Pimpinan KPK Setengah Dewa

Jum'at, 05 Juli 2019 - 07:45 WIB
Pimpinan KPK Setengah...
Pimpinan KPK Setengah Dewa
A A A
Beni Kurnia Illahi
Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (UNIB) dan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas

KONTEKS historis menceritakan bahwa sejak berdirinya pada 29 Desember 2003, lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu diguyur pelbagai serangan dan pelemahan. Jika ditarik ke belakang, di awal-awal berdirinya, ujian dan tantangan yang dihadapi KPK memang tergolong berat seperti keterbatasan anggaran, ketiadaan sumber daya manusia (SDM), terbatasnya infrastruktur hingga pragmatisme banyak kalangan meragukan kapasitas dan keberanian KPK membongkar korupsi.

Jika meloncat dan bergeser pada 3 periode terakhir, yaitu pada periode 2007-2011, 2011-2015 hingga 2015 sampai detik ini, ternyata pelemahan KPK semakin masif dipertontonkan. Tantangan terberatnya adalah melawan serangan balik para koruptor yang berusaha meruntuhkan semangat antikorupsi di tengah maraknya kasus korupsi di negeri ini. Sebab di tengah gencarnya pemberantasan korupsi, saluran fakta mewartakan bahwa jaringan koruptor juga senantiasa menyiapkan dan menggunakan pelbagai modus agar terbebas dari tuduhan korupsi.

Michel Serres dalam bukunya Corruption-The Antichrist: A Chemistry of Sensations and Ideas mendeskripsikan soal istilah virus-antivirus bahwa sebetulnya para koruptor sedang mempersiapkan anti-body untuk gerakan pemberantasan korupsi, tetapi virus tersebut tidak diam dalam mengembangkan diri untuk melawan antivirus pemberantasan itu sendiri. Artinya dengan virus yang menjalar seperti kutipan Serres, semakin ke ujung tantangan KPK dalam memberangus kasus korupsi semakin rumit.

Itu sebabnya di tengah prahara pelemahan pemberantasan korupsi dan serangan yang bertubu-tubi terhadap KPK, kunci yang paling tepat dan harapan terbesarnya terletak pada unsur SDM. Bahkan pimpinan/komisioner KPK sebagai pembawa tongkat antikorupsi merupakan organ yang paling urgen untuk menentukan arah kebijakan antikorupsi. Bukan sebagai tongkat pembawa rebah.

Itu sebabnya, dengan berakhirnya kepemimpinan KPK periode 2015-2019, inilah saatnya momentum tepat bagi kita untuk menentukan pimpinan KPK masa depan periode 2019-2023 yang bersikap berani, profesional, berintegritas, dan betul-betul punya nyali melawan prahara yang menghambat pekerjaan KPK.

Saat ini Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK sudah dibentuk, penjaringan dan pendaftaran calon pun sudah digelar. Terlepas dari rekam jejak pansel yang sampai saat ini sebetulnya masih dipertanyakan, setiap tahapan seleksi tentu saja mesti kita kawal dan awasi. Karena dalam perjalanan, potensi terjadinya kendala-kendala yang mengganggu proses pengisian jabatan pimpinan KPK pasti ada.

Tentu kita semua harus waspada dan siaga terhadap tindakan atau upaya yang membahayakan KPK secara internal maupun eksternal. Misalnya upaya-upaya penyusupan ke dalam tubuh KPK sebagai jalan untuk memperlemah kinerja KPK, jual beli jabatan pada saat proses seleksi, tindakan teror dan ancaman terhadap Pansel hingga tindakan kerusuhan yang menghambat setiap tahapan penyeleksian.

Pelbagai tarik-menarik kepentingan seperti itu tidak dapat dimungkiri dari sepak terjang KPK dalam melakukan pelbagai niat memberantas korupsi. Maka tiada cara lain yang dapat dilakukan untuk menjaga KPK selain memastikan sebuah seleksi yang objektif, transparan, dan tanpa konflik kepentingan (conflict of interest ).

Rekomendasi untuk Pansel KPK
Pertama, sebagai konstituen rakyat menaruh harapan besar dengan terbentuknya KPK. Tentu harapan itu tidak boleh disia-siakan oleh pemangku kebijakan. Justru KPK hadir karena ketidakpercayaan rakyat atas lembaga-lembaga penegak hukum yang sudah ada sebelumnya. Lembaga-lembaga penegak hukum dianggap belum mampu menegakkan hukum tanpa melanggar hukum dalam menumpas kejahatan korupsi.

