Sumber Daya untuk Mencapai Cita-cita Kemerdekaan

Jum'at, 02 Agustus 2019 - 09:01 WIB
Sumber Daya untuk Mencapai...
Sumber Daya untuk Mencapai Cita-cita Kemerdekaan
A A A
Dadang Solihin
Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi DKI Jakarta2018-2022, Senior Planner Bappenas/Alumni Lemhannas PPRA XLIX, Dewan Pakar ISDS

INDONESIA memasuki usia ke-74 tahun pada Agustus ini. Kalau dibandingkan dengan lamanya masa penjajahan sebelum kemerdekaan, umur NKRI masih sekitar sepertiga dari zaman penjajahan. Oleh karenanya ini waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi sejarah, baik era kolonialisme maupun pascakemerdekaan. Selama 350 tahun Indonesia dijajah oleh Belanda dan 3,5 tahun oleh Jepang, pertanyaannya apa sesungguhnya yang diinginkan dari Indonesia?

Sejarah dunia mencatat motivasi imperialisme Belanda yang terkenal adalah 3G (gold, glory, dan gospel). Awalnya dimulai dari ekspansi serikat dagang Belanda bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang cukup memengaruhi bangsa Indonesia di masa sekarang. Akibat kelangkaan rempah-rempah di pasaran dunia, harganya menjadi melonjak tinggi. Hal itu mendorong mereka semua untuk berusaha dengan cara mencari wilayah-wilayah negeri penghasil rempah-rempah. Kebetulan para penghasil rempah itu berada di bagian bumi sebelah timur.

Sejarah mencatat, Spanyol dan Portugis kemudian menjadi dua negara nenek moyang yang memiliki daya jelajah ekspedisi sampai menemukan wilayah baru di bumi bagian timur. Portugis adalah negara yang membuka jalan bagi Belanda dan Inggris untuk masuk ke Kepulauan Nusantara. Tapi tujuan dari ekspedisi mereka bukan hanya untuk mencari rempah-rempah dan meraup untung semata yang masuk dalam program gold mereka, misalnya mencari sumber daya alam lainnya--perak, emas, tembaga, dll. Ekspansi dan kolonialisme ini bercampur baur dengan tujuan glory dan gospel berupa misi dan zending. Kolonialisme Belanda yang telah berlangsung lebih dari tiga abad tiba-tiba terinterupsi oleh kekalahan Belanda melawan Nazi Jerman pada Perang Dunia II. Kesempatan ini dimanfaatkan Jepang untuk menduduki Kepulauan Nusantara.

Kini sudah 74 tahun negeri ini merdeka dari penjajahan Jepang dan Belanda, apa yang sudah kita rasakan? Harus diakui bahwa sampai kini Indonesia belum lepas dari jeratan sebagai negara miskin. Pada 2018 saja diberitakan 61 anak Asmat Papua meninggal karena gizi buruk. Lantas mengapa sampai kini Indonesia masih begitu sulit untuk melepaskan dirinya dari kemiskinan? Dalam penilaian penulis, hal itu karena kurang akuratnya antara prioritas yang dikerjakan para pengambil keputusan dengan problem utama yang dihadapi bangsa Indonesia. Jika dianalogikan seperti diagnosis yang diberikan para dokter kepada pasien, tak ada kesesuaian antara diagnosis dan penyakit yang ada di tubuh pasien.

Akibatnya antara gejala yang muncul dan penyebab primer dari penyakit itu menjadi tidak selaras. Semua itu terjadi karena kebanyakan vonis "dokter" itu berasal dari luar Indonesia. Padahal boleh jadi pada saat sebelum Indonesia merdeka, "penyakit" yang diderita oleh negeri ini hanya berupa demam saja. Gejala yang dialami negeri ini sesungguhnya bukanlah penyakit akut yang ujungnya menelurkan komplikasi atau krisis multidimensi seperti yang terjadi sekarang ini.

