Wuhan Coronavirus China, Ancaman Bagi Dunia

Rabu, 29 Januari 2020 - 09:15 WIB
Wuhan Coronavirus China, Ancaman Bagi Dunia
Wuhan Coronavirus China, Ancaman Bagi Dunia
A A A
Imron Cotan
Mantan Duta Besar RI untuk Australia (2002-2005) dan China (2010-2013)

DIREKTUR Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus mengeluarkan pernyataan bahwa wabah Wuhan coronavirus (China), bukanlah ancaman terhadap kesehatan masyarakat berskala international (Public Health Emergency of Internasional Concern/PHEIC).

Sebagai pengamat China, saya memandang pernyataan tersebut tidak bertanggung-jawab, seolah-olah kehidupan dan pergerakan lebih dari 1.5 penduduk China dengan GDP per-kapita berkisar USD 10.000, dapat terisolasi dari dunia.

Perlu dicatat bahwa wabah yang mematikan tersebut pecah di kota perdagangan Wuhan – Ibu Kota Provinsi Hubei – yang berpenduduk kurang-lebih 11 juta orang. Dengan kemajuan transportasi China, pergerakan mereka ke seluruh penjuru negeri saat ini dapat dilakukan secara mudah dan murah.

Penyebaran dari virus tersebut semakin meluas mengingat pecahnya wabah mematikan tersebut bersamaan dengan berlangsungnya liburan terpenting di China, yaitu Tahun Baru China (Spring Festival), yang berlangsung antara tanggal 10 Januari-18 Februari 2020. Lagi-kagi sebagai pengamat China, fakta tersebut menimbulkan spekulasi tersendiri, yaitu apakah pecahnya wabah tersebut terjadi secara alamiah atau akibat intervensi dari pihak ketiga.

Berdasarkan laporan The Washington Post (21 Januari 2020) pada masa liburan tersebut diperkirakan terdapat pergerakan hampir secara serentak (chunyun) dari sekitar 440 juta penduduk China, menggunakan transportasi darat. Sementara sekitar 79 juta lainnya menggunakan transportasi udara. Dengan demikian terdapat pergerakan kurang-lebih 519 juta orang selama masa liburan terpenting di China tersebut.

Sudah dapat dipastikan bahwa pergerakan masif manusia tersebut tidak hanya terjadi di dalam kontinental China (inward), tetapi juga menuju ke seluruh penjuru dunia (outward), tidak terkecuali ke negara-negara di kawasan, khususnya Indonesia. Kasus serangan Wuhan coronavirus telah dilaporkan terjadi, antara lain, di: Amerika Serikat, Thailand, Singapura, Vietnam, Korea Selatan, Taiwan, Arab Saudi, dan Indonesia.

Puluhan penderita telah meninggal dunia di China, sementara ratusan lain sedang mendapatkan perawatan di rumah-rumah sakit China. Keterbatasan informasi, akibat penutupan kota Wuhan, menghalangi dunia internasional untuk mengetahui pola penyebaran serta jumlah korban yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, keengganan WHO untuk menetapkan wabah Wuhan coronavirus tersebut sebagai PHIEC terkesan mencoba menghindarkan diri dari kewajibannya (derelicton of duty), sebagai badan PBB yang paling bertanggung-jawab menjaga kesehatan dunia. Sebagai anggota yang bertanggung-jawab, Indonesia bersama negara-negara anggota lainnya, sudah seharusnya meminta badan dunia tersebut untuk segera mengerahkan seluruh kemampuannya untuk turut membantu China mengatasi penyakit mematikan tersebut.

Berdiam diri menyaksikan lebih dari 500 juta penduduk dunia terdadah (exposed) terhadap suatu penyakit yang sangat mematikan tersebut selain tidak bertanggung-jawab, tetapi juga tidak terpuji.

Terlepas dari ancaman mematikan tersebut, para pakar menduga bahwa pecahnya wabah Wuhan coronavirus tersebut terkait dengan pola konsumsi rakyat China, khususnya di kota Wuhan, asal dari wabah coronavirus dimaksud.

Para pakar menduga bahwa wabah tersebut bermula dari pasar tradisional di Wuhan yang menjual sejumlah hewan hidup untuk dikonsumsi para pelanggannya, antara lain: anjing, tupai, ular, dan babi (Business Insider, 23 Januari 2020). Untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, China tidak hanya menutup pasar tradisional tersebut, tetapi juga kota Wuhan secara keseluruhan, sehingga baik penduduk, maupun pendatang tidak diperkenankan keluar-masuk Ibu Kota Provinsi Hubei tersebut.

Keresahan sosial telah terjadi, mengingat isolasi tersebut telah menghentikan jalur logistik kebutuhan pokok penduduk setempat, yang ingin mengumpulkan bahan-bahan makanan, mengantisipasi bahwa krisis kesehatan dimaksud akan berkepanjangan (CNA, 24 Januari 2020).

Mengantisipasi meluasnya penyebaran Wuhan coronavirus tersebut sudah tiba saatnya bagi pemerintah Indonesia, selain mengambil langkah-langkah preventif dalam negeri, juga mengaktifkan mekanisme kerja ASEAN, bekerjasama dengan mitra dialog, untuk bahu-membahu mengatasi penyakit dimaksud, mengingat “pendemic diseases” juga telah diidentifikasikan sebagai ancaman non-tradisional yang perlu dihadapi bersama.

Tiga bulan yang lalu, Eric Toner, seorang pakar kesehatan dari universitas Johns Hopkins, AS, telah mengidentifikasikan bahwa coronavirus pandemik berpotensi memusnahkan 65 juta penduduk dunia (Business Insider, 23 Januari 2020).

Jika tingkat ancamannya sedemikian tinggi, WHO dan seluruh pemerintah di dunia, seyogyanya segera menetapkan Wuhan coronavirus sebagai PHEIC, sehingga pengerahan seluruh daya dan upaya pada tingkat multilateral segera dapat diambil, untuk mencegah jatuhnya korban lebih besar lagi.

Sementara tindakan tersebut di atas belum diambil, pemerintah Indonesia seyogianya tidak hanya memasang alat deteksi panas tubuh di pintu-pintu gerbang kedatangan penumpang, tetapi juga menyiagakan seluruh tenaga dan peralatan medis terkait sehingga mampu menghadapi kemungkinan terburuk dari Wuhan Coronavirus tersebut.

Kelalaian akan membuahkan konsekuensi yang tidak hanya akan membahayakan kesehatan rakyat Indonesia, tetapi juga akan membebani keuangan negara, yang sangat terbatas, terutama jika dihadapkan pada kemungkinan pecahnya krisis ekonomi global pada tahun 2020 ini.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1077 seconds (0.1#10.140)