THR Pegawai Negeri Dianggarkan Rp20 Triliun
A
A
A
KABAR baik bagi pegawai negeri sipil (PNS), pemerintah memastikan pencairan tunjangan hari raya (THR) dilaksanakan sebelum libur Lebaran, tepatnya 24 Mei 2019. Kabar baik lainnya adalah jadwal pemberian gaji ke-13 PNS dan pensiunan ditetapkan pada Juni 2019. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp40 triliun, masing-masing Rp20 triliun untuk THR serta gaji ke-13 PNS dan pensiunan. Anggaran tersebut naik Rp4,2 triliun dari sebelumnya Rp35,8 triliun tahun lalu. Anggaran THR dan gaji ke-13 untuk PNS dan pensiunan telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang disahkan Oktober 2018.
Sebelumnya, keputusan pemerintah soal pemberian THR dan gaji ke-13 sempat menjadi sorotan pada masa kampanye pemilihan presiden (pilpres) lalu. Pasalnya, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga sebagai petahana dalam Pilpres 2019-2024 dinilai kebijakan politis untuk mendulang suara. Namun, hal itu ditepis keras oleh tim kampanye Jokowi yang menyatakan kebijakan tersebut sebagai bukti bahwa roda pemerintahan terus berjalan, dan tidak harus berhenti bekerja dengan adanya pilpres.
Sementara itu, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun atau Tunjangan Ketiga Belas kepada PNS, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara dan Penerima Pensiun atau Tunjangan, pemerintah telah menetapkan bahwa pencairan gaji ke-13 dilaksanakan pada Juni 2019. Adapun besaran gaji tambahan yang diterima para PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pensiunan disesuaikan dengan penghasilannya yang diterima setiap bulan.
Selain itu, pemerintah mengatur komponen gaji ke-13 untuk PNS dan pensiunan dibedakan. Rinciannya untuk PNS hingga anggota Polri terdiri atas gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan hingga tunjangan kinerja. Untuk pensiunan meliputi pensiunan pokok dan tunjangan keluarga. Pemerintah sengaja mengatur pencairan gaji ke-13 bertepatan dengan tahun ajaran baru di sekolah, karena salah satu tujuan pemberian gaji ekstra tersebut guna membantu biaya sekolah anak.
Bagaimana dengan THR untuk karyawan swasta? Perusahaan atau pemberi kerja, sebagaimana ditegaskan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri, wajib mengeluarkan THR paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Berdasarkan Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016, pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Mengenai besaran THR bagi pekerja aturannya sudah terperinci, yakni bagi pekerja dengan masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih mendapatkan THR satu bulan upah.
Selanjutnya, pekerja dengan masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka THR yang didapatkan secara proporsional, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dikalikan satu bulan upah. Untuk pekerja harian lepas dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka THR yang didapatkan sebesar satu bulan upah berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Adapun pekerja lepas dengan masa kerja kurang dari 12 bulan mendapatkan THR satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja. Meski aturan THR paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran, pihak Kemenaker mengimbau kepada perusahaan sebaiknya dibayarkan dua pekan sebelum Lebaran, agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik.
Apa sanksinya bagi perusahaan yang terlambat membayar THR? Karena THR adalah hak bagi pekerja maka perusahaan yang telat mencairkan THR dikenakan sanksi berupa denda yang harus dibayarkan kepada pekerja. Besaran sanksi yang ditetapkan pemerintah sekitar 5% dari gaji pekerja. Sehubungan itu, pihak Kemenaker akan menerbitkan surat edaran kepada perusahaan atau pemberi kerja jangan sampai terlambat mengeluarkan THR paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Dengan adanya surat edaran diharapkan dapat mengurangi risiko keterlambatan pembayaran THR. Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tegas mengatur semua pekerja berhak menerima THR baik pekerja tetap, kontrak, maupun pekerja lepas.
Sebelumnya, keputusan pemerintah soal pemberian THR dan gaji ke-13 sempat menjadi sorotan pada masa kampanye pemilihan presiden (pilpres) lalu. Pasalnya, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga sebagai petahana dalam Pilpres 2019-2024 dinilai kebijakan politis untuk mendulang suara. Namun, hal itu ditepis keras oleh tim kampanye Jokowi yang menyatakan kebijakan tersebut sebagai bukti bahwa roda pemerintahan terus berjalan, dan tidak harus berhenti bekerja dengan adanya pilpres.
Sementara itu, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun atau Tunjangan Ketiga Belas kepada PNS, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara dan Penerima Pensiun atau Tunjangan, pemerintah telah menetapkan bahwa pencairan gaji ke-13 dilaksanakan pada Juni 2019. Adapun besaran gaji tambahan yang diterima para PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pensiunan disesuaikan dengan penghasilannya yang diterima setiap bulan.
Selain itu, pemerintah mengatur komponen gaji ke-13 untuk PNS dan pensiunan dibedakan. Rinciannya untuk PNS hingga anggota Polri terdiri atas gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan hingga tunjangan kinerja. Untuk pensiunan meliputi pensiunan pokok dan tunjangan keluarga. Pemerintah sengaja mengatur pencairan gaji ke-13 bertepatan dengan tahun ajaran baru di sekolah, karena salah satu tujuan pemberian gaji ekstra tersebut guna membantu biaya sekolah anak.
Bagaimana dengan THR untuk karyawan swasta? Perusahaan atau pemberi kerja, sebagaimana ditegaskan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri, wajib mengeluarkan THR paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Berdasarkan Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016, pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Mengenai besaran THR bagi pekerja aturannya sudah terperinci, yakni bagi pekerja dengan masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih mendapatkan THR satu bulan upah.
Selanjutnya, pekerja dengan masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka THR yang didapatkan secara proporsional, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dikalikan satu bulan upah. Untuk pekerja harian lepas dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka THR yang didapatkan sebesar satu bulan upah berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Adapun pekerja lepas dengan masa kerja kurang dari 12 bulan mendapatkan THR satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja. Meski aturan THR paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran, pihak Kemenaker mengimbau kepada perusahaan sebaiknya dibayarkan dua pekan sebelum Lebaran, agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik.
Apa sanksinya bagi perusahaan yang terlambat membayar THR? Karena THR adalah hak bagi pekerja maka perusahaan yang telat mencairkan THR dikenakan sanksi berupa denda yang harus dibayarkan kepada pekerja. Besaran sanksi yang ditetapkan pemerintah sekitar 5% dari gaji pekerja. Sehubungan itu, pihak Kemenaker akan menerbitkan surat edaran kepada perusahaan atau pemberi kerja jangan sampai terlambat mengeluarkan THR paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Dengan adanya surat edaran diharapkan dapat mengurangi risiko keterlambatan pembayaran THR. Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tegas mengatur semua pekerja berhak menerima THR baik pekerja tetap, kontrak, maupun pekerja lepas.
(wib)