KPK Didorong Lebih Berani Ungkap Kasus E-KTP

Selasa, 13 Agustus 2019 - 14:31 WIB
KPK Didorong Lebih Berani Ungkap Kasus E-KTP
KPK Didorong Lebih Berani Ungkap Kasus E-KTP
A A A
JAKARTA - Direktur Center for Budget Analisyst (CBA) Uchok Sky Khadafi menyebut, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mulai banyak takut, dibandingkan beraninya untuk memberantas korupsi.

Tidak heran kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang terkesan karena tidak ada tersangka baru dalam kasus yang merugikan negara Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp5 triliun.

Uchok menilai, kasus e-KTP yang menarik perhatian publik namun terkesan tidak berjalan karena saat ini KPK dicurigai sudah banyak intervensi politik masuk dalam wilayah 'kekuasaan' KPK dlm pemberantasan korupsi.

Akibatnya, KPK tidak bergerak ketika nalurinya ingin memberantas korupsi yang merugikan rakyat tersebut. Padahal saat ini rakyat berharap KPK lebih berani dan berperan dalam pemberantasan rasuah.

"Terkait kasus e-KTP yang terkesan jalan di tempat, dalam kasus e-KTP ini KPK harus berani menetapkan tersangka baru. Data persidangan di Pengadilan Tipikor sudah banyak beredar dipubik. Jika tidak bergerak maka bisa membuat publik sinis ke KPK," kata Uchok, Selasa(13/8/2019).

Satu di antara yang disorot publik adalah politikus Golkar yakni Melchias Markus Mekeng. Sejumlah saksi di Pengadilan Tipikor dan KPK sudah banyak yang menyebut keterlibatan Mekeng di proyek e-KTP.

Bahkan, Anggota DPR Komisi XI dari fraksi Golkar Ahmadi Noor Supit usai menjalani pemeriksaan di KPK mengatakan, yang menjabat sebagai ketua Banggar ketika pembahasan proyek e-KTP bergulir adalah Melchias Markus Mekeng.

"E-KTP bukan jaman saya ketuanya [Banggar], ketuanya adalah Pak Mekeng," ujar Ahmadi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019) lalu.

Dalam dakwaan untuk 2 mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, namaMekeng jugdisebut menerima aliran dana korupsi e-KTP sebesar 1,4 juta dollar AS. Selain itu, mantan ketua DPR Setya Novanto pun menyebut bahwa Mekeng menerima aliran dana korupsi e-KTP senilai 500 ribu dollar AS. Namun,Mekeng pun telah membantah hal ini. Dia mengklaim tidak pernah menerima duit suap terkait proyek e-KTP.

"Yah palsulah, itu mah hoaks, 1,4 (juta dollar AS) jadi 500 (ribu dollar AS). Mereka yang makan, saya yang dikena-kenain (dituduh)," kata Mekeng, di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Selain Ahmadi, KPK juga memeriksa mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Selain itu diperiksa juga anggota DPRAgun GunandjarSudarsa dan Melchias Marcus Mekeng serta anggota DPR periode 2009-2014 Chairuman Harahap. Para saksi tersebut diperiksa untuk tersangka Markus Nari.

Markus Nari merupakan tersangka kedelapan dalam kasus e-KTP ini. Markus telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus e-KTP sejak 2017 silam. Dalam kasus ini, Markus diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran e-KTP.

Pada tahun 2012, saat itu dilakukan proses pembahas anggaran untuk perpanjangan proyek e-KTP sekitar Rp1,4 triliun. Markus diduga meminta uang kepada Irman, pejabat Kemendagri saat itu. Markus diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp5 miliar.

Sebagai realisasi permintaan tersebut, ia diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar. Di sisi lain, Markus terjerat dalam perkara menghalangi proses hukum kasus korupsi e-KTP.

KPKresmi menahan MarkusNaripada 1 April 2019.Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Markus Nari ditahan selama 20 hari pertama untuk menjalani pemeriksaan. Markussebenarnya sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juli 2017 silam.

Saat itu, KPK menduga Markus berperan dalam memuluskan pembahasan anggaran dan penambahan anggaran di proyek e-KTP. Selain itu, Markus Nari juga diduga memperkaya sejumlah korporasi dalam proyek e-KTP.

Febri mengatakan, pada 2012, Markus Narididuga ikut berperan mengatur pembahasan perpanjangan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp1,49 triliun. Markusjugadiduga meminta uang kepada Irman sebesar Rp5 miliar.

KPK menjerat Markusdengan Pasal 3 dan Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana. Penetapan tersangka kepada Markus Nariitu bukan yang pertama kali.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4049 seconds (0.1#10.140)