Suap Dana Hibah KONI, Aspri Menpora Ungkap Fakta-fakta Mencengangkan
A
A
A
JAKARTA - Asisten Pribadi (Aspri) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, membeberkan sejumlah fakta mencengangkan terkait kasus suap dana hibah untuk KONI dari Kemenpora. Salah satunya Ulum mengakui menerima uang total sebesar Rp70 juta dari terdakwa pemberi suap, Sekjen KONI Pusat nonaktif, Ending Fuad Hamidy.
Pengakuan tersebut disampaikan Miftahul Ulum saat bersaksi dalam persidangan tiga terdakwa penerima suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/7/2019). Bersama Miftahul Ulum, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK juga menghadirkan Imam Nahrawi dan staf Protokoler Menpora Arief Susanto.
Ketiga terdakwa yakni Mulyana selaku Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemenpora, Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Asisten Olahraga Prestasi pada Kedeputian IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga merangkap Ketua Tim Verifikasi, dan Eko Triyanta selaku Staf pada Kedeputian IV Olahraga Prestasi Kemenpora yang biasa menjadi penghubung antara KONI Pusat dengan Kemenpora.
Perkara ketiganya yakni suap untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat atas dua proposal dana hibah yang diajukan KONI Pusat pada tahun kegiatan 2018.
Mulanya JPU yang diketuai Ronald Ferdinand Worotikan mengonfirmasi ke Miftahul Ulum tentang perkenalan, pekerjaan sebelum menjadi Aspri Menpora Imam Nahrawi, hingga bisa menjadi Aspri Menpora. Ulum mengaku kenal dengan Imam Nahrawi sejak tahun 2014 saat Nahrawi menjadi anggota DPR. Saat itu Ulum menjadi sopir pribadi Nahrawi.
Ulum melanjutkan, enam bulan setelah Imam menjabat sebagai Menpora atau sekitar April 2015 kemudian Ulum diangkat menjadi Aspri Menpora. Surat keputusan berasal dari Sekretaris Kemenpora. Meski begitu Ulum mengakui menjadi Aspri Menpora karena rekomendasi Nahrawi.
Adapun tugasnya sebagai Aspri Menpora di antaranya mengatur jadwal kehadiran Menpora, mendokumentasikan kegiatan-kegiatan Menpora, dan mengarsipkan dokumen-dokumen. Imam Nahrawi yang duduk di bangku samping kanan Ulum membenarkan dan menjelaskan hal yang sama.
JPU Ronald lantas mengonfirmasi ke Ulum tentang beberapa kali pemberian uang tunai dengan total mencapai Rp11,5 miliar dari terdakwa pemberi suap Sekjen KONI Pusat nonaktif Ending Fuad Hamidy melalui Staf Bagian Keuangan Sekretariat Kemenpora yang ditugaskan sebagai BPP Bendahara Pengeluaran Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (INASGOC) dan Wakil Bendahara KONI Pusat Lina Nurhasanah, terdakwa pemberi suap Bendahara Umum KONI Pusat nonaktif Jhony E Awuy, dan sopir Sekjen KONI Pusat Hamidy bernama Atam.
Dari total uang tersebut, sebesar Rp3 miliar diterima Ulum melalui Arief Susanto pada Juni 2018. Berikutnya pemberian sekitar Rp80 juta melalui transfer ke rekening BNI atas nama Jhony yang kartu ATM-nya diberikan Jhony ke Ulum.
Ulum membantah pemberian dan penerimaan tersebut. Dia berdalih tidak pernah sama sekali bertemu dengan Hamidy maupun Jhony untuk pengurusan dua proposal dana hibah, apalagi sampai menerima uang. JPU Ronald lalu memperingatkan Ulum agar menjelaskan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya karena telah disumpah dengan ada konsekuensi hukum.
"Apakah saudara juga pernah menerima uang-uang yang lain dari Sekjen KONI Pak Hamidy? Uang apa itu?" tanya JPU Ronald.
Ulum pun mengakui pernah menerima uang Rp2 juta dari Hamidy sekitar tahun 2017. Saat itu Ulum secara tidak sengaja bertemu dengan Hamidy di Plaza Senayan. Saat itu dia sedang jalan-jalan dengan dua adiknya. Setelah dicecar JPU siapa adik-adik Ulum tersebut, akhirnya Ulum mengakui dua orang tersebut adalah dua anak Nahrawi bernama Ifat dan Dicky.
