Teror, Kejahatan Kemanusiaan
A
A
A
Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana FIAI
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
DALAM rentang waktu tidak lama terjadi dua peristiwa teror besar yang sangat menusuk, menikam, dan melukai perikemanusiaan yang adil dan beradab. Kedua kasus teror itu pertama penembakan di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat 15 Maret 2019. Kedua, ledakan bom di tiga gereja dan tiga hotel di Kolombo, Sri Lanka, pada Minggu 21 April 2019 pagi waktu setempat. Pelaku teror disebut teroris dan terorisme menjadi paham yang menginspirasi dan memotivasi alam pikiran dan tindakan teroris dalam melakukan aksi brutalnya.
Terorisme, dalam kamus otoritatif The Random House Dictionary of the EnglishLanguage didefinisikan sebagai (1) the use of violence and threats to intimidate or coerce, especially for political purpose; (2) the state of fear and submission produced by terrorism or terrorization. Artinya, terorisme adalah (1) menggunakan kekerasan dan ancaman untuk mengintimidasi atau memaksakan kehendak, khususnya untuk tujuan politik; (2) keadaan rasa takut dan ketundukan yang ditimbulkan oleh terorisme atau tindakan teror.
Seorang teroris adalah sekaligus seorang radikalis dan ekstremis. Radikalisme, ekstremisme, dan terorisme adalah paham yang saling terkait. Dalam melakukan serangan, teroris tidak jarang memakai simbol-simbol keagamaan (atau mengatasnamakan agama) dan tindakannya dimotivasi oleh paham radikal yang menyusupi alam pikirannya. Alam pikiran teroris disusupi oleh "xenophobia ," yaitu "deep-rooted fear towards foreigners" (rasa takut yang mendalam terhadap orang-orang asing) dan "fear of the unfamiliar " (rasa takut terhadap sesuatu yang asing). Dalam kamus lain, "xenophobia" diartikan sebagai "fear and contempt of strangers or foreign peoples.... An unreasonable fear, distrust, or hatred of strangers, foreigners, or anything perceived as foreign or different" (perasaan takut dan mencela orang-orang asing.... Perasaan takut, tidak percaya, atau benci yang tidak beralasan terhadap orang-orang asing, atau segala sesuatu yang dipandang sebagai sesuatu yang asing atau berbeda).
Terorisme tidak bersumber dari ajaran agama. Pandangan Paus Fransiskus yang disampaikan di forum "The World Meetings of Popular Movements" di Modesto, California, 16-18 Februari 2017, patut dicatat: "No people is criminal and no religion is terrorist. Christian terrorism does not exist, Jewish terrorism does not exist, and Muslim terrorism does not exist....There are fundamentalists and violent individuals in all peoples and religions-and with intolerant generalizations they become stronger because they feed on hate and xenophobia." (Tidak ada orang jahat dan tidak ada agama teroris. Terorisme Kristen tidak ada, terorisme Yahudi tidak ada, dan terorisme Islam tidak ada.... Ada orang-orang fundamentalis dan individu-individu yang berperilaku keras dalam semua kelompok masyarakat dan agama-dan dengan generalisasi intoleran mereka menjadi lebih berperilaku keras karena mereka mendapatkan kepuasan dari pelampiasan perasaan benci kepada orang lain).
Keji dan Tidak Bermoral
Fenomena di atas itulah yang sebenarnya terjadi di Selandia Baru dan Sri Lanka baru-baru ini. Teror di kedua negara itu dipicu oleh ketidaksukaan dan kebencian yang tidak wajar dan tidak beralasan dari seseorang/sekelompok orang terhadap orang-orang yang tidak seras, seetnis, atau seagama. Di Kota Christchurch, Selandia Baru, teror penembakan terjadi di dua masjid yang dilakukan oleh Brenton Tarrant (warga Australia, 28 tahun) yang bangga menyebut dirinya sebagai penganut supremasi kulit putih.
Tarrant melakukan serangan pada saat muslim melaksanakan salat Jumat di dua masjid itu dan menewaskan 50 orang (termasuk seorang warga Indonesia) dan puluhan jamaah lainnya terluka. Di antara 50 orang yang terbunuh adalah para migran dari Pakistan, Bangladesh, India, Turki, dan Somalia. Warga Indonesia yang meninggal adalah Lilik Abdul Hamid (58 tahun) yang berprofesi sebagai teknisi di Air New Zealand. PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengecam keras serangan itu dan mengatakan bahwa pelaku teror itu akan menghadapi ancaman hukuman berat.
