Terobosan Kebijakan Pertanian
A
A
A
AA Bagus Adhi Mahendra Putra
Anggota DPR RI Komisi IV, Fraksi Golkar
NEGERI kita memiliki tanah yang subur dan sebagian besar pekerjaan rakyat Indonesia adalah petani. Meski demikian, negara ini belum bisa berdaulat dalam urusan pangan. Bahkan, yang lebih memprihatinkan, Indonesia lebih dikenal sebagai negara importir beras terbesar beberapa tahun belakangan ini. Nusantara yang subur di khatulistiwa seakan tidak berdaya di sektor agraris yang seharusnya unggul.
Banyak masalah yang harus kita tanggulangi bersama di sektor pertanian ini, salah satunya adalah terkait mental dan pandangan kita terhadap sektor peranian. Mengingat masih banyak kalangan yang menganggap pertanian dan profesi sebagai petani tidak bergengsi. Profesi petani dianggap sebagai pekerjaan kotor karena berhubungan dengan tanah dan lumpur. Padahal pertanian adalah pekerjaan yang menjanjikan karena berkaitan dengan kebutuhan pangan yang tidak bisa ditunda. Karena secara ekonomi, pekerjaan ini tidak akan mati dan akan terus ada permintaan. Pada kenyataannya, pertanian telah melahirkan kesuksesan. Di Indonesia saja, tercatat 5 dari 10 orang terkaya di Indonesia memiliki bisnis pertanian.
Selain itu, hambatan mental yang harus diubah terkait pekerjaan petani adalah masih minimnya visi petani dalam memandang pertanian sebagai lahan bisnis. Kita tidak bisa mungkiri bahwa sebagian besar petani dan orang yang terlibat di sektor ini masih memandang pertanian dalam paradigma pekerja. Mereka seakan sudah merasa puas bekerja sebagai petani yang bekerja di sawah pada pagi hari dan sore hari harus pulang ke rumah. Begitu seterusnya. Padahal untuk menjadikan pertanian sebagai sektor yang bukan sekadar konsumsi pribadi, maka paradigma bekerja harus diubah menjadi paradigma bisnis.
Dengan berpikir bisnis, maka petani bisa naik kelas dan meningkatkan kesejahteraannya. Jadi, petani harus tahu berdagang sehingga memahami mekanisme pasar. Sikap mental petani harus dikonversi dari hanya sekadar petani menjadi seorang pengusaha. Dengan begitu, mereka membutuhkan berbagai instrumen pendukung skill mereka, antara lain dengan memberikan pendampingan mengenai strategi pascaproduksi, dunia marketing , packaging, communication skill , dan sebagainya.
Manajemen Pertanian
Selain masalah mental, pembenahan dari sisi manajemen sangat urgen dilakukan sehingga bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu sentra pertanian yang diperhitungkan di dunia. Untuk mengeliminasi beberapa permasalahan dari sisi manajemen pertanian itu, perlu solusi komprehensif dan tidak sekadar business as usual . Beberapa solusi menyeluruh itu bisa dilakukan melalui beberapa langkah tepat, antara lain: Pertama , optimalisasi kelompok tani. Seperti kita ketahui, kelompok tani merupakan salah satu sarana kerja sama antara sesama petani dalam kelompok tani dan antarkelompok tani untuk membangun hubungan dengan pemerintah serta sarana mengembangkan kapasitas para petani di Indonesia. Terkait hal ini, diperlukan adanya penyuluh pertanian yang mampu mendampingi secara melekat setiap kelompok tani. Dengan demikian, mereka bisa lebih produktif, lebih berkualitas, dan mampu memanfaatkan berbagai program bantuan pemerintah di bidang pertanian.
Untuk memaksimalkan peran kelompok tani, maka kita juga harus mampu membuat zonasi pertanian sehingga terbentuk semacam klaster-klaster pertanian di suatu wilayah. Satu klaster pertanian idealnya mencakup luas 1 hektare. Ironisnya, sekarang ini banyak petani kita yang hanya memiliki lahan sempit sehingga hasilnya pun sedikit. Padahal, jika mau menghasilkan produksi pertanian yang lebih besar perlu menyatukan lahan-lahan petani itu menjadi satu klaster dan dikelola bersama dalam satu kelompok tani. Dengan begitu hasilnya akan jauh lebih besar.
