Global Bond PLN Laris Manis
A
A
A
JAKARTA - Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali sukses menjajakan global bond dan laris manis di pasar modal internasional (global capital market ) baru-baru ini.
Tidak tanggung-tanggung, global bond yang dijajakan kali ini sebesar USD1,4 miliar atau setara dengan Rp19,82 triliun dengan coupon (tingkat suku bunga) yang lebih rendah ketimbang yield di secondary market .
Global bond tersebut diterbitkan dalam dual tranche USD global bond masing-masing sebesar USD700 juta dengan suku bunga 3,87% untuk tenor 10 tahun dan suku bunga 4,87% untuk tenor 30 tahun.
Tingkat suku bunga itu merupakan terendah sepanjang sejarah penerbitan obligasi AS pada tenor tersebut, tidak hanya obligasi diterbitkan PLN, tetapi juga obligasi yang diterbitkan oleh seluruh BUMN Indonesia.
Penjualan global bond PLN tersebut laris manis lantaran menjadi rebutan potential international investor hingga oversubscribe lebih dari 4,42X. PLN melakukan proses book building pada 10 Juli 2019, sejak pagi hari waktu pasar Asia dibuka, dan harga final ditentukan pada hari yang sama.
Pada proses book building, PLN mendapatkan permintaan order dari 118 institusi investor untuk obligasi tenor 10 tahun dan 131 institusi investor untuk obligasi tenor 30 tahun. Permintaan itu sebagian besar berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Asia, yang mayoritas jenis investor tersebut adalah asset manager, asuransi, dana pensiun, dan perbankan internasional.
Keberhasilan itu tidak lepas dari kepiawaian Direktur Keuangan PLN dalam meyakinkan potential international investor pada saat roadshow ke beberapa negara, di antaranya Hong Kong, Singapura, UK, dan Amerika Serikat sejak 4 Juli 2019. Selain itu, PLN juga didukung tiga lembaga rating international terdiri dari Moody’s, Standard & Poor’s (S&P), dan Fitch Ratings, yang memberikan penilaian kualitas kredit obligasi PLN dengan tingkat rating Baa2, BBB, dan BBB.
Investment grade credit rating global bond PLN dari ketiga lembaga independen internasional tersebut adalah pada level setara dengan credit rating sovereign Pemerintah Republik Indonesia.
Dukungan dari ketiga lembaga rating international itu tidak lepas dari kinerja keuangan, terutama kualitas kredit yang dicapai PLN dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan capaian kinerja keuangan PLN itu, S&P dikenal sebagai lembaga rating yang reputable dan konservatif dalam penilaian kualitas kredit, pada Agustus 2018 telah menaikkan peringkat rating PLN dari BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil.
Kenaikan rating ini merupakan yang kedua kali dilakukan S&P untuk PLN dalam waktu kurang dari satu tahun. Dalam menjajakan global bond itu, PLN juga didukung beberapa institusi keuangan dan perbankan internasional terkemuka di antaranya ANZ, BNP Paribas, Citigroup, HSBC, Mandiri Securities, dan Standard Chartered Bank untuk Joint Arrangers dan Joint Bookrunners.
Sedangkan untuk proses penerbitan obligasi, PLN didukung sepenuhnya oleh PT Bahana Sekuritas, PT BNI Sekuritas, dan PT Danareksa Sekuritas. Laris manisnya penerbitan global bond dengan tingkat suku bunga yang sangat kompetitif ini mengindikasikan bahwa investor internasional semakin menaruh kepercayaan tinggi terhadap PLN.
Kepercayaan tinggi investor internasional itu sekaligus menepis tuduhan bahwa PLN telah memoles laporan keuangan 2018 agar tampak moncer. Bagi PLN, suatu hal yang mustahil untuk memoles laporan keuangan perusahaan. Pasalnya, pemolesan laporan keuangan itu akan menurunkan kepercayaan investor internasional yang menyebabkan global bond PLN tidak laku di pasar.