"Saya minta uang kopi ke Pak Hamidy. Kemudian diberikan Rp2 juta. Saya terima dan bagi bagikan kepada anak anak bapak, si Ifat sama Dicky seingat saya. Anaknya Pak Menteri," ujar Ulum di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sementara Imam Nahrawi mengatakan tidak mengetahui dua anaknya dibawa jalan-jalan oleh Ulum kemudian bertemu Hamidy dan ada serah-terima uang Rp2 juta. Apalagi sampai dibagikan Ulum ke dua anak Nahrawi. "Saya tidak diberitahu dan tidak dilaporkan juga setelah itu oleh Ulum," ungkap Nahrawi.
JPU Ronald kembali mengingatkan Ulum apalah masih ada lagi penerimaan lain dari Hamidy. Ulum lalu menuturkan pernah liburan ke Yogyakarta sekitar tahun 2017. Sebelum liburan, Ulum mengontak Hamidy. Ulum menyampaikan akan liburan dan meminta bantuan.
"Saya mau liburan ke Yogyakarta. Saya minta seikhalasnya ke Pak Hamidy. Setelah itu setahu saya Rp15 juta, ditransfer ke rekening BCA saya. Ditransfer karena saya yang memberikan ke Pak Hamidy," ungkap Ulum.
Dia melanjutkan, di 2018 ada pertandingan sepakbola. Ulum saat itu menjadi Manajer Kemenpora FC. Ulum lantas mengontak Hamidy untuk meminta bantuan. Seingat Ulum ada Rp30 juta yang ditransfer Hamidy ke rekening BCA milik Ulum.
"Coba ingat-ingat lagi ada enggak dari Pak Hamidy yang kaitan dengan saudara sebagai Manajer Kemenpora FC. Di catatan bank yang kami punya ada lagi. Ada atau tidak?" tanya JPU Agus Prasetya. "Ada Rp20 juta ke rekening BCA yang sama. Itu saya bagi-bagikan ke teman-teman (pemain Kemenpora FC)," jawab Ulum.
JPU Ronald dan Agus kembali mengingatkan Ulum tentang penerimaan lain dari Hamidy pada 2018. Ulum mengingat-ingat memang ada penerimaan Rp3 juta dari Hamidy. Sekitar September 2018 Hamidy sempat bermain tenis di lapangan tenis Kemenpora. Ulum bersama beberapa staf Protokoler Menpora juga sedang bermain tenis di situ.
"Ada dikasi Pak Hamidy Rp3 juta. Jadi ada makan-makan banyak terus dibayarin. Uang sisanya dibagi-bagikkan ke beberapa protokol," ungkap Ulum.
JPU Agus menegaskan, pada tahun 2018 tersebut ada dua proposal dana hibah yang diajukan KONI Pusat kemudian disetujui dan dicairkan Kemenpora. Ulum membenarkan. "Iya Pak," jawab Ulum.
Pengakuan tersebut disampaikan Miftahul Ulum saat bersaksi dalam persidangan tiga terdakwa penerima suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/7/2019). Bersama Miftahul Ulum, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK juga menghadirkan Imam Nahrawi dan staf Protokoler Menpora Arief Susanto.
Ketiga terdakwa yakni Mulyana selaku Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemenpora, Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Asisten Olahraga Prestasi pada Kedeputian IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga merangkap Ketua Tim Verifikasi, dan Eko Triyanta selaku Staf pada Kedeputian IV Olahraga Prestasi Kemenpora yang biasa menjadi penghubung antara KONI Pusat dengan Kemenpora.
Perkara ketiganya yakni suap untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat atas dua proposal dana hibah yang diajukan KONI Pusat pada tahun kegiatan 2018.
Mulanya JPU yang diketuai Ronald Ferdinand Worotikan mengonfirmasi ke Miftahul Ulum tentang perkenalan, pekerjaan sebelum menjadi Aspri Menpora Imam Nahrawi, hingga bisa menjadi Aspri Menpora. Ulum mengaku kenal dengan Imam Nahrawi sejak tahun 2014 saat Nahrawi menjadi anggota DPR. Saat itu Ulum menjadi sopir pribadi Nahrawi.
Ulum melanjutkan, enam bulan setelah Imam menjabat sebagai Menpora atau sekitar April 2015 kemudian Ulum diangkat menjadi Aspri Menpora. Surat keputusan berasal dari Sekretaris Kemenpora. Meski begitu Ulum mengakui menjadi Aspri Menpora karena rekomendasi Nahrawi.
Adapun tugasnya sebagai Aspri Menpora di antaranya mengatur jadwal kehadiran Menpora, mendokumentasikan kegiatan-kegiatan Menpora, dan mengarsipkan dokumen-dokumen. Imam Nahrawi yang duduk di bangku samping kanan Ulum membenarkan dan menjelaskan hal yang sama.
