Jelang Pelantikan, Anggota Dewas KPK Berdatangan ke Istana
A
A
A
JAKARTA - Jelang pelantikan, beberapa nama yang disebut akan menjadi anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berdatangan ke Istana Kepresidenan Jakarta. (Baca juga: Diisukan Masuk Dewas KPK, Artidjo Punya Track Record Beratkan Hukuman Koruptor)
Dewas KPK tersebut antara lain Mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sjamsuddin, Selain itu, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Nusa Tenggara Timur Albertina Ho. Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono, dan Mantan Pimpinan KPK Tumpak Panggabean.
Seperti diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melantik Komisoner KPK dan Dewas KPK sore ini. Sementara itu, Artidjo mengaku telah dihubungi oleh pihak Istana untuk menjabat sebagai anggota Dewas KPK sejak beberapa hari yang lalu. Artidjo menyebut telah menerima tawaran Presiden agar dapat membantu kepentingan negara. "Ya panggilan Republik ini, saya tidak boleh egoistis, mungkin kepentingan saya tapi kan kalau itu diperlukan kan negara perlu kita bantu, negara kita kan, negara kita bersama," katanya di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Terkait dengan polemik keberadaan Dewas KPK, Artijo mengatakan hal tersebut sangat tergantung siapa yang mengisi. Dia berharap Dewas menjadi penyeimbang para Komisoner KPK. "Tidak tergantung orangnya, kita profesional dan proporsional, proporsional itu penting menjaga keseimbangan supaya lembaga ini sehat dan bekerja baik, sesuai harapan bersama,"ungkapnya.
Sedangkan, peneliti LIPI Syamsuddin Haris mengaku baru dikabari tadi malam untuk menjadi Dewas KPK. Dirinya menerima jabatan ini untuk memperkuat KPK. “Kita ingin menegakkan pemerintah yang bersih dengan memperkuat KPK, tanpa pemerintah bersih, kita tidak bisa meningkatkan daya saing,” tuturnya.
Terkait penolakan Dewas KPK oleh beberapa pihak, dia menilai, hal tersebut karena format pemilihan. Dimana Dewas KPK dipilih oleh partai politik di DPR tapi berubah langsung oleh presiden.
“Saya pikir ini peluang bagus Presiden Jokowi untuk menunjukkan komitmennya dalam pemberntasan korupsi. Sebab bagaimanapun Bapak Presiden berulang kali mengatakan komit terhadap pemberantasan korupsi atau penegakkan pemerintah bersih. Cuma memang waktu UU KPK direvisi tampaknya beliau tidak bisa menghindar sebab semua parpol mendukung revisi itu,” katanya.
Dewas KPK tersebut antara lain Mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sjamsuddin, Selain itu, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Nusa Tenggara Timur Albertina Ho. Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono, dan Mantan Pimpinan KPK Tumpak Panggabean.
Seperti diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melantik Komisoner KPK dan Dewas KPK sore ini. Sementara itu, Artidjo mengaku telah dihubungi oleh pihak Istana untuk menjabat sebagai anggota Dewas KPK sejak beberapa hari yang lalu. Artidjo menyebut telah menerima tawaran Presiden agar dapat membantu kepentingan negara. "Ya panggilan Republik ini, saya tidak boleh egoistis, mungkin kepentingan saya tapi kan kalau itu diperlukan kan negara perlu kita bantu, negara kita kan, negara kita bersama," katanya di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Terkait dengan polemik keberadaan Dewas KPK, Artijo mengatakan hal tersebut sangat tergantung siapa yang mengisi. Dia berharap Dewas menjadi penyeimbang para Komisoner KPK. "Tidak tergantung orangnya, kita profesional dan proporsional, proporsional itu penting menjaga keseimbangan supaya lembaga ini sehat dan bekerja baik, sesuai harapan bersama,"ungkapnya.
Sedangkan, peneliti LIPI Syamsuddin Haris mengaku baru dikabari tadi malam untuk menjadi Dewas KPK. Dirinya menerima jabatan ini untuk memperkuat KPK. “Kita ingin menegakkan pemerintah yang bersih dengan memperkuat KPK, tanpa pemerintah bersih, kita tidak bisa meningkatkan daya saing,” tuturnya.
Terkait penolakan Dewas KPK oleh beberapa pihak, dia menilai, hal tersebut karena format pemilihan. Dimana Dewas KPK dipilih oleh partai politik di DPR tapi berubah langsung oleh presiden.
“Saya pikir ini peluang bagus Presiden Jokowi untuk menunjukkan komitmennya dalam pemberntasan korupsi. Sebab bagaimanapun Bapak Presiden berulang kali mengatakan komit terhadap pemberantasan korupsi atau penegakkan pemerintah bersih. Cuma memang waktu UU KPK direvisi tampaknya beliau tidak bisa menghindar sebab semua parpol mendukung revisi itu,” katanya.
(cip)