TIK Indonesia ke Depan Mau Dibawa ke Mana?
A
A
A
Hasnil Fajri
Praktisi dan Pengamat TIK-Ekraf
PRESIDEN Joko Widodo yang baru saja dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu segera mengumumkan dan melantik Kabinet Indonesia Kerja (KIK) Jilid II. Salah satu jabatan strategis di dalamnya adalah menteri komunikasi dan informatika (kominfo).
Mengapa saya menyebutnya jabatan strategis? Tak lain karena peran, fungsi serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kementerian Kominfo memang sangat penting dan strategis khususnya saat dunia memasuki tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Selain itu dalam menghadapi perang dagang antara AS vs China yang dipicu dari persaingan di bidang teknologi informasi komunikasi (TIK) kedua negara yang berdampak pada ekonomi global tak terkecuali Indonesia.
Bila kita menjabarkan visi dan misi presiden terkait TIK serta kaitannya dengan Trisakti dan Nawacita maka ada beberapa peran, fungsi dan tupoksi dari Kemkominfo: Pertama, TIK sebagai alat ekonomi yang sekarang dikenal dengan istilah digital economy, kedua, TIK sebagai infrastruktur (enabler of human development), ketiga, TIK sebagai alat kedaulatan (cyber and data sovereignity) dan keempat, TIK sebagai industri (HW,S/W & brainware).
Untuk peran dan fungsi pertama dan kedua diatas, sebagai alat ekonomi dan infrastruktur itu sudah berjalan baik dan on the track. Tinggal melanjutkan blue print, roadmap dan grand strategy yang sudah dibuat dan direncanakan dengan menyesuaikan dengan tantangan, dinamika dan tren teknologi dunia mendatang.
Namun untuk fungsi ketiga dan keempat TIK sebagai kedaulatan dan industri, tantangan dan peluang sangat luar biasa dan berimplikasi besar untuk kedaulatan cyber dan kekuatan industri TIK dalam negeri, terutama jika kita bisa merencanakan dan membuat blueprint, roadmap dan grand strategy yang komprehensif dan sustainable serta mampu mengeksekusinya dengan tepat, cepat dan benar. Sebaliknya, jika tidak berhasil ancamannya sangat besar untuk kedaulatan cyber dan industri TIK dalam negeri.
Ada satu peran, fungsi dan tupoksi Kemkominfo yang kami usul dikeluarkan dan dipindahkan ke kementerian lain yaitu fungsi Informasi diseminasi pada Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP). Ini lebih tepat dipindahkan dan dilebur ke Kementerian Sekretaris Negara. Secara best practise di negara lain di dunia menkominfo (TIK) tidak mengelola fungsi informasi diseminasi termasuk urusan hoax yang tidak terkait teknis dengan teknologi.
Tantangan berikutnya meliputi persoalan-persoalan internal di Kementerian seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik teknis maupun nonteknis dari staf hingga pejabat eselon (hal ini sejalan dengan tema HUT RI ke-74: SDM Unggul Indonesia Maju).
Juga pembersihan staf yang terpapar paham radikalisme (program revolusi mental), menata dan mengefisienkan rantai birokrasi, dan memotivasi staf dan pejabat eselon serta koordinasi, sinergi dan kolaborasi yang baik dengan kementerian dan lembaga terkait seperti dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perekonomian, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Pengkajian dan Penrapan Teknologi (BPPT) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) agar bisa membantu menterinya menyukseskan visi dan misi presiden, Trisakti dan Nawacita.
Adapun tantangan eksternal tidak kalah menantangnya seperti penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi yang sudah diusulkan Menkominfo sebelumnya ke DPR agar disetujui dan menjadi UU. Selain itu RUU Penyiaran yang belum disahkan DPR periode sebelumnya menjadi UU. Dan, UU baru harus mampu mendorong demokratisasi sistem siaran nasional, mencegah penguasaan frekuensi dan ruang publik oleh kelompok pengusaha atau golongan saja, konversi TV analog ke TV digital segera diimplementasikan di samping tuntutan teknologi kekinian juga memberikan kesempatan berusaha ke banyak pengusaha di bidang penyiaran dengan adanya tambahan bandwith frequensi. Juga meningkatkan kualitas siaran menuju pembangunan budaya yang berkarakter (Trisakti) dan membangkitkan kembali TVRI dan memperkuat RRI.