Bung Karno menyatakan bahwa dampak negatif kolonialisme di Indonesia itu telah mengakibatkan terjadinya penderitaan secara psikis dan kesengsaraan fisik, pengambilan hak rakyat Indonesia secara paksa, kemerosotan dalam bidang sosial ekonomi; dirampasnya sumber daya alam, terutama rempah-rempah; hilangnya harta benda dan jiwa dan sebagainya. Namun pelajaran berharga dari masa penjajahan panjang yang dialami bangsa Indonesia itu adalah perlunya persatuan yang kokoh, waspada terhadap politik penjajah devide at impera . Selain itu kita mesti memacu kemajuan di bidang sains, ekonomi, dan teknologi. Hingga kini sumber daya alam yang dimiliki negeri ini masih menunggu tuannya untuk diurus, dikelola, dan dikembangkan bagi kemaslahatan warga yang berada di atas Bumi Pertiwi ini. Tentunya segala potensi itu harus berujung pada terwujudnya kesejahteraan, bukan dengan "ikhlas" memberikan semua itu kepada tangan asing.

Tanpa Campur Tangan Asing
Pengelolaan sumber daya alam ini harus dikelola secara murni oleh rakyat Indonesia, bukan dengan mengandalkan tangan-tangan asing yang lebih berorientasi mengeruk sumber daya untuk kepentingan mereka. Komitmen inilah yang mestinya diperkuat. Cara yang bisa dilakukan oleh pengelola negeri ini adalah dengan: (1) membuka lapangan pekerjaan untuk kesejahteraan warga negara; (2) meningkatkan pendapatan melalui ekspor hasil alam; (3) membantu pemenuhan penduduk sebagai bahan baku dan energi. Tiga hal inilah yang harus dijadikan prioritas oleh bangsa Indonesia saat ini. Karakter Etnis sebagai Kekayaan

Indonesia adalah salah satu negara besar yang diakui dunia internasional dengan latar belakang kemajemukannya. Semua perbedaan itu harusnya dapat menjadi rahmat untuk kita sebagai penghuni negara ini. Para pendiri negeri ini telah menghadirkan keragaman itu dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika , berbeda-beda tetapi tetap satu. Sudah saatnya keragaman yang dimiliki itu menjadi rahmat bagi terwujudnya kemajuan Indonesia, terutama di bidang sosial budaya serta ekonomi kreatif.

Indonesia juga memiliki banyak potensi sumber daya yang bisa dijadikan penggerak potensi ekonomi melalui usaha ekonomi kreatif. Misalnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), industri seni dan kebudayaan, industri perfilman, industri media (televisi, radio, digital), industri kerajinan tangan (handicraft ), industri literasi (buku), gerakan entrepreneurship yang banyak digawangi anak-anak muda serta industri-industri kreatif lainnya. Dan apakah itu telah disadari atau tidak, ekonomi kreatif pada masa sekarang ini telah menjadi raja di era digital.

Sudah tak terhitung berapa banyak negara maju yang semakin fokus untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif. Mereka paham, era basis ekonomi ke depan akan dikuasai oleh generasi milenial yang lebih melek terhadap teknologi digital, bukan lagi generasi baby boomers yang gagap terhadap kemajuan teknologi digital. Heterogenitas Indonesia juga menjadi pesona bagi kedatangan turis asing di Indonesia yang memacu kemajuan sektor pariwisata. Kampanye Visit Wonderful Indonesia (Viwi) 2018 telah dikemas secara memikat melalui strategi penjualan dengan menghadirkan paket-paket wisata menarik dari 18 destinasi unggulan di Indonesia.

Dari pendekatan itu telah terlihat bahwa pemerintah sudah fokus pada tahap pengembangan ekonomi kreatif yang telah dijadikan garda depan oleh pemerintah untuk menggerakkan potensi ekonomi nasional.

Banyak tempat wisata sangat indah di Indonesia seperti Lombok, Bali, Raja Ampat, dan beberapa tempat destinasi lainnya. Semua lokasi wisata itu tentu bisa memberi banyak keuntungan secara ekonomi dengan hadirnya turis-turis mancanegara ke lokasi-lokasi tersebut. Dengan aneka kekayaan Indonesia itu, semoga di usia proklamasi kemerdekaan ke-74 bangsa Indonesia semakin bersyukur dan menghargai nilai persatuan dan kekayaan alam yang dimilikinya. Dirgahayu Indonesia.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0961 seconds (0.1#10.140)