Langkah zonasi itu juga perlu didukung oleh ketersediaan data valid. Seperti yang jamak ketahui bahwa salah satu kelemahan di sektor pertanian adalah lemahnya data valid. Produksi komoditas sektor pertanian di Tanah Air harus benar-benar berdasarkan data yang akurat. Sumber data yang akurat, seperti berapa kebutuhan beras nasional, berapa hasil panen kita, distribusi dan jangkauannya, serta perlu tidaknya impor, bisa dimanfaatkan sebagai landasan dalam mengambil kebijakan dan peta jalan membangun sektor pertanian.
Kedua , melengkapi sarana-prasarana pertanian yang mengarah pada mekanisasi pertanian. Penguatan sektor pertanian dalam merespons perkembangan zaman perlu dioptimalkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Produktivitas yang rendah tidak terlepas dari masih digunakannya sistem pertanian tradisional. Kondisi itu juga diperparah dengan minimnya pendampingan penyuluhan pertanian serta keterbatasan pengetahuan dan sarana prasarana modern. Karena pertanian masih banyak digarap dengan metode konvensional dan peralatan tradisional. Seharusnya kita sudah beralih ke metode modern. Modernisasi juga pada akhirnya akan membantu dari sisi pemasaran melalui sistem daring yang sesuai dengan adaptasi Revolusi Industri 4.0.
Ketiga , langkah selanjutnya adalah melakukan pendampingan terkait ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan menggandeng sejumlah ahli pertanian dari kampus di seluruh Indonesia untuk diajak berkolaborasi melakukan langkah guna meningkatkan nilai tambah hasil petani, sekaligus demi meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Sebab pemanfaatan IPTEK di sektor pertanian akan bisa memberikan nilai tambah dan membuka peluang pasar baru yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia pertanian.
Untuk menggalakkan IPTEK pada sektor pertanian, maka di setiap luas 300 hektare lahan pertanian seharusnya dilengkapi dengan laboratorium mini yang bisa dipergunakan langsung oleh pendamping pertanian (penyuluh pertanian, mahasiswa, BPTP) sebagai wadah dalam mengkaji wabah penyakit dan atau hasil pertanian. Ini akan mendukung peningkatan kuantitas dan atau kualitas pertanian itu sendiri.
Kee mpat , membangun institusi bank tani. Hal ini penting karena bank tani adalah penopang ekonomi mikro, memperkuat kesejahteraan masyarakat, dan memotong mata rantai tengkulak. Pembentukan bank bagi petani tersebut bisa berfungsi sebagai pelaksanaan kegiatan penyaluran kredit bagi petani dengan persyaratan yang ringan dan sederhana, prosedur cepat dan dengan bunga yang relatif rendah sekitar 2-3% per tahun. Bank tani juga pada akhirnya dimungkinkan bisa berperan sebagai pembeli hasil pertanian sekaligus penjual hasil pertanian. Dengan begitu, petani tidak lagi bergantung atau dipermainkan para tengkulak.
Kelima , menjadi penting untuk kita mengawal proses hilir pertanian, memperhatikan masalah, dan terobosan pascapanen, sehingga petani bisa dengan mudah memasarkan serta menjual hasil panennya agar bernilai tambah. Maka itu, diperlukan adanya pendampingan, misalnya dalam hal kemasan dan desain, target marketing , kontinuitas serapan, dan lainnya. Itu semua pada akhirnya memberi nilai tambah pada output pertanian kita, bukan hanya bermutu baik, tapi juga cantik penampilan dan kemasannya.
Pada akhirnya, untuk mewujudkan kedaulatan pangan, Pemerintah Indonesia perlu memperhatikan secara sungguh-sungguh dalam menjaga kuantitas, kualitas, serta kontinuitas dari produk pertanian kita. Semangat membangun pertanian ini tidak bisa dilakukan setengah hati. Mengembalikan kejayaan negara agraris adalah tanggung jawab kita bersama, sebagaimana amanah Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 yang dimaksudkan untuk menguatkan sektor pertanian dan menekan impor pangan yang tidak terkendali. Indonesia lebih dari mampu untuk mewujudkan kejayaan agraris. Maka itu, langkah maju di bidang pertanian perlu segera diadopsi dan diimplementasikan secara terpadu serta menyeluruh.