Di Kolombo, Sri Lanka, teror dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri yang menyebabkan 290 orang tewas dan 500 orang terluka. Sejumlah warga negara asing tewas dalam insiden ini. Ledakan ini terjadi pada Minggu Paskah (21 April 2019) dan menyasar tiga gereja, yaitu Gereja St. Anthony di Kolombo, St Sebastian di Kota Negombo, dan sebuah gereja lagi di Kota Batticaloa. Selain tiga tempat ibadah ini, tiga hotel terkenal dan mewah di Sri Lanka juga menjadi target, yakni Hotel Shangri-La, Cinnamon Grand, dan Hotel Kingsbury. Para pemimpin dunia telah menyampaikan ucapan belasungkawa kepada Pemerintah Sri Lanka atas insiden tersebut. Paus Fransiskus, dalam pidato Urbi et Orbi di Vatikan, mengutuk serangan itu sebagai "kekerasan kejam" karena menyasar umat Kristen yang sedang merayakan Paskah.
Menurut laporan badan intelijen asing, teror Sri Lanka direncanakan oleh National Thowheed Jamath (NTJ) yang hendak menyasar gereja dan komisi tinggi India di Kolombo. Laporan itu menyebut NTJ merupakan kelompok muslim radikal di Sri Lanka yang tahun lalu dimasukkan ke dalam radar aparat ketika mereka dikaitkan dengan peristiwa vandalisme terhadap beberapa patung Buddha. Mengutip laman News18, dua dari enam serangan yang menghantam Sri Lanka itu diduga dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri yang teridentifikasi bernama Zahran Hashim (yang melancarkan serangan di Hotel Shangri-La) dan Abu Mohammad (yang menyerang Gereja Batticalao).
Serangan teror juga pernah terjadi di Bali, Indonesia, pada 12 Oktober 2002 (dikenal Bom Bali I). Tidak kurang dari 202 orang tewas dan 209 orang luka-luka. Kebanyakan korban adalah wisatawan Australia yang sedang menikmati liburan. Serangan ini dipandang sebagai aksi terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. Pelaku utama Bom Bali I adalah Imam Samudra, Mukhlas, serta Amrozi telah dieksekusi mati. Seluruh masyarakat internasional mengecam dan mengutuk segala bentuk perbuatan teror karena merupakan tindakan pengecut, keji, jahat, dan tidak bermoral.
Guru Besar Pascasarjana FIAI
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
DALAM rentang waktu tidak lama terjadi dua peristiwa teror besar yang sangat menusuk, menikam, dan melukai perikemanusiaan yang adil dan beradab. Kedua kasus teror itu pertama penembakan di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat 15 Maret 2019. Kedua, ledakan bom di tiga gereja dan tiga hotel di Kolombo, Sri Lanka, pada Minggu 21 April 2019 pagi waktu setempat. Pelaku teror disebut teroris dan terorisme menjadi paham yang menginspirasi dan memotivasi alam pikiran dan tindakan teroris dalam melakukan aksi brutalnya.
Terorisme, dalam kamus otoritatif The Random House Dictionary of the EnglishLanguage didefinisikan sebagai (1) the use of violence and threats to intimidate or coerce, especially for political purpose; (2) the state of fear and submission produced by terrorism or terrorization. Artinya, terorisme adalah (1) menggunakan kekerasan dan ancaman untuk mengintimidasi atau memaksakan kehendak, khususnya untuk tujuan politik; (2) keadaan rasa takut dan ketundukan yang ditimbulkan oleh terorisme atau tindakan teror.
Seorang teroris adalah sekaligus seorang radikalis dan ekstremis. Radikalisme, ekstremisme, dan terorisme adalah paham yang saling terkait. Dalam melakukan serangan, teroris tidak jarang memakai simbol-simbol keagamaan (atau mengatasnamakan agama) dan tindakannya dimotivasi oleh paham radikal yang menyusupi alam pikirannya. Alam pikiran teroris disusupi oleh "xenophobia ," yaitu "deep-rooted fear towards foreigners" (rasa takut yang mendalam terhadap orang-orang asing) dan "fear of the unfamiliar " (rasa takut terhadap sesuatu yang asing). Dalam kamus lain, "xenophobia" diartikan sebagai "fear and contempt of strangers or foreign peoples.... An unreasonable fear, distrust, or hatred of strangers, foreigners, or anything perceived as foreign or different" (perasaan takut dan mencela orang-orang asing.... Perasaan takut, tidak percaya, atau benci yang tidak beralasan terhadap orang-orang asing, atau segala sesuatu yang dipandang sebagai sesuatu yang asing atau berbeda).
