Soal Natuna, DPR: Maksimalkan Diplomasi dan Tingkatkan Anggaran Militer
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR, Syaifullah Tamliha menilai, manuver Coast Guard China yang mengawal kapal-kapal ikan mereka di perairan yang diklaim China sebagai Laut China Selatan (LCS) merupakan upaya negara tersebut untuk menunjukkan kekuatan militernya ke dunia internasional. (Baca juga: Code of Conduct di LCS Penting untuk Meredam Konflik di Natuna)
Menurutnya, beberapa waktu sebelumnya kapal perang Amerika Serikat bermanuver di sekitar Kepulauan Spratly (pulau buatan China di atas batu karang) yang berada di dekat Filipina yang juga termasuk dalam kawasan Laut China Selatan. "Laut China Selatan merupakan perairan yang selama ini menjadi salah titik ketegangan yang melibatkan beberapa negara yaitu Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan China," kata Tamliha, di Jakarta, Minggu (5/1/2020). (Baca juga: China Klaim Natuna, Rizal Ramli: Lawan Siapa Pun yang Ganggu Indonesia)
Menurut Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, China telah memperhitungkan kemungkinan terburuk dari manuver mereka di Laut China Selatan tersebut, termasuk kemungkinan kontak senjata dengan kekuatan militer Indonesia. (Baca juga: Soal Konflik Natuna, MPR Ingatkan Janji Jokowi saat Pilpres 2019)
Untuk itu, Tamliha meminta, Indonesia perlu memaksimalkan langkah diplomasi dalam merespons masuknya Coast Guard China di Laut China Selatan yang masuk dalam perairan Indonesia tersebut, dengan sambil tetap pengerahan kapal militer untuk menjaga perairan Laut China Selatan. Langkah diplomasi itu, lanjut dia, khususnya perlu dimaksimalkan di organisasi PBB, di mana China bersama empat negaraainnya yaitu Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Di samping terus melakukan langkah-langkah diplomasi, kata Tamliha, Indonesia secara konsisten juga harus meningkatkan anggaran militer Indonesia yang idealnya 1,5% dari PDB atau sebesar Rp300 triliun. Tahun ini anggaran militer Indonesia baru Rp131 triliun. "Peningkatan anggaran militer ini tidak hanya dibutuhkan untuk menjaga wilayan Indonesia lainnya yang sangat luas (baik laut, darat, dan udara), khususnya untuk wilayah-wilayah sensitif seperti Laut China Selatan dan perairan Papua," kata dia.
Menurutnya, beberapa waktu sebelumnya kapal perang Amerika Serikat bermanuver di sekitar Kepulauan Spratly (pulau buatan China di atas batu karang) yang berada di dekat Filipina yang juga termasuk dalam kawasan Laut China Selatan. "Laut China Selatan merupakan perairan yang selama ini menjadi salah titik ketegangan yang melibatkan beberapa negara yaitu Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan China," kata Tamliha, di Jakarta, Minggu (5/1/2020). (Baca juga: China Klaim Natuna, Rizal Ramli: Lawan Siapa Pun yang Ganggu Indonesia)
Menurut Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, China telah memperhitungkan kemungkinan terburuk dari manuver mereka di Laut China Selatan tersebut, termasuk kemungkinan kontak senjata dengan kekuatan militer Indonesia. (Baca juga: Soal Konflik Natuna, MPR Ingatkan Janji Jokowi saat Pilpres 2019)
Untuk itu, Tamliha meminta, Indonesia perlu memaksimalkan langkah diplomasi dalam merespons masuknya Coast Guard China di Laut China Selatan yang masuk dalam perairan Indonesia tersebut, dengan sambil tetap pengerahan kapal militer untuk menjaga perairan Laut China Selatan. Langkah diplomasi itu, lanjut dia, khususnya perlu dimaksimalkan di organisasi PBB, di mana China bersama empat negaraainnya yaitu Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Di samping terus melakukan langkah-langkah diplomasi, kata Tamliha, Indonesia secara konsisten juga harus meningkatkan anggaran militer Indonesia yang idealnya 1,5% dari PDB atau sebesar Rp300 triliun. Tahun ini anggaran militer Indonesia baru Rp131 triliun. "Peningkatan anggaran militer ini tidak hanya dibutuhkan untuk menjaga wilayan Indonesia lainnya yang sangat luas (baik laut, darat, dan udara), khususnya untuk wilayah-wilayah sensitif seperti Laut China Selatan dan perairan Papua," kata dia.
(cip)