Jokowi dan Kepemimpinan Muda

Rabu, 27 November 2019 - 05:06 WIB
Jokowi dan Kepemimpinan...
Jokowi dan Kepemimpinan Muda
A A A
Abdul Mu'ti

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

SATU di antara kekhasan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah keberaniannya mengambil keputusan yang berisiko. Dalam teori kepemimpinan, keberanian mengambil risiko (risk taker) merupakan prasyarat pemimpin yang kuat.Lima tahun lalu Jokowi mengangkat Susi Pudjiastuti yang hanya tamat SMP sebagai menteri kelautan. Sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia modern. Susi menjawab kepercayaan Jokowi dengan bekerja keras dan mengambil keputusan yang berani. Demi menyelamatkan kekayaan laut, Susi menangkap dan menenggelamkan kapal-kapal asing yang mencuri ikan di wilayah Indonesia.

Untuk menjaga ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan nelayan, Susi melarang penggunaan cantrang. Banyak yang menentang. Tapi, Susi tidak selangkah pun surut ke belakang. Selama lima tahun menjabat, rapor kinerja Susi termasuk mengilap. Jokowi kembali mengambil risiko dengan mengangkat generasi milenial sebagai pembantu terdekat. Jokowi mengangkat Nadiem Anwar Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Prestasi dan latar belakang pendidikan Nadiem memang mentereng. Dia mendapatkan gelar Master di Universitas Harvard, sebuah kampus terkemuka di Amerika Serikat. Nadiem juga sukses memimpin GoJek, pelopor bisnis startup di Indonesia yang mulai merambah negara tetangga.

Tapi, Nadiem masih belia. Usianya baru 35 tahun. Nadiem tidak pernah berkiprah dalam kancah dan kepemimpinan pendidikan. Rekam jejak Nadiem lebih banyak dalam dunia bisnis. Padahal, tugas Nadiem sangat berat. Di antara prioritas Kabinet Indonesia Maju adalah pembangunan sumber daya manusia. Kedudukan dan peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi andalan dan sangat menentukan. Sungguh berisiko. Kementerian yang begitu besar dengan ribuan profesor, jutaan murid dan mahasiswa, serta ratusan ribu guru diserahkan kepada "anak kemarin sore".

Demikian halnya dengan pengangkatan staf khusus kepresidenan. Tujuh dari 13 staf adalah anak-anak muda di bawah 40 tahun. Mereka berasal dari latar belakang berbeda. Kesamaannya terletak pada prestasi di bidang masing-masing.

Melawan Mitos

Life begins after 40. Pepatah Inggris itu berarti sukses karier dinikmati setelah usia 40 tahun. Ada juga yang memercayai 40 tahun adalah usia di mana seseorang mencapai kematangan, kearifan, dan kelayakan memegang tampuk kepemimpinan.

Sebagian umat Islam berkeyakinan bahwa 40 tahun adalah batas minimal seorang menjadi pemimpin. Keyakinan tersebut dikaitkan dengan usia kenabian. Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul pada umur 40 tahun. Sebagian umat Islam berpendapat berbeda. Tidak ada batasan minimal usia kepemimpinan.

Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW menunjuk Usamah Bin Zaid yang baru berusia 18 tahun sebagai panglima perang. Padahal, di antara pasukan terdapat Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, dan sederet sahabat senior yang berpengalaman. Sultan Mahmud II menjadi Sultan Turki Utsmani ketika berusia 12 tahun. Di bawah kepemimpinannya, Turki berhasil menguasai Konstantinopel yang kemudian diganti menjadi Istambul. Khalifah Abdurrahman ad-Dahil membangun Dinasti Umayyah II di Andalusia (Spanyol) saat berusia 25 tahun.

Di Indonesia, batas usia 40 dihubungkan dengan usia minimal presiden dan wakil presiden. Dalam Konstitusi disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden berusia sekurang-kurangnya 40 tahun. Tetapi, di dalam sejarah kabinet era Soekarno, beberapa menteri menjabat di usia muda. Sutan Sjahrir (1909-1966) menjadi perdana menteri pertama (14 November 1945-3 Juli 1947). Umur Sjahrir waktu itu baru 36 tahun. Juanda (1911-1963) menjadi menteri perhubungan (1946-1949) di bawah kabinet Sjahrir saat berusia 35 tahun. Karena usia 40 dalam kepemimpinan mungkin hanya tradisi, bahkan mitos belaka.

Masa Depan

Tren kepemimpinan muda dimulai sejak era 1990-an. Bill Clinton (1946) menjadi presiden Amerika Serikat (1993-2001). Ketika pertama kali menjabat, Clinton berusia 47 tahun. Dalam kampanye Clinton diragukan. Bagaimana mereka yang belum beres mengatur kamar tidur akan mengurus negara. Menyusul Clinton, Tony Blair (1953) didapuk menjadi perdana menteri Inggris (1997-2007). Saat pertama menjabat, Blair baru 44 tahun. Tren kepemimpinan muda terus berlanjut. Emmanuel Macron (1977) memenangkan perebutan kursi presiden Prancis dua tahun lalu (2017). Ketika memimpin Prancis usia Macron baru 40 tahun. Sangat muda untuk negara Prancis.

Yang juga mengemuka adalah kabinet Mahathir Mohamad. Ia kembali ke kursi perdana menteri Malaysia di usia lebih dari 90 tahun. Tetapi, Mahathir menampilkan komposisi kabinet muda. Ketika dilantik menjadi menteri pendidikan Malaysia, Maszlee Malik (1974) berusia 34 tahun. Yang benar-benar muda adalah Syed Saddiq Syed Abdul Rahman (1992). Dia baru berusia 26 tahun ketika Mahathir menunjuknya menjadi menteri pemuda dan olahraga Malaysia (2018).

Banyak yang meragukan pilihan Presiden Jokowi. Tapi, dia punya alasan tersendiri. Jokowi mengharapkan anak-anak muda yang kreatif memberikan nuansa baru dalam pemerintahan. Jokowi ingin membuktikan bahwa jika diberikan kepercayaan, para pemimpin muda juga mampu memimpin negara. Jokowi seperti memberi afirmasi kesuksesan para pemimpin muda di tingkat nasional. Beberapa wakil menteri tidak hanya muda. Sebagian mereka bahkan penyandang disabilitas. Jokowi ingin menghapuskan diskriminasi rasial dan disabilitas sebagai wujud pemenuhan hak sipil dan hak asasi manusia.

Sejak otonomi daerah, tidak sedikit bupati, wali kota, dan gubernur yang muda belia. Dengan model dan kualitas kepemimpinan yang khas, mereka berhasil memajukan daerahnya. Di antara mereka terdapat Tuan Guru Bajang Zainul Mahdi (1972),gubernur Nusa Tenggara Barat (2008-2018); Abdullah Azwar Anas (1973), bupati Banyuwangi (2010-sekarang); Mirna Annisa (1981),bupati Kendal (2016-sekarang); dan masih banyak lagi.

Presiden Jokowi telah memulai langkah pembelian kepemimpinan nasional. Jokowi sengaja melawan arus. Selalu ada plus-minus. Akankah para pemimpin belia tersebutberhasil? Waktulah yang menguji dan membuktikannya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6133 seconds (0.1#10.140)