Jangan Menunggu, Anak Muda Harus Berani Ciptakan Peluang
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan zaman begitu cepat dan dinamis, baik dari segi pemikiran fasilitas di segala lini. Hal ini tentunya harus direspons cepat oleh generasi muda jika tak ingin tertinggal oleh keadaan.
Pendapat ini dikemukakan oleh Alamanda Shantika Santosa, mantan Vice President of Technology Product Go-Jek yang kini project director Binar Academy, dalam acara Millenial Fest Industri 4.0, di Ballroom Hotel Adimulia, Medan, Kamis 3 Oktober 2019.
"Saya teringat perkataan bapak. Untuk bekerja dengan orang pun harus memulai dari nol. Boleh saja kita melangkah cepat, tapi di setiap tahapnya ada lesson yang harus benar-benar kita pahami," kata Alamanda dalam siaran pers, Minggu (6/10/2019).
Menurut Alamanda, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk maju. Perempuan berusia 31 tahun itu, sejak kecil sudah belajar coding. Sejak saat itu ia mulai mencintai dunia teknologi.
Diceritakan olehnya, saat berniat mendaftar kuliah, ekonomi keluarga Alamanda sedang jatuh, karena ayahnya harus berobat. Ketika itu, yang bisa dilakukan Alamanda hanya membuat website. Ia berusaha mendapatkan penghasilan dengan kondisi yang sangat terbatas.
"Sampai suatu ketika ada teman yang minta saya bikinin website, jadilah website-nya. Sejak itu banyak yang order website ke saya," ujar Alamanda.
Pada usia 21 tahun, Alamanda mendirikan perusahaannya pertamanya, sebagai provider website. Namun, karena merasa bekal untuk menjadi entrepreneur-nya masih kurang, Alamanda memutuskan untuk bekerja dulu di sebuah perusahaan.
Pada waktu itu Alamanda berperan sebagai orang yang meramu ide-ide inovasi dari Nadim Makarim di Gojek. Ia merasa bangga pernah menjadi bagian dari Gojek, apalagi dirinya juga punya peran saat decacorn ini masih merintis.
Tetapi dari pengalaman itu, Alamanda merasa ada sesuatu yang hilang. Ia kemudian memutuskan keluar dari Gojek dan bertekad menjadi orang yang berguna untuk orang lain.Untuk itu, ia mendirikan Binar Academy.
Alamanda melihat pendidikan dan kebutuhan industri tidak berjalan selaras, sehingga ia perlu membuat sebuah startup pendidikan. Binar Academy menyediakan berbagai program pendidikan yang berhubungan dengan teknologi informasi.
"Bagaimana kita memutar uang dalam bisnis sosial ini dari perusahaan yang hire anak-anak Binar Academy. Mereka enggak perlu bayar uang muka untuk sekolah, yang bayar adalah perusahaan-perusahaan yang mau rekrut mereka," ujarnya.
Alamanda kemudian memaparkan berbagai kunci sukses mengembangkan produk. Pertama, kita perlu memahami customer. "Ini salah satu yang sering dilupakan orang. Customer terdiri dari berbagai kalangan, sehingga kita perlu mengidentifikasi setiap orang," pungkasnya.
Berikutnya yang tak kalah penting adalah memiliki visi besar. Tetapi, tetap berpikir sederhana dan pragmatis. Penting juga bagi wirausaha sosial untuk membentuk sebuah tim sebagai langkah awal memperbanyak ide.
Sebab, kunci utamanya bukan ide tetapi orang yang mengeksekusi ide tersebut. Saat produk sudah sukses di pasaran, seringkali wirausaha enggan mendengarkan orang lain, terutama customer.
Menurutnya, penting bagi wirausaha untuk mau mendengarkan dan belajar dari kesalahan. Dikatakan olehnya, anak muda kerap mengeluh soal peran pemerintah dan ekosistem terhadap inovasi mereka. Menurutnya ini mindset yang salah.
"Jika kita ingin mengubah dunia, jangan menunggu pemerintah. Yang harus dilakukan adalah ikut membantu pemerintah memajukan Indonesia," tutur Alamanda.
Sementara pembicara lainnya, Arina N Baroroh dalam acara tersebut menceritakan soal membangun kerajinan anyaman dan memberdayakan perempuan untuk penguatan kesejahteraan keluarga.
Arina adalah project manager Du'Anyam yang beroperasi di NTT dan Papua. Ia mengatakan, bahwa Du'Anyam memproduksi dan mendistribusikan kerajinan anyaman untuk beberapa tujuan.
Du'Anyam berdiri sejak tahun 2014, sampai pada puncaknya meluncurkan website e-commerce pada tahun 2019. Dikatakan Arina, menjadi wirausahawan sosial banyak tantangan.
"Kita waktu masih fresh grauduated, belum punya pengalaman dan belum ada tabungan, gimana mau pinjam ke bank? Terus kalau sudah ada uang, bagaimana mengembangkan operasionalnya? Kemudian bekerja di startup itu harus multitasking, merangkap tugas-tugas dari berbagai divisi," ujar Arina.
Terkait rekruitmen staf, Arina menemui kendala dari sisi pendanaan untuk upahnya. Selain itu, kebutuhan perusahaan dengan tenaga kerja yang tersedia seringkali tidak cocok.
"Ada lagi dari segi kapasitas produksi yang masih rendah. Komunitas terkadang belum bisa menjawab kebutuhan pasar. Kaitannya dengan revolusi industri 4.0, Du'Anyam sudah menggunakan teknologi aplikasi monitoring produksi. Hal ini menantang bagi Arina, karena sebelumnya para pekerja tak biasa memegang smartphone, tetapi kemudian tantangan berhasil dilalui," jelasnya.