Terorisme tidak bersumber dari ajaran agama. Pandangan Paus Fransiskus yang disampaikan di forum "The World Meetings of Popular Movements" di Modesto, California, 16-18 Februari 2017, patut dicatat: "No people is criminal and no religion is terrorist. Christian terrorism does not exist, Jewish terrorism does not exist, and Muslim terrorism does not exist....There are fundamentalists and violent individuals in all peoples and religions-and with intolerant generalizations they become stronger because they feed on hate and xenophobia." (Tidak ada orang jahat dan tidak ada agama teroris. Terorisme Kristen tidak ada, terorisme Yahudi tidak ada, dan terorisme Islam tidak ada.... Ada orang-orang fundamentalis dan individu-individu yang berperilaku keras dalam semua kelompok masyarakat dan agama-dan dengan generalisasi intoleran mereka menjadi lebih berperilaku keras karena mereka mendapatkan kepuasan dari pelampiasan perasaan benci kepada orang lain).
Keji dan Tidak Bermoral
Fenomena di atas itulah yang sebenarnya terjadi di Selandia Baru dan Sri Lanka baru-baru ini. Teror di kedua negara itu dipicu oleh ketidaksukaan dan kebencian yang tidak wajar dan tidak beralasan dari seseorang/sekelompok orang terhadap orang-orang yang tidak seras, seetnis, atau seagama. Di Kota Christchurch, Selandia Baru, teror penembakan terjadi di dua masjid yang dilakukan oleh Brenton Tarrant (warga Australia, 28 tahun) yang bangga menyebut dirinya sebagai penganut supremasi kulit putih.
Tarrant melakukan serangan pada saat muslim melaksanakan salat Jumat di dua masjid itu dan menewaskan 50 orang (termasuk seorang warga Indonesia) dan puluhan jamaah lainnya terluka. Di antara 50 orang yang terbunuh adalah para migran dari Pakistan, Bangladesh, India, Turki, dan Somalia. Warga Indonesia yang meninggal adalah Lilik Abdul Hamid (58 tahun) yang berprofesi sebagai teknisi di Air New Zealand. PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengecam keras serangan itu dan mengatakan bahwa pelaku teror itu akan menghadapi ancaman hukuman berat.
Di Kolombo, Sri Lanka, teror dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri yang menyebabkan 290 orang tewas dan 500 orang terluka. Sejumlah warga negara asing tewas dalam insiden ini. Ledakan ini terjadi pada Minggu Paskah (21 April 2019) dan menyasar tiga gereja, yaitu Gereja St. Anthony di Kolombo, St Sebastian di Kota Negombo, dan sebuah gereja lagi di Kota Batticaloa. Selain tiga tempat ibadah ini, tiga hotel terkenal dan mewah di Sri Lanka juga menjadi target, yakni Hotel Shangri-La, Cinnamon Grand, dan Hotel Kingsbury. Para pemimpin dunia telah menyampaikan ucapan belasungkawa kepada Pemerintah Sri Lanka atas insiden tersebut. Paus Fransiskus, dalam pidato Urbi et Orbi di Vatikan, mengutuk serangan itu sebagai "kekerasan kejam" karena menyasar umat Kristen yang sedang merayakan Paskah.
Menurut laporan badan intelijen asing, teror Sri Lanka direncanakan oleh National Thowheed Jamath (NTJ) yang hendak menyasar gereja dan komisi tinggi India di Kolombo. Laporan itu menyebut NTJ merupakan kelompok muslim radikal di Sri Lanka yang tahun lalu dimasukkan ke dalam radar aparat ketika mereka dikaitkan dengan peristiwa vandalisme terhadap beberapa patung Buddha. Mengutip laman News18, dua dari enam serangan yang menghantam Sri Lanka itu diduga dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri yang teridentifikasi bernama Zahran Hashim (yang melancarkan serangan di Hotel Shangri-La) dan Abu Mohammad (yang menyerang Gereja Batticalao).
Serangan teror juga pernah terjadi di Bali, Indonesia, pada 12 Oktober 2002 (dikenal Bom Bali I). Tidak kurang dari 202 orang tewas dan 209 orang luka-luka. Kebanyakan korban adalah wisatawan Australia yang sedang menikmati liburan. Serangan ini dipandang sebagai aksi terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. Pelaku utama Bom Bali I adalah Imam Samudra, Mukhlas, serta Amrozi telah dieksekusi mati. Seluruh masyarakat internasional mengecam dan mengutuk segala bentuk perbuatan teror karena merupakan tindakan pengecut, keji, jahat, dan tidak bermoral.
(kri)