, harus mendapatkan surat bebas Corona dari dokter," tuturnya.
Menurut Nihayah, pemerintah harus benar-benar melakukan sosialisasi dengan baik. Sejauh ini, dirinya menilai masih ada ketidakjelasan pemerintah dalam mengurus Corona. "Contoh kemarin Kemenkes sudah menyiapkan tim untuk humas dan hotline, tapi KSP bilang urusan seperti itu sudah di-handle oleh KSP. Ego sektoral masih ada. Hasil komunikasi kemarin dengan Pak Moeldoko selaku Kepala KSP, baru siang itu melakukan rapat koordinasi dengan kementerian terkait. Bagi saya ini terlambat setelah ada kasus baru koordinasi," katanya.
Pihaknya juga sejak jauh hari mengusulkan kepada Kemenkes untuk membuat SMS Blast untuk memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana cara melakukan pencegahan sehingga masyarakat tidak panik. "Punic buying kemarin itu karena ketidaktahuan masyarakat," urainya.
Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh mengatakan, tracking riwayat dengan siapa saja pasien ini berinteraksi sebelumnya sangat diperlukan sebagai bentuk kewaspadaan. "Kata Pak Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) kemarin sudah ada tim yang dibentuk. Harusnya tim itu melakukan tracking sampai dengan siapa saja pasien bersentuhan karena itu standar yang harus dilakukan. Kaget juga kalau kemarin Pak Moeldoko bilang yang baru melakukan tes itu baru 300 sekian, padahal kalau kita lihat Singapura itu sudah 10.000 sekian, di Inggris sudah terakhir saya baca itu sudah 14 ribuan," ujarnya, Jumat (6/2/2020). (Baca juga: Kronologi Terungkapnya Dua Kasus Baru Positif Corona di Indonesia)
Nihayah mengatakan, di negara lain begitu ada yang punya gejala Corona langsung bisa tes, tapi di Indonesia kalau mau tes ditanya dulu sempat kontak atau tidak dengan pasien positif Corona. "Kalau enggak ya enggak perlu khawatir. Maksud saya kalau kita antisipasi kan lebih baik daripada nanti terdeteksi sudah lambat. Kalau kayak Korsel itu sudah drive thru," ujarnya. (Baca juga: Dua Positif, Jumlah Suspect Corona di Indonesia Kini 11 Orang)
Politikus PKB ini menyarankan pemerintah untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat agar publik lebih tenang dalam menyikapi wabah Corona yang mulai masuk ke Indonesia. ”Daripada sekadar membiarkan, lalu masyarakat panik dan mengambil sikap sendiri setelah melakukan interpretasi sendiri atas keadaan yang terjadi," katanya.
Nihayah mengatakan sejak awal dirinya tidak yakin Indonesia benar-benar bersih dari Corona. "Komunikasi juga penting, kemarin ada keluhan dari tetangga-tetangga pasien 1 dan 2, kadang-kadang kita itu too much (bersikap) sampai (rumah korban) dikasih garis polisi. Mereka itu tidak melakukan kriminal kok, kenapa dikasih garis polisi? Lebih parah lagi pasien itu tahu dia kena Corona bukan dari dokter, tapi dari media," urainya.
Karena itu, Nihayah menekankan komunikasi pemerintah harus diperbaiki sehingga masyarakat sekitar jangan sampai itu ada yang kena stigma akibat Corona. "Yang parah itu kalau nanti ada stigma. Sekarang itu anak-anak yang di dekat kompleks itu stigmanya sudah luar biasa. Ada yang sudah enggak boleh sekolah, bahkan masyarakat di sekitar itu kalau kerja sudah enggak boleh, harus mendapatkan surat bebas Corona dari dokter," tuturnya.
Menurut Nihayah, pemerintah harus benar-benar melakukan sosialisasi dengan baik. Sejauh ini, dirinya menilai masih ada ketidakjelasan pemerintah dalam mengurus Corona. "Contoh kemarin Kemenkes sudah menyiapkan tim untuk humas dan hotline, tapi KSP bilang urusan seperti itu sudah di-handle oleh KSP. Ego sektoral masih ada. Hasil komunikasi kemarin dengan Pak Moeldoko selaku Kepala KSP, baru siang itu melakukan rapat koordinasi dengan kementerian terkait. Bagi saya ini terlambat setelah ada kasus baru koordinasi," katanya.
Pihaknya juga sejak jauh hari mengusulkan kepada Kemenkes untuk membuat SMS Blast untuk memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana cara melakukan pencegahan sehingga masyarakat tidak panik. "Punic buying kemarin itu karena ketidaktahuan masyarakat," urainya.
(cip)