Pendapat ini dikemukakan oleh Alamanda Shantika Santosa, mantan Vice President of Technology Product Go-Jek yang kini project director Binar Academy, dalam acara Millenial Fest Industri 4.0, di Ballroom Hotel Adimulia, Medan, Kamis 3 Oktober 2019.
"Saya teringat perkataan bapak. Untuk bekerja dengan orang pun harus memulai dari nol. Boleh saja kita melangkah cepat, tapi di setiap tahapnya ada lesson yang harus benar-benar kita pahami," kata Alamanda dalam siaran pers, Minggu (6/10/2019).
Menurut Alamanda, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk maju. Perempuan berusia 31 tahun itu, sejak kecil sudah belajar coding. Sejak saat itu ia mulai mencintai dunia teknologi.
Diceritakan olehnya, saat berniat mendaftar kuliah, ekonomi keluarga Alamanda sedang jatuh, karena ayahnya harus berobat. Ketika itu, yang bisa dilakukan Alamanda hanya membuat website. Ia berusaha mendapatkan penghasilan dengan kondisi yang sangat terbatas.
"Sampai suatu ketika ada teman yang minta saya bikinin website, jadilah website-nya. Sejak itu banyak yang order website ke saya," ujar Alamanda.
Pada usia 21 tahun, Alamanda mendirikan perusahaannya pertamanya, sebagai provider website. Namun, karena merasa bekal untuk menjadi entrepreneur-nya masih kurang, Alamanda memutuskan untuk bekerja dulu di sebuah perusahaan.
Pada waktu itu Alamanda berperan sebagai orang yang meramu ide-ide inovasi dari Nadim Makarim di Gojek. Ia merasa bangga pernah menjadi bagian dari Gojek, apalagi dirinya juga punya peran saat decacorn ini masih merintis.
Tetapi dari pengalaman itu, Alamanda merasa ada sesuatu yang hilang. Ia kemudian memutuskan keluar dari Gojek dan bertekad menjadi orang yang berguna untuk orang lain.Untuk itu, ia mendirikan Binar Academy.
Alamanda melihat pendidikan dan kebutuhan industri tidak berjalan selaras, sehingga ia perlu membuat sebuah startup pendidikan. Binar Academy menyediakan berbagai program pendidikan yang berhubungan dengan teknologi informasi.
"Bagaimana kita memutar uang dalam bisnis sosial ini dari perusahaan yang hire anak-anak Binar Academy. Mereka enggak perlu bayar uang muka untuk sekolah, yang bayar adalah perusahaan-perusahaan yang mau rekrut mereka," ujarnya.
Alamanda kemudian memaparkan berbagai kunci sukses mengembangkan produk. Pertama, kita perlu memahami customer. "Ini salah satu yang sering dilupakan orang. Customer terdiri dari berbagai kalangan, sehingga kita perlu mengidentifikasi setiap orang," pungkasnya.
Berikutnya yang tak kalah penting adalah memiliki visi besar. Tetapi, tetap berpikir sederhana dan pragmatis. Penting juga bagi wirausaha sosial untuk membentuk sebuah tim sebagai langkah awal memperbanyak ide.
Sebab, kunci utamanya bukan ide tetapi orang yang mengeksekusi ide tersebut. Saat produk sudah sukses di pasaran, seringkali wirausaha enggan mendengarkan orang lain, terutama customer.
Menurutnya, penting bagi wirausaha untuk mau mendengarkan dan belajar dari kesalahan. Dikatakan olehnya, anak muda kerap mengeluh soal peran pemerintah dan ekosistem terhadap inovasi mereka. Menurutnya ini mindset yang salah.
"Jika kita ingin mengubah dunia, jangan menunggu pemerintah. Yang harus dilakukan adalah ikut membantu pemerintah memajukan Indonesia," tutur Alamanda.
Sementara pembicara lainnya, Arina N Baroroh dalam acara tersebut menceritakan soal membangun kerajinan anyaman dan memberdayakan perempuan untuk penguatan kesejahteraan keluarga.
Arina adalah project manager Du'Anyam yang beroperasi di NTT dan Papua. Ia mengatakan, bahwa Du'Anyam memproduksi dan mendistribusikan kerajinan anyaman untuk beberapa tujuan.
Du'Anyam berdiri sejak tahun 2014, sampai pada puncaknya meluncurkan website e-commerce pada tahun 2019. Dikatakan Arina, menjadi wirausahawan sosial banyak tantangan.
"Kita waktu masih fresh grauduated, belum punya pengalaman dan belum ada tabungan, gimana mau pinjam ke bank? Terus kalau sudah ada uang, bagaimana mengembangkan operasionalnya? Kemudian bekerja di startup itu harus multitasking, merangkap tugas-tugas dari berbagai divisi," ujar Arina.
Terkait rekruitmen staf, Arina menemui kendala dari sisi pendanaan untuk upahnya. Selain itu, kebutuhan perusahaan dengan tenaga kerja yang tersedia seringkali tidak cocok.
"Ada lagi dari segi kapasitas produksi yang masih rendah. Komunitas terkadang belum bisa menjawab kebutuhan pasar. Kaitannya dengan revolusi industri 4.0, Du'Anyam sudah menggunakan teknologi aplikasi monitoring produksi. Hal ini menantang bagi Arina, karena sebelumnya para pekerja tak biasa memegang smartphone, tetapi kemudian tantangan berhasil dilalui," jelasnya.
(maf)