Itu sebabnya KPK hadir sebagai lembaga alternatif yang dapat menjawab harapan dan tuntutan rakyat dalam hal pemberantasan korupsi. Sementara itu kajian United Nation Development Program (UNDP) juga pernah merumuskan bahwa salah satu parameter independensi Komisi Antikorupsi dinilai dari pemilihan pimpinan komisi dengan menggunakan prosedur yang demokratis, transparan, dan objektif. Harapan rakyat dan kajian UNDP tersebut setidaknya bisa menjadi rujukan bagi Pansel memetakan calon yang dianggap capable menduduki kursi pimpinan di Gedung Merah Putih Kuningan.

Kedua, tidak dapat dimungkiri bahwa Pansel juga dihadapkan pada jebakan para pendaftar yang serta-merta mengatasnamakan lembaga atau institusi asal, baik yang berasal dari aparat penegak hukum, pemerintah ataupun swasta.

Menurut hemat saya, sebagai sebuah proses yang transparan dan akuntabel, sepanjang calon tersebut memiliki kapasitas dan kualifikasi yang baik (the right man in the right place ) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK, sah-sah saja seseorang tersebut mendaftarkan diri sebagai calon. Namun perlu digarisbawahi dan diberikan pengawasan khusus adalah ketika seorang calon mendaftarkan diri mewakili institusi asalnya, terutama institusi penegak hukum.

Hal ini bukan semata-mata dalam rangka menunjukkan sikap sentimen terhadap aparat penegak hukum atau menghalang-halangi aparat penegak hukum untuk turut serta dalam pemerintahan, melainkan dalam rangka mencegah terjadinya conflict of interest antara calon pimpinan dengan institusi asalnya. Sebab secara psikologis-sosiologis ia akan sulit untuk bersikap objektif dan profesional ketika suatu saat KPK menangani kasus yang berhadapan dengan institusi asalnya.

Selain itu dikhawatirkan adanya penumpang gelap yang disusupi secara sengaja oleh institusi asal untuk memengaruhi setiap proses penegakan hukum yang berimplikasi pada agenda pemberantasan korupsi ke depan. Sebab secara yuridis Pasal 3 UU KPK mengamanatkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Tentu sebagai orang-orang yang mengerti hukum, Pansel wajib tunduk pada aturan dimaksud.

Ketiga, sebagai lembaga yang paling ditakuti dan rival bagi para koruptor, KPK tentu akan selalu menjadi objek teror, apalagi KPK sedang menangani kasus megakorupsi. Tercatat berdasarkan kajian bersama ICW dan TII, masih terdapat 18 perkara mega korupsi yang masih ditunggak penyelesaiannya oleh KPK diantaranya yaitu kasus BLBI, proyek mangkrak KTP-el, kasus suap Roll Royce dengan PT Garuda Indonesia dan lain-lain.

Tentu ini akan menjadi pekerjaan besar bagi Calon Pimpinan KPK masa depan. Sebab, upaya untuk melemahkan KPK pun semakin kentara, baik upaya pelemahan melalui aspek-aspek hukum yang menghambat pemberantasan korupsi hingga serangan teror kepada Staf dan Komisioner di KPK tersebut.

Oleh karena itu Pansel akan menjadi penentu wajah KPK ke depannya. Pansel juga harus mempertimbangkan kebutuhan pimpinan KPK dari aspek struktur dan manajemen organisasi serta rencana strategis agenda pemberantasan korupsi ke depannya. Seterusnya bagi rakyat Indonesia, mari kawal setiap tahapan seleksi pimpinan KPK karena rumusan Pasal 30 ayat (6) UU KPK menjelaskan bahwa panitia seleksi mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan atas nama calon.

Artinya terdapat ruang bagi masyarakat untuk melihat rekam jejak serta memberikan masukan terhadap calon pimpinan KPK guna melahirkan pimpinan KPK yang jujur, adil, profesional, loyal, dan berintegritas seperti layaknya pimpinan KPK setengah dewa. Semoga.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0604 seconds (0.1#10.140)