Hadiri Penutupan Kongres, Pengamat: Jokowi Ingin Nasdem Tetap 'Good Boy' di Koalisi
A
A
A
JAKARTA - Istana mengonfirmasi bahwa Presiden Jokowi akan hadir dalam penutupan Kongres Partai Nasdem ke-2 nanti malam. Kehadiran Jokowi dinilai akan menambah dinamika peta politik di internal koalisi pemerintahan semakin seru mengingat, publik menunggu cara komunikasi dan 'gimmick' politik yang akan terjadi.
"Hal yang bagus jika Jokowi diundang dan menutup Kongres Nasdem. Artinya Nasdem sedang menjaga keseimbangan. Keseimbangan tetap menjaga koalisi dengan Jokowi dan berteman dengan partai oposisi seperti PKS," kata Analis Politik asal Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin saat dihubungi Sindonews, Senin (11/11/2019).
Ujang mengatakan, langkah Nasdem mengundang Jokowi dalam penutupan Kongres dinilai karena partai ini ingin bermain cantik. Meski kecewa dengan Jokowi, Nasdem tetap akan ada dikoalisi Jokowi. Karena jika keluar koalisi Nasdem sendiri yang rugi, lantaran sudah berkeringat dan berdarah-darah memenangkan Jokowi di Pilpres 2019 lalu.
Di sisi lain, kata Ujang, naik-turun hubungan dalam politik itu biasa. Menurutnya, hubungan panas-adem dengan Jokowi pun biasa. Sebab politik itu basisnya kepentingan yakni kepentingan yang sama.
Sehingga jika masih kepentinga yang sama, maka akan masih bersama-sama. Namun jika kepentingannya berbeda, maka akan mencela. "Jokowi sih berharap Nasdem tetap menjadi "good boy". Tidak menjadi "bad boy" di koalisi Jokowi. Jokowi berkepentingan Nasdem tetap ada dalam barisan koalisinya," ujar dia.
Direktur Indonesia Political Review (IPR) itu memprediksi, peta politik di internal koalisi tetap tak akan berubah. Menurutnya, tetap akan ada perang dingin sebagai strategi politik 'mengamankan diri' masing-masing partai politik.
Lebih lanjut, Ujang mengatakan, koalisi yang didasarkan kepentingan dan pragmatisme akan mudah luntur dan pecah. Namun koalisi yang dibangun atas dasar ideologi akan kuat dan kokoh. "Nah koalisi Jokowi itu kan koalisi berbasis kepentingan dan pragmatisme, maka yang terjadi bagi-bagi kekuasaan. Yang ada saling tikam sesama partai koalisi," tutur dia.
"Dan akan ditambahnya wamen 6 lagi. Memandakan Jokowi sedang menerapkan politik akomodatif. Dan ingin membagi jabatan bagi partai yang belum dapat kekuasaan. Dan ini melanggar dan menabrak sendiri pernyataannya yang ingin birokrasi ramping dan agar anggaran negara tidak boros," imbuh Ujang menandaskan.
"Hal yang bagus jika Jokowi diundang dan menutup Kongres Nasdem. Artinya Nasdem sedang menjaga keseimbangan. Keseimbangan tetap menjaga koalisi dengan Jokowi dan berteman dengan partai oposisi seperti PKS," kata Analis Politik asal Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin saat dihubungi Sindonews, Senin (11/11/2019).
Ujang mengatakan, langkah Nasdem mengundang Jokowi dalam penutupan Kongres dinilai karena partai ini ingin bermain cantik. Meski kecewa dengan Jokowi, Nasdem tetap akan ada dikoalisi Jokowi. Karena jika keluar koalisi Nasdem sendiri yang rugi, lantaran sudah berkeringat dan berdarah-darah memenangkan Jokowi di Pilpres 2019 lalu.
Di sisi lain, kata Ujang, naik-turun hubungan dalam politik itu biasa. Menurutnya, hubungan panas-adem dengan Jokowi pun biasa. Sebab politik itu basisnya kepentingan yakni kepentingan yang sama.
Sehingga jika masih kepentinga yang sama, maka akan masih bersama-sama. Namun jika kepentingannya berbeda, maka akan mencela. "Jokowi sih berharap Nasdem tetap menjadi "good boy". Tidak menjadi "bad boy" di koalisi Jokowi. Jokowi berkepentingan Nasdem tetap ada dalam barisan koalisinya," ujar dia.
Direktur Indonesia Political Review (IPR) itu memprediksi, peta politik di internal koalisi tetap tak akan berubah. Menurutnya, tetap akan ada perang dingin sebagai strategi politik 'mengamankan diri' masing-masing partai politik.
Lebih lanjut, Ujang mengatakan, koalisi yang didasarkan kepentingan dan pragmatisme akan mudah luntur dan pecah. Namun koalisi yang dibangun atas dasar ideologi akan kuat dan kokoh. "Nah koalisi Jokowi itu kan koalisi berbasis kepentingan dan pragmatisme, maka yang terjadi bagi-bagi kekuasaan. Yang ada saling tikam sesama partai koalisi," tutur dia.
"Dan akan ditambahnya wamen 6 lagi. Memandakan Jokowi sedang menerapkan politik akomodatif. Dan ingin membagi jabatan bagi partai yang belum dapat kekuasaan. Dan ini melanggar dan menabrak sendiri pernyataannya yang ingin birokrasi ramping dan agar anggaran negara tidak boros," imbuh Ujang menandaskan.
(pur)