JPU Ronald lantas mengonfirmasi ke Ulum tentang beberapa kali pemberian uang tunai dengan total mencapai Rp11,5 miliar dari terdakwa pemberi suap Sekjen KONI Pusat nonaktif Ending Fuad Hamidy melalui Staf Bagian Keuangan Sekretariat Kemenpora yang ditugaskan sebagai BPP Bendahara Pengeluaran Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (INASGOC) dan Wakil Bendahara KONI Pusat Lina Nurhasanah, terdakwa pemberi suap Bendahara Umum KONI Pusat nonaktif Jhony E Awuy, dan sopir Sekjen KONI Pusat Hamidy bernama Atam.
Dari total uang tersebut, sebesar Rp3 miliar diterima Ulum melalui Arief Susanto pada Juni 2018. Berikutnya pemberian sekitar Rp80 juta melalui transfer ke rekening BNI atas nama Jhony yang kartu ATM-nya diberikan Jhony ke Ulum.
Ulum membantah pemberian dan penerimaan tersebut. Dia berdalih tidak pernah sama sekali bertemu dengan Hamidy maupun Jhony untuk pengurusan dua proposal dana hibah, apalagi sampai menerima uang. JPU Ronald lalu memperingatkan Ulum agar menjelaskan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya karena telah disumpah dengan ada konsekuensi hukum.
"Apakah saudara juga pernah menerima uang-uang yang lain dari Sekjen KONI Pak Hamidy? Uang apa itu?" tanya JPU Ronald.
Ulum pun mengakui pernah menerima uang Rp2 juta dari Hamidy sekitar tahun 2017. Saat itu Ulum secara tidak sengaja bertemu dengan Hamidy di Plaza Senayan. Saat itu dia sedang jalan-jalan dengan dua adiknya. Setelah dicecar JPU siapa adik-adik Ulum tersebut, akhirnya Ulum mengakui dua orang tersebut adalah dua anak Nahrawi bernama Ifat dan Dicky.
"Saya minta uang kopi ke Pak Hamidy. Kemudian diberikan Rp2 juta. Saya terima dan bagi bagikan kepada anak anak bapak, si Ifat sama Dicky seingat saya. Anaknya Pak Menteri," ujar Ulum di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sementara Imam Nahrawi mengatakan tidak mengetahui dua anaknya dibawa jalan-jalan oleh Ulum kemudian bertemu Hamidy dan ada serah-terima uang Rp2 juta. Apalagi sampai dibagikan Ulum ke dua anak Nahrawi. "Saya tidak diberitahu dan tidak dilaporkan juga setelah itu oleh Ulum," ungkap Nahrawi.
JPU Ronald kembali mengingatkan Ulum apalah masih ada lagi penerimaan lain dari Hamidy. Ulum lalu menuturkan pernah liburan ke Yogyakarta sekitar tahun 2017. Sebelum liburan, Ulum mengontak Hamidy. Ulum menyampaikan akan liburan dan meminta bantuan.
"Saya mau liburan ke Yogyakarta. Saya minta seikhalasnya ke Pak Hamidy. Setelah itu setahu saya Rp15 juta, ditransfer ke rekening BCA saya. Ditransfer karena saya yang memberikan ke Pak Hamidy," ungkap Ulum.
Dia melanjutkan, di 2018 ada pertandingan sepakbola. Ulum saat itu menjadi Manajer Kemenpora FC. Ulum lantas mengontak Hamidy untuk meminta bantuan. Seingat Ulum ada Rp30 juta yang ditransfer Hamidy ke rekening BCA milik Ulum.
"Coba ingat-ingat lagi ada enggak dari Pak Hamidy yang kaitan dengan saudara sebagai Manajer Kemenpora FC. Di catatan bank yang kami punya ada lagi. Ada atau tidak?" tanya JPU Agus Prasetya. "Ada Rp20 juta ke rekening BCA yang sama. Itu saya bagi-bagikan ke teman-teman (pemain Kemenpora FC)," jawab Ulum.
JPU Ronald dan Agus kembali mengingatkan Ulum tentang penerimaan lain dari Hamidy pada 2018. Ulum mengingat-ingat memang ada penerimaan Rp3 juta dari Hamidy. Sekitar September 2018 Hamidy sempat bermain tenis di lapangan tenis Kemenpora. Ulum bersama beberapa staf Protokoler Menpora juga sedang bermain tenis di situ.
"Ada dikasi Pak Hamidy Rp3 juta. Jadi ada makan-makan banyak terus dibayarin. Uang sisanya dibagi-bagikkan ke beberapa protokol," ungkap Ulum.
JPU Agus menegaskan, pada tahun 2018 tersebut ada dua proposal dana hibah yang diajukan KONI Pusat kemudian disetujui dan dicairkan Kemenpora. Ulum membenarkan. "Iya Pak," jawab Ulum.
(thm)