3 Kapolda Dicopot Cukup Mengejutkan, Bentuk Sikap Tegas Kapolri
A
A
A
JAKARTA - Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menilai, pencopotan tiga Kapolda oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian sedikit mengejutkan. Maklum saja ketiga Kapolda tersebut berada di wilayah yang sedang dirundung masalah hebat.
"Sebut saja Riau dengan persoalan Karhutla, Sultra (Sulawesi Tenggara) dengan insiden demonstrasi yang merenggut nyawa mahasiswa dan Papua yang hingga kini masih bergejolak," kata Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (28/9/2019).
(Baca juga: Kapolri Copot Kapolda Papua, Riau dan Sulawesi Tenggara)
Kata Sulthan, pencopotan ini mungkin saja dianggap sebagai rotasi biasa, namun demikian dalam kaca mata publik perlu dilihat sebagai tindakan tegas yang dilakukan oleh Kapolri. Ia berharap, ketegasan ini tidak boleh berhenti hanya pada soal pencopotan Kapolda semata.
"Lebih dari itu, Kapolri wajib menindak bawahannya yang terbukti melakukan pelanggaran prosedural dalam menangani demonstrasi mahasiswa dan pengusutan terhadap pelaku kekerasan yang merenggut nyawa di Sultra," tutur dia.
Sulthan menuturkan, di tengah situasi politik dan hukum yang kian memanas akhir-akhir ini karena adanya gejolak aksi demonstrasi besar-besaran hingga hampir ke seluruh provinsi di Indonesia, negara perlu mengedepankan upaya-upaya humanis dalam meredam gejolak yang ditimbulkan.
"Adanya perintah dari Presiden Joko Widodo kepada Kapolri agar mengatur bawahannya harus bisa ditafsirkan sebagai bentuk perintah dari kepala negara agar institusi kepolisian melakukan reformasi secara sistematis dan massif," ungkap dia.
Dilanjutkan Sulthan, akhir-akhir ini publik diresahkan oleh beberapa cara kepolisian dalam melakukan penegakan hukum. Contohnya Masih ditemukan tindakan kekerasan dalam penanganan aksi masa, banyaknya demonstran yang ditangkap dan dipenjarakan, hingga penetapan status tersangka kepada pejuang hak asasi manusia.
"Saya pikir ini bukan cara yang efektif untuk menyelesaikan persoalan," kata Alumni UIN Jakarta ini.
Sebaliknya kata Sulthan, Indonesia sebagai negara hukum dan demokras di mana prinsip negara demokrasi itu diantaranya adalah adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia serta jminan kebebasan untuk menyuarakan pikiran dan pendapatnya sebagaimana telah dicantumkan dalam UUD 1945.
"Jadi kini semua pihak terutama pemerintah perlu komitmen untuk menjaga dan mempertahankan demokrasi kita yang sejak lama telah diperjuangkan," tandasnya.
"Sebut saja Riau dengan persoalan Karhutla, Sultra (Sulawesi Tenggara) dengan insiden demonstrasi yang merenggut nyawa mahasiswa dan Papua yang hingga kini masih bergejolak," kata Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (28/9/2019).
(Baca juga: Kapolri Copot Kapolda Papua, Riau dan Sulawesi Tenggara)
Kata Sulthan, pencopotan ini mungkin saja dianggap sebagai rotasi biasa, namun demikian dalam kaca mata publik perlu dilihat sebagai tindakan tegas yang dilakukan oleh Kapolri. Ia berharap, ketegasan ini tidak boleh berhenti hanya pada soal pencopotan Kapolda semata.
"Lebih dari itu, Kapolri wajib menindak bawahannya yang terbukti melakukan pelanggaran prosedural dalam menangani demonstrasi mahasiswa dan pengusutan terhadap pelaku kekerasan yang merenggut nyawa di Sultra," tutur dia.
Sulthan menuturkan, di tengah situasi politik dan hukum yang kian memanas akhir-akhir ini karena adanya gejolak aksi demonstrasi besar-besaran hingga hampir ke seluruh provinsi di Indonesia, negara perlu mengedepankan upaya-upaya humanis dalam meredam gejolak yang ditimbulkan.
"Adanya perintah dari Presiden Joko Widodo kepada Kapolri agar mengatur bawahannya harus bisa ditafsirkan sebagai bentuk perintah dari kepala negara agar institusi kepolisian melakukan reformasi secara sistematis dan massif," ungkap dia.
Dilanjutkan Sulthan, akhir-akhir ini publik diresahkan oleh beberapa cara kepolisian dalam melakukan penegakan hukum. Contohnya Masih ditemukan tindakan kekerasan dalam penanganan aksi masa, banyaknya demonstran yang ditangkap dan dipenjarakan, hingga penetapan status tersangka kepada pejuang hak asasi manusia.
"Saya pikir ini bukan cara yang efektif untuk menyelesaikan persoalan," kata Alumni UIN Jakarta ini.
Sebaliknya kata Sulthan, Indonesia sebagai negara hukum dan demokras di mana prinsip negara demokrasi itu diantaranya adalah adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia serta jminan kebebasan untuk menyuarakan pikiran dan pendapatnya sebagaimana telah dicantumkan dalam UUD 1945.
"Jadi kini semua pihak terutama pemerintah perlu komitmen untuk menjaga dan mempertahankan demokrasi kita yang sejak lama telah diperjuangkan," tandasnya.
(maf)