Refly Harun Sebut Wacana Pilkada Dikembalikan ke DPRD Bukan Sebuah Jawaban
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai bahwa wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung agar dikembalikan kepada DPRD bukanlah jawaban atas persoalan mahalnya biaya politik.
"Saya kira banyak cara untuk menegakkan governance pemilu kita atau pilkada kita, banyak cara untuk menghemat, banyak cara untuk membuat efektif dan efisien, banyak cara untuk membuat pilkada itu jujur dan adil," ujar Refly dalam diskusi di kawasan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Menurutnya, masih banyak cara lain ketimbang mengembalikan pilkada langsung menjadi pilkada asimetris yang justru dinilai sebagai bentuk kemunduran. "Jangan kemudian kita balik arah dari pemilihan langsung ke pemilihan tidak langsung, itu is not answer, itu bukan jawaban," jelasnya.
Refly justru menilai model pilkada asimetris yang kekinian telah diterapkan di beberapa daerah perlu dievaluasi. Misalnya pilkada asimetris di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Aceh, DKI Jakarta dan Papua.
"Saya setuju kita harus mengkaji asimetris ini lebih lanjut. Sebagai contoh misalnya, apakah di Papua di daerah-daerah tertentu yang di pegunungan terutama yang masih memberlakukan sistem noken masih memerlukan pemilihan secara langsung atau tidak," terangnya.
"Karena pemilihan langsung itu adalah pemilihan luber dan jurdil harusnya, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Nah dalam sistem noken saya kira luber susah tercapai," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mewacanakan agar pilkada langsung diganti menjadi pilkada tidak langsung, yakni pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Usulan dilatarbelakangi adanya biaya politik yang tinggi selama pilkada langsung.
"Saya kira banyak cara untuk menegakkan governance pemilu kita atau pilkada kita, banyak cara untuk menghemat, banyak cara untuk membuat efektif dan efisien, banyak cara untuk membuat pilkada itu jujur dan adil," ujar Refly dalam diskusi di kawasan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Menurutnya, masih banyak cara lain ketimbang mengembalikan pilkada langsung menjadi pilkada asimetris yang justru dinilai sebagai bentuk kemunduran. "Jangan kemudian kita balik arah dari pemilihan langsung ke pemilihan tidak langsung, itu is not answer, itu bukan jawaban," jelasnya.
Refly justru menilai model pilkada asimetris yang kekinian telah diterapkan di beberapa daerah perlu dievaluasi. Misalnya pilkada asimetris di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Aceh, DKI Jakarta dan Papua.
"Saya setuju kita harus mengkaji asimetris ini lebih lanjut. Sebagai contoh misalnya, apakah di Papua di daerah-daerah tertentu yang di pegunungan terutama yang masih memberlakukan sistem noken masih memerlukan pemilihan secara langsung atau tidak," terangnya.
"Karena pemilihan langsung itu adalah pemilihan luber dan jurdil harusnya, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Nah dalam sistem noken saya kira luber susah tercapai," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mewacanakan agar pilkada langsung diganti menjadi pilkada tidak langsung, yakni pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Usulan dilatarbelakangi adanya biaya politik yang tinggi selama pilkada langsung.
(kri)