Dana global bond yang diperoleh PLN itu sepenuhnya akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan tambahan kapasitas pembangkit, transmisi, dan distribusi yang diperlukan untuk mendukung proyek pembangkit 35.000 MW. Selain proyek infrastruktur, proyek 35.000 MW merupakan program andalan pemerintahan Joko Widodo yang harus direalisasikan untuk memenuhi permintaan listrik. Tidak hanya memenuhi permintaan konsumen rumah tangga, tetapi juga permintaan konsumen industri.
Untuk membiayai proyek 35.000 MW itu, PLN membutuhkan dana sekitar Rp80 triliun sampai dengan Rp90 triliun per tahun. Kemampuan keuangan internal PLN untuk membiayai berbagai proyek hanya 40%. PLN tidak bisa sepenuhnya mendapatkan tambahan dana pembiayaan dari APBN, maka PLN memutuskan menerbitkan global bond sebagai salah sumber dana untuk membiayai 60% biaya proyek.
Penerbitan global bond itu memang menambah utang dalam struktur keuangan PLN. Namun, utang itu sepenuhnya untuk membiayai proyek pembangkit, transmisi, dan distribusi, maka dalam waktu bersamaan akan menambah aset PLN. Dengan begitu, tingkat solvabilitas (rasio utang dan aset) serta kualitas utang PLN akan tetap terjaga sehingga penambahan utang melalui penerbitan global bond tidak perlu dirisaukan.
Dengan pembiayaan melalui penerbitan global bond untuk membangun pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, PLN punya kontribusi dalam pemenuhan listrik bagi industri yang pada saatnya akan memicu pertumbuhan ekonomi hingga bisa mencapai double digit growth, tanpa harus mengalami overheated economy.
Pasalnya, infrastruktur dan kapasitas listrik dibutuhkan industri sudah tersedia. Pencapaian double digit growth akan mempunyai multiplier effect terhadap perekonomian Indonesia, termasuk penambahan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan.
Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali sukses menjajakan global bond dan laris manis di pasar modal internasional (global capital market ) baru-baru ini.
Tidak tanggung-tanggung, global bond yang dijajakan kali ini sebesar USD1,4 miliar atau setara dengan Rp19,82 triliun dengan coupon (tingkat suku bunga) yang lebih rendah ketimbang yield di secondary market .
Global bond tersebut diterbitkan dalam dual tranche USD global bond masing-masing sebesar USD700 juta dengan suku bunga 3,87% untuk tenor 10 tahun dan suku bunga 4,87% untuk tenor 30 tahun.
Tingkat suku bunga itu merupakan terendah sepanjang sejarah penerbitan obligasi AS pada tenor tersebut, tidak hanya obligasi diterbitkan PLN, tetapi juga obligasi yang diterbitkan oleh seluruh BUMN Indonesia.
Penjualan global bond PLN tersebut laris manis lantaran menjadi rebutan potential international investor hingga oversubscribe lebih dari 4,42X. PLN melakukan proses book building pada 10 Juli 2019, sejak pagi hari waktu pasar Asia dibuka, dan harga final ditentukan pada hari yang sama.
Pada proses book building, PLN mendapatkan permintaan order dari 118 institusi investor untuk obligasi tenor 10 tahun dan 131 institusi investor untuk obligasi tenor 30 tahun. Permintaan itu sebagian besar berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Asia, yang mayoritas jenis investor tersebut adalah asset manager, asuransi, dana pensiun, dan perbankan internasional.
Keberhasilan itu tidak lepas dari kepiawaian Direktur Keuangan PLN dalam meyakinkan potential international investor pada saat roadshow ke beberapa negara, di antaranya Hong Kong, Singapura, UK, dan Amerika Serikat sejak 4 Juli 2019. Selain itu, PLN juga didukung tiga lembaga rating international terdiri dari Moody’s, Standard & Poor’s (S&P), dan Fitch Ratings, yang memberikan penilaian kualitas kredit obligasi PLN dengan tingkat rating Baa2, BBB, dan BBB.
