PBNU Setuju Presiden Kembali Dipilih MPR
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) setuju pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Alasannya, pilpres secara langsung selama ini dinilai lebih banyak dampak negatifnya atau mudharat dibandingkan manfaatnya.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, keinginan mengembalikan pemilihan pilpres oleh MPR tersebut merupakan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konbes NU di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat pada 2012 silam.
”Tentang pemilihan presiden oleh MPR, itu keputusan Munas di (Ponpes) Kempek, waktu Pak SBY masih Presiden. Pada 2012, Munas NU di Kempek, Cirebon. Ada kiai-kiai sepuh, waktu masih ada Kiai Sahal Mahfudz (Rais Aam PBNU) ketika masih hidup. Ada KH Musthofa Bisri melihat madharat dan manfaat, jelas sekali pemilihan presiden langsung itu high cost, terutama cost social,” tutur Said kepada wartawan di sela menerima kunjungan pimpinan MPR di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Said mengatakan, pelaksanaan pilpres langsung selalu dibayangi ancaman konflik. ”Kita tahu kemarin saja, baru saja kita lalui (pilpres-red), betapa keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat memprihatinkan. Untung alhamdulillah (aman-red). Tapi apakah setiap lima tahun harus begini,” tuturnya.
Menurut Kiai Said, para kiai NU saat itu berpikir pengembalian pemilihan presiden melalui MPR justru untuk kepentingan rakyat. ”Tidak ada kepentingan politik praktis. Demikian pula GBHN, demikian pun amendemen terbatas atau menyeluruh, kita serahkan bapak-bapak (pimpinan MPR-red) yang terhormat ini. Tapi yang jelas amendemen itu suatu keharusan,” paparnya. (Baca Juga: MPR Pastikan Pemilihan Presiden Langsung Tak Akan Diamendemen)
Mengenai anggapan pilpres oleh MPR sebagai sebuah kemunduran demokrasi, Said mengatakan demokrasi hanyalah sebuah alat atau media dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. ”Bukan tujuan demokrasi itu. Demokrasi itu alat, media untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan rakyat. Kalau demokrasi menyebabkan kemudharatan, kegaduhan, belum tentu demokrasi liberal itu akan menyejahterakan rakyat,” katanya.
Alasannya, pilpres secara langsung selama ini dinilai lebih banyak dampak negatifnya atau mudharat dibandingkan manfaatnya.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, keinginan mengembalikan pemilihan pilpres oleh MPR tersebut merupakan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konbes NU di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat pada 2012 silam.
”Tentang pemilihan presiden oleh MPR, itu keputusan Munas di (Ponpes) Kempek, waktu Pak SBY masih Presiden. Pada 2012, Munas NU di Kempek, Cirebon. Ada kiai-kiai sepuh, waktu masih ada Kiai Sahal Mahfudz (Rais Aam PBNU) ketika masih hidup. Ada KH Musthofa Bisri melihat madharat dan manfaat, jelas sekali pemilihan presiden langsung itu high cost, terutama cost social,” tutur Said kepada wartawan di sela menerima kunjungan pimpinan MPR di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Said mengatakan, pelaksanaan pilpres langsung selalu dibayangi ancaman konflik. ”Kita tahu kemarin saja, baru saja kita lalui (pilpres-red), betapa keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat memprihatinkan. Untung alhamdulillah (aman-red). Tapi apakah setiap lima tahun harus begini,” tuturnya.
Menurut Kiai Said, para kiai NU saat itu berpikir pengembalian pemilihan presiden melalui MPR justru untuk kepentingan rakyat. ”Tidak ada kepentingan politik praktis. Demikian pula GBHN, demikian pun amendemen terbatas atau menyeluruh, kita serahkan bapak-bapak (pimpinan MPR-red) yang terhormat ini. Tapi yang jelas amendemen itu suatu keharusan,” paparnya. (Baca Juga: MPR Pastikan Pemilihan Presiden Langsung Tak Akan Diamendemen)
Mengenai anggapan pilpres oleh MPR sebagai sebuah kemunduran demokrasi, Said mengatakan demokrasi hanyalah sebuah alat atau media dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. ”Bukan tujuan demokrasi itu. Demokrasi itu alat, media untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan rakyat. Kalau demokrasi menyebabkan kemudharatan, kegaduhan, belum tentu demokrasi liberal itu akan menyejahterakan rakyat,” katanya.
(dam)