Tak kalah penting revisi UU ITE yang belum disahkan DPR menjadi UU, revisi atau perubahan atas UU Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999. UU ini sudah tidak relevan lagi dengan industri telekomunikasi yang saat ini sudah konvergensi antara telekomunikasi, penyiaran dan TI sehingga perlu diubah/diganti dan atau ditambahkan dengan pasal-pasal dan ayat baru. Dan, saya mengusulkan perlu adanya RUU Pos (Revisi UU POS Nomor 38 Tahun 2009) untuk penyehatan, penguatan PT Pos Indonesia dalam rantai pasok e-commerce dan penyertaan PT Pos untuk memperluas daya jangkau financial inclusion.
Last but not least, saya mengusulkan perlu adanya UU TI untuk mempercepat penguatan ekosistem TI dalam negeri, melindungi startup dalam negeri, mendorong dan menumbuhkan Industri TI yang kuat dan unggul serta memastikan kebijakan yang mendukung dan “memproteksi” Industri TI dalam negeri agar lahir startup-startup dan perusahaan TI yang dibuat dan dikembangkan oleh developer (SDM lokal), brand produk lokal , data center lokal, hak cipta lokal. Selain itu mayoritas kepemilikan dimiliki oleh pengusaha lokal (TKDN Lokal tinggi) agar menjadi ikon produk/brand TI lokal (unicorn, decacorn, hectocom) yang mendunia seperti Microsoft, Oracle, Facebook, Google, Twitter dll.
Tantangan terakhir bagaimana kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pendapatan pajak serta pemberian insentif bagi sektor TIK dalam negeri agar industri ini tetap tumbuh di tengah era kompetisi global yang sangat dinamis yang pada akhirnya dapat berkontribusi signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan serapan tenaga kerja lokal yang berkualitas.
Negara maju adalah negara yang mampu memanfaatkan teknologi untuk menciptakan kemakmuran bangsa. Bukan teknologi yang menciptakan kemakmuran, tetapi management of technology (MoT) yang baik dan tepatlah yang dapat menciptakan kemakmuran (Prof Tarek M Khalil, Guru Besar Miami University).
Terimakasih Chief RA untuk kontribusinya memimpin kemkominfo dan memajukan TIK Nasional selama 5 tahun (2014-2019) dan selamat datang Menkominfo yang baru. TIK Indonesia kedepan mau dibawa kemana ?. Kami tunggu aksi, sepak terjang dan karyamu. Kami siap berkolaborasi sekaligus mengkritisi secara konsruktif dan produktif Untuk menuju Indonesia Maju
Praktisi dan Pengamat TIK-Ekraf
PRESIDEN Joko Widodo yang baru saja dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu segera mengumumkan dan melantik Kabinet Indonesia Kerja (KIK) Jilid II. Salah satu jabatan strategis di dalamnya adalah menteri komunikasi dan informatika (kominfo).
Mengapa saya menyebutnya jabatan strategis? Tak lain karena peran, fungsi serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kementerian Kominfo memang sangat penting dan strategis khususnya saat dunia memasuki tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Selain itu dalam menghadapi perang dagang antara AS vs China yang dipicu dari persaingan di bidang teknologi informasi komunikasi (TIK) kedua negara yang berdampak pada ekonomi global tak terkecuali Indonesia.
Bila kita menjabarkan visi dan misi presiden terkait TIK serta kaitannya dengan Trisakti dan Nawacita maka ada beberapa peran, fungsi dan tupoksi dari Kemkominfo: Pertama, TIK sebagai alat ekonomi yang sekarang dikenal dengan istilah digital economy, kedua, TIK sebagai infrastruktur (enabler of human development), ketiga, TIK sebagai alat kedaulatan (cyber and data sovereignity) dan keempat, TIK sebagai industri (HW,S/W & brainware).
Untuk peran dan fungsi pertama dan kedua diatas, sebagai alat ekonomi dan infrastruktur itu sudah berjalan baik dan on the track. Tinggal melanjutkan blue print, roadmap dan grand strategy yang sudah dibuat dan direncanakan dengan menyesuaikan dengan tantangan, dinamika dan tren teknologi dunia mendatang.
Namun untuk fungsi ketiga dan keempat TIK sebagai kedaulatan dan industri, tantangan dan peluang sangat luar biasa dan berimplikasi besar untuk kedaulatan cyber dan kekuatan industri TIK dalam negeri, terutama jika kita bisa merencanakan dan membuat blueprint, roadmap dan grand strategy yang komprehensif dan sustainable serta mampu mengeksekusinya dengan tepat, cepat dan benar. Sebaliknya, jika tidak berhasil ancamannya sangat besar untuk kedaulatan cyber dan industri TIK dalam negeri.