Investment grade credit rating global bond PLN dari ketiga lembaga independen internasional tersebut adalah pada level setara dengan credit rating sovereign Pemerintah Republik Indonesia.
Dukungan dari ketiga lembaga rating international itu tidak lepas dari kinerja keuangan, terutama kualitas kredit yang dicapai PLN dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan capaian kinerja keuangan PLN itu, S&P dikenal sebagai lembaga rating yang reputable dan konservatif dalam penilaian kualitas kredit, pada Agustus 2018 telah menaikkan peringkat rating PLN dari BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil.
Kenaikan rating ini merupakan yang kedua kali dilakukan S&P untuk PLN dalam waktu kurang dari satu tahun. Dalam menjajakan global bond itu, PLN juga didukung beberapa institusi keuangan dan perbankan internasional terkemuka di antaranya ANZ, BNP Paribas, Citigroup, HSBC, Mandiri Securities, dan Standard Chartered Bank untuk Joint Arrangers dan Joint Bookrunners.
Sedangkan untuk proses penerbitan obligasi, PLN didukung sepenuhnya oleh PT Bahana Sekuritas, PT BNI Sekuritas, dan PT Danareksa Sekuritas. Laris manisnya penerbitan global bond dengan tingkat suku bunga yang sangat kompetitif ini mengindikasikan bahwa investor internasional semakin menaruh kepercayaan tinggi terhadap PLN.
Kepercayaan tinggi investor internasional itu sekaligus menepis tuduhan bahwa PLN telah memoles laporan keuangan 2018 agar tampak moncer. Bagi PLN, suatu hal yang mustahil untuk memoles laporan keuangan perusahaan. Pasalnya, pemolesan laporan keuangan itu akan menurunkan kepercayaan investor internasional yang menyebabkan global bond PLN tidak laku di pasar.
Dana global bond yang diperoleh PLN itu sepenuhnya akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan tambahan kapasitas pembangkit, transmisi, dan distribusi yang diperlukan untuk mendukung proyek pembangkit 35.000 MW. Selain proyek infrastruktur, proyek 35.000 MW merupakan program andalan pemerintahan Joko Widodo yang harus direalisasikan untuk memenuhi permintaan listrik. Tidak hanya memenuhi permintaan konsumen rumah tangga, tetapi juga permintaan konsumen industri.
Untuk membiayai proyek 35.000 MW itu, PLN membutuhkan dana sekitar Rp80 triliun sampai dengan Rp90 triliun per tahun. Kemampuan keuangan internal PLN untuk membiayai berbagai proyek hanya 40%. PLN tidak bisa sepenuhnya mendapatkan tambahan dana pembiayaan dari APBN, maka PLN memutuskan menerbitkan global bond sebagai salah sumber dana untuk membiayai 60% biaya proyek.
Penerbitan global bond itu memang menambah utang dalam struktur keuangan PLN. Namun, utang itu sepenuhnya untuk membiayai proyek pembangkit, transmisi, dan distribusi, maka dalam waktu bersamaan akan menambah aset PLN. Dengan begitu, tingkat solvabilitas (rasio utang dan aset) serta kualitas utang PLN akan tetap terjaga sehingga penambahan utang melalui penerbitan global bond tidak perlu dirisaukan.
Dengan pembiayaan melalui penerbitan global bond untuk membangun pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, PLN punya kontribusi dalam pemenuhan listrik bagi industri yang pada saatnya akan memicu pertumbuhan ekonomi hingga bisa mencapai double digit growth, tanpa harus mengalami overheated economy.
Pasalnya, infrastruktur dan kapasitas listrik dibutuhkan industri sudah tersedia. Pencapaian double digit growth akan mempunyai multiplier effect terhadap perekonomian Indonesia, termasuk penambahan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan.
(shf)