JK Sebut Partai Harus Demokratis jika Ingin Topang Demokrasi
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) mengatakan, bahwa partai politik harus demokratis jika ingin menjadi penopang demokrasi. JK mengaku konsekuen mengenai hal tersebut ketika memimpin partai berlambang pohon beringin itu.
"Kalau partai mau menjadi penopang demokrasi, maka harus demokratis dan saya konsekuen tentang itu," ujar JK dalam acara diskusi Bertajuk Golkar Memperkuat Partisipasi Politik Masyarakat Indonesia yang digelar Jenggala Center di Hotel Ambhara, Jalan Iskandarsyah Raya Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2019).
Dia mengatakan, pengurus partai harus rajin menggelar rapat harian atau rapat pleno tiap tiga bulan sekali. "Kita ingat waktu itu umur saya masih 33 tahun, pleno hanya hanya 50-90 (orang) dibanding sekarang hampir 300 (orang). Jadi cukup banyak, cukup berat," ungkap mantan wakil presiden ini.
Dia mendengar, rapat pleno atau rapat harian Partai Golkar jarang dilakukan. "Semua keputusan yang penting harus hasil rapat, tidak ada penunjukan langsung, mau ketua DPD, ketua Fraksi kan harus terbuka siapa yang terbaik. Kalau enggak terjadi itu, ya voting saja. Voting kan bisa menentukan siapa yang akan jadi ketua fraksi," ujarnya.
Di samping itu kata dia, pengurus partai tidak boleh memiliki cacat secara hukum. "Ada indikasi masalah saja kita coret dari pencalonan. Walau dia pekerja keras di partai tapi ada indikasi dan ada pembuktian apalagi, ya sudah, siapapun, teman baik pun saya coret, sehingga partai bersih dari hal-hal itu. Baru kita bisa buat demokrasi kalau partai itu bersih," ujarnya.
"Kalau partai mau menjadi penopang demokrasi, maka harus demokratis dan saya konsekuen tentang itu," ujar JK dalam acara diskusi Bertajuk Golkar Memperkuat Partisipasi Politik Masyarakat Indonesia yang digelar Jenggala Center di Hotel Ambhara, Jalan Iskandarsyah Raya Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2019).
Dia mengatakan, pengurus partai harus rajin menggelar rapat harian atau rapat pleno tiap tiga bulan sekali. "Kita ingat waktu itu umur saya masih 33 tahun, pleno hanya hanya 50-90 (orang) dibanding sekarang hampir 300 (orang). Jadi cukup banyak, cukup berat," ungkap mantan wakil presiden ini.
Dia mendengar, rapat pleno atau rapat harian Partai Golkar jarang dilakukan. "Semua keputusan yang penting harus hasil rapat, tidak ada penunjukan langsung, mau ketua DPD, ketua Fraksi kan harus terbuka siapa yang terbaik. Kalau enggak terjadi itu, ya voting saja. Voting kan bisa menentukan siapa yang akan jadi ketua fraksi," ujarnya.
Di samping itu kata dia, pengurus partai tidak boleh memiliki cacat secara hukum. "Ada indikasi masalah saja kita coret dari pencalonan. Walau dia pekerja keras di partai tapi ada indikasi dan ada pembuktian apalagi, ya sudah, siapapun, teman baik pun saya coret, sehingga partai bersih dari hal-hal itu. Baru kita bisa buat demokrasi kalau partai itu bersih," ujarnya.
(maf)