Ada satu peran, fungsi dan tupoksi Kemkominfo yang kami usul dikeluarkan dan dipindahkan ke kementerian lain yaitu fungsi Informasi diseminasi pada Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP). Ini lebih tepat dipindahkan dan dilebur ke Kementerian Sekretaris Negara. Secara best practise di negara lain di dunia menkominfo (TIK) tidak mengelola fungsi informasi diseminasi termasuk urusan hoax yang tidak terkait teknis dengan teknologi.
Tantangan berikutnya meliputi persoalan-persoalan internal di Kementerian seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) baik teknis maupun nonteknis dari staf hingga pejabat eselon (hal ini sejalan dengan tema HUT RI ke-74: SDM Unggul Indonesia Maju).
Juga pembersihan staf yang terpapar paham radikalisme (program revolusi mental), menata dan mengefisienkan rantai birokrasi, dan memotivasi staf dan pejabat eselon serta koordinasi, sinergi dan kolaborasi yang baik dengan kementerian dan lembaga terkait seperti dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perekonomian, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Pengkajian dan Penrapan Teknologi (BPPT) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) agar bisa membantu menterinya menyukseskan visi dan misi presiden, Trisakti dan Nawacita.
Adapun tantangan eksternal tidak kalah menantangnya seperti penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi yang sudah diusulkan Menkominfo sebelumnya ke DPR agar disetujui dan menjadi UU. Selain itu RUU Penyiaran yang belum disahkan DPR periode sebelumnya menjadi UU. Dan, UU baru harus mampu mendorong demokratisasi sistem siaran nasional, mencegah penguasaan frekuensi dan ruang publik oleh kelompok pengusaha atau golongan saja, konversi TV analog ke TV digital segera diimplementasikan di samping tuntutan teknologi kekinian juga memberikan kesempatan berusaha ke banyak pengusaha di bidang penyiaran dengan adanya tambahan bandwith frequensi. Juga meningkatkan kualitas siaran menuju pembangunan budaya yang berkarakter (Trisakti) dan membangkitkan kembali TVRI dan memperkuat RRI.
Tak kalah penting revisi UU ITE yang belum disahkan DPR menjadi UU, revisi atau perubahan atas UU Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999. UU ini sudah tidak relevan lagi dengan industri telekomunikasi yang saat ini sudah konvergensi antara telekomunikasi, penyiaran dan TI sehingga perlu diubah/diganti dan atau ditambahkan dengan pasal-pasal dan ayat baru. Dan, saya mengusulkan perlu adanya RUU Pos (Revisi UU POS Nomor 38 Tahun 2009) untuk penyehatan, penguatan PT Pos Indonesia dalam rantai pasok e-commerce dan penyertaan PT Pos untuk memperluas daya jangkau financial inclusion.
Last but not least, saya mengusulkan perlu adanya UU TI untuk mempercepat penguatan ekosistem TI dalam negeri, melindungi startup dalam negeri, mendorong dan menumbuhkan Industri TI yang kuat dan unggul serta memastikan kebijakan yang mendukung dan “memproteksi” Industri TI dalam negeri agar lahir startup-startup dan perusahaan TI yang dibuat dan dikembangkan oleh developer (SDM lokal), brand produk lokal , data center lokal, hak cipta lokal. Selain itu mayoritas kepemilikan dimiliki oleh pengusaha lokal (TKDN Lokal tinggi) agar menjadi ikon produk/brand TI lokal (unicorn, decacorn, hectocom) yang mendunia seperti Microsoft, Oracle, Facebook, Google, Twitter dll.
Tantangan terakhir bagaimana kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pendapatan pajak serta pemberian insentif bagi sektor TIK dalam negeri agar industri ini tetap tumbuh di tengah era kompetisi global yang sangat dinamis yang pada akhirnya dapat berkontribusi signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan serapan tenaga kerja lokal yang berkualitas.
Negara maju adalah negara yang mampu memanfaatkan teknologi untuk menciptakan kemakmuran bangsa. Bukan teknologi yang menciptakan kemakmuran, tetapi management of technology (MoT) yang baik dan tepatlah yang dapat menciptakan kemakmuran (Prof Tarek M Khalil, Guru Besar Miami University).
Terimakasih Chief RA untuk kontribusinya memimpin kemkominfo dan memajukan TIK Nasional selama 5 tahun (2014-2019) dan selamat datang Menkominfo yang baru. TIK Indonesia kedepan mau dibawa kemana ?. Kami tunggu aksi, sepak terjang dan karyamu. Kami siap berkolaborasi sekaligus mengkritisi secara konsruktif dan produktif Untuk menuju Indonesia Maju
(cip)