Membangun Karier di Era Digital

Rabu, 20 November 2019 - 08:30 WIB
Membangun Karier di...
Membangun Karier di Era Digital
A A A
Fajar Baskoro
Dosen pada Fakultas Teknologi Informasi ITS, Fasilitator Program Double Track Dinas Pendidikan Jatim-ITS

MENURUT rencana per Januari 2020, pemerintah akan memberlakukan program Kartu Pekerja yang antara lain diwujudkan melalui berbagai macam pelatihan agar para pencari kerja siap memasuki dunia kerja. Telah disiapkan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan bagi dunia industri dan dunia usaha dalam memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang berbasis pada digitalisasi.

Beberapa kementerian seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Tenaga Kerja telah menyiapkan bentuk pelatihan yang dikemas dalam Program Digital Talent Scouting untuk mempersiapkan talenta digital yang dapat menguasai cyber security, cloud computing, big data analytics, artificial intelligence, dan digital business.

Persoalannya saat ini adalah tidak semua calon penerima kartu pekerja atau para pencari kerja (baca: pengangguran) memiliki latar belakang pengetahuan tentang digital. Apa artinya? Perlu langkah lain sebelum "memaksakan" para penerima kartu pekerja mengikuti pelatihan yang berbasis digital.

Langkah lain itu adalah menyiapkan pelatihan-pelatihan keterampilan yang tidak harus menguasai pengetahuan tentang digital, tetapi pelaksanaan yang menyertai pelatihannya, termasuk tindak lanjutnya, berbasis digital. Inilah yang diterapkan dalam pelaksanaan Program Double Track (DT) di Jawa Timur.

Memang diakui melalui pelatihan berbasis digital, beberapa keuntungan akan diperoleh sekaligus, selain aspek keterjangkauan yang tidak lagi dibatasi pada kewilayahan yang rigid karena dapat diakses secara luas, pelatihan model ini juga dapat dimodifikasi untuk menjadi penghubung atau jembatan antara sumber daya manusia (SDM) yang tersedia atau yang telah mengikuti pelatihan dengan perusahaan atau instansi yang membutuhkan tenaga kerja.

Bermaksud ingin berbagi pengalaman dari apa yang telah dilakukan Pemerintah Jawa Timur melalui Dinas Pendidikan dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya lewat Program DT, kiranya tulisan berikut dapat dijadikan semacam acuan untuk pelaksanaan pelatihan berbasis digital.

Imbas Disrupsi
Disadari digitalisasi merasuk ke berbagai sektor industri dan menciptakan disrupsi. Pekerjaan baru muncul, sementara sebagian lainnya hilang tergantikan oleh teknologi, mesin, dan robot. Perubahan tersebut menjadi tantangan. Di sisi lain, kemajuan teknologi informasi melahirkan profesi pekerjaan baru yang tidak terikat atau disebut juga dengan freelancer, antara lain fotografer produk, web developer, content creator, digital marketing, social media management, sampai vlogger. Semua ini membuka jalan untuk menciptakan peluang karier baru, yang menuntut penguasaan kompetensi di bidang digital.

Perkembangan teknologi menciptakan disrupsi dan mengubah cara orang bekerja di berbagai macam lapangan pekerjaan. Perubahan ini menuntut kesiapan calon tenaga kerja untuk menguasai keterampilan teknis dan keterampilan digital seperti sosial media, internet marketing, update informasi blog, dan lainnya.

Ryan Avent (2016) pada The Economist melalui artikel berjudul The Wealth of Humans menyatakan bahwa revolusi teknologi digital pada abad ke-21 ini adalah revolusi dengan imbas disrupsi yang sangat besar. Era digital ini memengaruhi perubahan pola kerja manusia dalam tiga hal. Pertama, kemunculan artificial intelegence (AI). Kedua, semakin membesarnya fenomena hyper-globalization. Ketiga, kesempatan untuk melakukan lompatan jauh atas produktivitas manusia.

Seperti telah dilakukan dalam Program DT, program yang memberikan beberapa bidang keterampilan; boga, busana, servis sepeda motor, multimedia, kecantikan; bagi siswa SMA/MA di daerah pinggiran di Jawa Timur, ada empat tahap yang dilakukan untuk membangun karier digital sejak dini bagi peserta. Pertama , penyediaan ekosistem pelatihan secara daring melalui ruangtraining.net yang didukung dengan teknologi informasi.

Kedua, sertifikasi level kompetensi yang dipunyai dengan menyediakan ruangujian.net. Ketiga , merawat sustainability program melalui job placement ruangkarir.net. Keempat, pengembangan marketplace daring sebagai wadah kewirausahaan untuk mengenalkan produk yang dihasilkan sekaligus juga melakukan transaksi jual beli.

Program pengembangan karier digital melalui ruangkarir.net tersebut dimaksudkan agar kalangan milenial tidak saja mampu menyiapkan kapasitas diri di tengah tuntutan dunia kerja pada era teknologi digital, tetapi juga menghubungkan peluang pekerjaan ke sektor usaha kecil dan menengah (UKM) serta industri kecil dan menengah (IKM).

Kendala di Masyarakat
Diakui, loncatan inovasi teknologi digital dengan terbukanya peluang-peluang kerja baru pada kenyataannya menemui beberapa kendala dan tidak bisa dimasuki oleh para calon tenaga kerja di masyarakat. Terutama jika para calon tenaga kerja tidak mau berubah dan bertahan pada zona nyaman, dan hanya mau bekerja pada bidang-bidang yang telah dikenal pada mindset old school yang sesuai dengan aturan atau profesi-profesi lama.

Karena itu, beberapa mindset old school seperti sikap mental "self disruptive"; ketakutan akan kegagalan (fear of failure); dan kebiasaan tidak menyimpan portofolio hasil karya secara online perlu dikikis dan dihindari. Calon pekerja yang membangun karier di era digital harus bisa membebaskan diri dari fixed mindset dan menggantikan dengan berpikir fleksibel, terbuka terhadap ide-ide baru ataupun nyeleneh atau out of the box. Kita perlu berpikiran maju dan belajar mengadaptasi sikap dan keterampilan atas teknologi baru.

Di sisi lain, di era digital, semua orang merasakan ketidakjelasan. Mulai dari lapangan pekerjaan, standar gaji, ataupun jenis profesi dan jabatan. Apa yang diyakini sebagai cita-cita ketika siap bekerja ternyata tidak tercapai. Pada kondisi seperti ini calon pekerja harus siap dan tetap merencanakan tindakan dan upaya peningkatan kemampuan pada bidang-bidang baru. Kita harus meyakinkan diri sendiri bahwa ketidakjelasan dan kegagalan itu adalah baik dan merupakan peluang untuk masa depan. Kiranya, sebagai sebuah pengalaman yang telah berhasil dijalankan, itulah beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran dan acuan bagi para pelaksana program Kartu Kerja.

Konten pelatihannya tidak selalu keterampilan yang berbasis digital, tapi pelaksanaan pelatihannyalah yang harus berbasis digital. Bukankah sebagian besar angka pengangguran terbuka kita saat ini; mereka yang akan memperoleh program Kartu Kerja; adalah generasi digital immigrant, bukan generasi digital native sebagaimana yang didefinisikan oleh Marc Prensky. Semoga.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0900 seconds (0.1#10.140)