Anggota DPR RI Komisi IV, Fraksi Golkar
NEGERI kita memiliki tanah yang subur dan sebagian besar pekerjaan rakyat Indonesia adalah petani. Meski demikian, negara ini belum bisa berdaulat dalam urusan pangan. Bahkan, yang lebih memprihatinkan, Indonesia lebih dikenal sebagai negara importir beras terbesar beberapa tahun belakangan ini. Nusantara yang subur di khatulistiwa seakan tidak berdaya di sektor agraris yang seharusnya unggul.
Banyak masalah yang harus kita tanggulangi bersama di sektor pertanian ini, salah satunya adalah terkait mental dan pandangan kita terhadap sektor peranian. Mengingat masih banyak kalangan yang menganggap pertanian dan profesi sebagai petani tidak bergengsi. Profesi petani dianggap sebagai pekerjaan kotor karena berhubungan dengan tanah dan lumpur. Padahal pertanian adalah pekerjaan yang menjanjikan karena berkaitan dengan kebutuhan pangan yang tidak bisa ditunda. Karena secara ekonomi, pekerjaan ini tidak akan mati dan akan terus ada permintaan. Pada kenyataannya, pertanian telah melahirkan kesuksesan. Di Indonesia saja, tercatat 5 dari 10 orang terkaya di Indonesia memiliki bisnis pertanian.
Selain itu, hambatan mental yang harus diubah terkait pekerjaan petani adalah masih minimnya visi petani dalam memandang pertanian sebagai lahan bisnis. Kita tidak bisa mungkiri bahwa sebagian besar petani dan orang yang terlibat di sektor ini masih memandang pertanian dalam paradigma pekerja. Mereka seakan sudah merasa puas bekerja sebagai petani yang bekerja di sawah pada pagi hari dan sore hari harus pulang ke rumah. Begitu seterusnya. Padahal untuk menjadikan pertanian sebagai sektor yang bukan sekadar konsumsi pribadi, maka paradigma bekerja harus diubah menjadi paradigma bisnis.
Dengan berpikir bisnis, maka petani bisa naik kelas dan meningkatkan kesejahteraannya. Jadi, petani harus tahu berdagang sehingga memahami mekanisme pasar. Sikap mental petani harus dikonversi dari hanya sekadar petani menjadi seorang pengusaha. Dengan begitu, mereka membutuhkan berbagai instrumen pendukung skill mereka, antara lain dengan memberikan pendampingan mengenai strategi pascaproduksi, dunia marketing , packaging, communication skill , dan sebagainya.
Manajemen Pertanian
Selain masalah mental, pembenahan dari sisi manajemen sangat urgen dilakukan sehingga bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu sentra pertanian yang diperhitungkan di dunia. Untuk mengeliminasi beberapa permasalahan dari sisi manajemen pertanian itu, perlu solusi komprehensif dan tidak sekadar business as usual . Beberapa solusi menyeluruh itu bisa dilakukan melalui beberapa langkah tepat, antara lain: Pertama , optimalisasi kelompok tani. Seperti kita ketahui, kelompok tani merupakan salah satu sarana kerja sama antara sesama petani dalam kelompok tani dan antarkelompok tani untuk membangun hubungan dengan pemerintah serta sarana mengembangkan kapasitas para petani di Indonesia. Terkait hal ini, diperlukan adanya penyuluh pertanian yang mampu mendampingi secara melekat setiap kelompok tani. Dengan demikian, mereka bisa lebih produktif, lebih berkualitas, dan mampu memanfaatkan berbagai program bantuan pemerintah di bidang pertanian.
Untuk memaksimalkan peran kelompok tani, maka kita juga harus mampu membuat zonasi pertanian sehingga terbentuk semacam klaster-klaster pertanian di suatu wilayah. Satu klaster pertanian idealnya mencakup luas 1 hektare. Ironisnya, sekarang ini banyak petani kita yang hanya memiliki lahan sempit sehingga hasilnya pun sedikit. Padahal, jika mau menghasilkan produksi pertanian yang lebih besar perlu menyatukan lahan-lahan petani itu menjadi satu klaster dan dikelola bersama dalam satu kelompok tani. Dengan begitu hasilnya akan jauh lebih besar.
