Penunjukan Kabareskrim Harus Bebas dari Intervensi Politik
A
A
A
JAKARTA - Sistem promosi dan karier di tubuh Polri harus dihindarkan dari intervensi politik. Termasuk dalam pemilihan sosok yang dipercaya sebagai kabareskrim.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, dalam negara demokrasi, kontrol sipil terhadap TNI dan Polri harus dilakukan secara demokratis. Para pemimpin sipil memiliki peran dalam melakukan proses pergantian pimpinan tinggi (Panglima TNI, Kapolri, dan para kepala staf TNI) di dua institusi tersebut. (Baca juga: Dilantik Jadi Kapolri, Idham: Kerja, Kerja, Kerja )
Di sisi lain para pemimpin sipil harus memberi ruang pada pimpinan TNI dan Polri menata sistem promosi dan karir secara independen serta profesional. “Harus dihindari intervensi politik yang terlalu dalam ke tubuh TNI/Polri. Hal itu akan membuka peluang terjadinya politisasi. TNI/Polri harus netral dan independen. Karena itu, pergantian kabareskrim perlu memperhatikan merit system,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Diketahui, saat ini posisi kabareskrim Polri masih kosong. Kapolri Jenderal Pol Idham Azis belum menunjuk siapa yang akan menggantikan posisi yang ia tinggalkan di bareskrim.Al Araf menekankan, konsistensi penggunaan merit system penting dikedepankan. Selain mendorong profesionalisme, sistem promosi dan mutasi di tubuh Polri akan menjadi lebih akuntabel dan transparan.
“Merit system harus menjadi rujukan utama dalam menyeleksi sosok perwira tinggi yang akan menjabat pos kabareskrim,” tandasnya.
Selain itu, Al Araf mengingatkan, sebagai bagian dari penegak hukum, Polri harus bersikap netral dan tidak berpolitik. Reformasi penegakan hukum perlu menerapkan prinsip good governance. Yakni transparansi dan akuntabilitas serta penghormatan terhadap HAM dalam menata organisasi.
“Mewujudkan Polri yang profesional harus dimulai dengan menata institusi yang menjalankan sistem promosi dan pendidikan berjenjang dengan baik,” imbuhnya.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, dalam negara demokrasi, kontrol sipil terhadap TNI dan Polri harus dilakukan secara demokratis. Para pemimpin sipil memiliki peran dalam melakukan proses pergantian pimpinan tinggi (Panglima TNI, Kapolri, dan para kepala staf TNI) di dua institusi tersebut. (Baca juga: Dilantik Jadi Kapolri, Idham: Kerja, Kerja, Kerja )
Di sisi lain para pemimpin sipil harus memberi ruang pada pimpinan TNI dan Polri menata sistem promosi dan karir secara independen serta profesional. “Harus dihindari intervensi politik yang terlalu dalam ke tubuh TNI/Polri. Hal itu akan membuka peluang terjadinya politisasi. TNI/Polri harus netral dan independen. Karena itu, pergantian kabareskrim perlu memperhatikan merit system,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Diketahui, saat ini posisi kabareskrim Polri masih kosong. Kapolri Jenderal Pol Idham Azis belum menunjuk siapa yang akan menggantikan posisi yang ia tinggalkan di bareskrim.Al Araf menekankan, konsistensi penggunaan merit system penting dikedepankan. Selain mendorong profesionalisme, sistem promosi dan mutasi di tubuh Polri akan menjadi lebih akuntabel dan transparan.
“Merit system harus menjadi rujukan utama dalam menyeleksi sosok perwira tinggi yang akan menjabat pos kabareskrim,” tandasnya.
Selain itu, Al Araf mengingatkan, sebagai bagian dari penegak hukum, Polri harus bersikap netral dan tidak berpolitik. Reformasi penegakan hukum perlu menerapkan prinsip good governance. Yakni transparansi dan akuntabilitas serta penghormatan terhadap HAM dalam menata organisasi.
“Mewujudkan Polri yang profesional harus dimulai dengan menata institusi yang menjalankan sistem promosi dan pendidikan berjenjang dengan baik,” imbuhnya.
(poe)