Langkah zonasi itu juga perlu didukung oleh ketersediaan data valid. Seperti yang jamak ketahui bahwa salah satu kelemahan di sektor pertanian adalah lemahnya data valid. Produksi komoditas sektor pertanian di Tanah Air harus benar-benar berdasarkan data yang akurat. Sumber data yang akurat, seperti berapa kebutuhan beras nasional, berapa hasil panen kita, distribusi dan jangkauannya, serta perlu tidaknya impor, bisa dimanfaatkan sebagai landasan dalam mengambil kebijakan dan peta jalan membangun sektor pertanian.
Kedua , melengkapi sarana-prasarana pertanian yang mengarah pada mekanisasi pertanian. Penguatan sektor pertanian dalam merespons perkembangan zaman perlu dioptimalkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Produktivitas yang rendah tidak terlepas dari masih digunakannya sistem pertanian tradisional. Kondisi itu juga diperparah dengan minimnya pendampingan penyuluhan pertanian serta keterbatasan pengetahuan dan sarana prasarana modern. Karena pertanian masih banyak digarap dengan metode konvensional dan peralatan tradisional. Seharusnya kita sudah beralih ke metode modern. Modernisasi juga pada akhirnya akan membantu dari sisi pemasaran melalui sistem daring yang sesuai dengan adaptasi Revolusi Industri 4.0.
Ketiga , langkah selanjutnya adalah melakukan pendampingan terkait ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan menggandeng sejumlah ahli pertanian dari kampus di seluruh Indonesia untuk diajak berkolaborasi melakukan langkah guna meningkatkan nilai tambah hasil petani, sekaligus demi meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Sebab pemanfaatan IPTEK di sektor pertanian akan bisa memberikan nilai tambah dan membuka peluang pasar baru yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia pertanian.
Untuk menggalakkan IPTEK pada sektor pertanian, maka di setiap luas 300 hektare lahan pertanian seharusnya dilengkapi dengan laboratorium mini yang bisa dipergunakan langsung oleh pendamping pertanian (penyuluh pertanian, mahasiswa, BPTP) sebagai wadah dalam mengkaji wabah penyakit dan atau hasil pertanian. Ini akan mendukung peningkatan kuantitas dan atau kualitas pertanian itu sendiri.
Kee mpat , membangun institusi bank tani. Hal ini penting karena bank tani adalah penopang ekonomi mikro, memperkuat kesejahteraan masyarakat, dan memotong mata rantai tengkulak. Pembentukan bank bagi petani tersebut bisa berfungsi sebagai pelaksanaan kegiatan penyaluran kredit bagi petani dengan persyaratan yang ringan dan sederhana, prosedur cepat dan dengan bunga yang relatif rendah sekitar 2-3% per tahun. Bank tani juga pada akhirnya dimungkinkan bisa berperan sebagai pembeli hasil pertanian sekaligus penjual hasil pertanian. Dengan begitu, petani tidak lagi bergantung atau dipermainkan para tengkulak.
Kelima , menjadi penting untuk kita mengawal proses hilir pertanian, memperhatikan masalah, dan terobosan pascapanen, sehingga petani bisa dengan mudah memasarkan serta menjual hasil panennya agar bernilai tambah. Maka itu, diperlukan adanya pendampingan, misalnya dalam hal kemasan dan desain, target marketing , kontinuitas serapan, dan lainnya. Itu semua pada akhirnya memberi nilai tambah pada output pertanian kita, bukan hanya bermutu baik, tapi juga cantik penampilan dan kemasannya.
Pada akhirnya, untuk mewujudkan kedaulatan pangan, Pemerintah Indonesia perlu memperhatikan secara sungguh-sungguh dalam menjaga kuantitas, kualitas, serta kontinuitas dari produk pertanian kita. Semangat membangun pertanian ini tidak bisa dilakukan setengah hati. Mengembalikan kejayaan negara agraris adalah tanggung jawab kita bersama, sebagaimana amanah Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 yang dimaksudkan untuk menguatkan sektor pertanian dan menekan impor pangan yang tidak terkendali. Indonesia lebih dari mampu untuk mewujudkan kejayaan agraris. Maka itu, langkah maju di bidang pertanian perlu segera diadopsi dan diimplementasikan secara terpadu serta menyeluruh.
(pur)