Jika Terbukti Angkat Dirinya Jadi Plh Kadis, Bupati Tator Salahi Aturan
A
A
A
JAKARTA - Info mengenai Bupati Tana Toraja (Tator), Sulawesi Selatan (Sulsel) Nicodemus Biringkanae mengangkat dirinya menjadi Plt Kadis Kesehatan menyebar luas di masyarakat. Mengenai beredarnya info itu, Kemendagri minta Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah melakukan pengecekan apakah benar atau tidak.
Jika info yang beredar luas di masyarakat benar maka kebijakan Bupati Tator tersebut bertentangan dengan kaidah tata kelola pemerintahan daerah. “Dasarnya UU Pemda dan Tata Kelola Jabatan Aparatur Sipil Negara yang diatur dalam UU ASN,” kata Kapuspen Kemendagri, Bahtiar dalam siaran pers, Rabu (13/3/2019).
Menurutnya, kepala dinas (jabatan pimpinan tinggi madya setingkat eselon IIb) adalah jabatan ASN yang diatur dalam UU No 5/2014 tentang ASN. Posisi ini hanya dapat diisi PNS, baik sebagai pejabat defenitif maupun Plt atau Plh sesuai ketemtuan peraturan perundang-undangan.
“Kepala daerah yang merupakan jabatan politik tidak dapat menduduki posisi penjabat sementara, Plt maupun Plh,” ujarnya.
Bahtiar pun meminta Bupati Tator berhati-hati membuat kebijakan di luar ketentuan perundang-undangan. Jika benar, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai maladministrasi.
Menurutnya, tidak ada satu alasanpun yang membenarkan tindakan diskresi di luar hukum sehingga kepala daerah mengangkat dirinya sebagai Plt Kadis Kesehatan. “Masih tersedia cukup banyak pejabat Pemkab Tator yang dapat ditunjuk sebagai Plt atau Plh,” tandasnya.
Sebagai bahan rujukan hokum, Bahtiar menunjukkan Pasal 234 ayat (2) UU No 23/2014 tentang Pemda. Di situ disebutkan, kepala perangkat daerah kabupaten/kota diisi dari PNS yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertugas diwilayah daerah provinsi yang bersangkutan.
Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga menyebutkan Plt atau Plh harus diisi PNS. “Bupati Tator dapat menugaskan salah satu pejabat eselon II atau pejabat eselon III untuk menjabat sebagai Plt atau Plh,” terangnya.
Jika info yang beredar luas di masyarakat benar maka kebijakan Bupati Tator tersebut bertentangan dengan kaidah tata kelola pemerintahan daerah. “Dasarnya UU Pemda dan Tata Kelola Jabatan Aparatur Sipil Negara yang diatur dalam UU ASN,” kata Kapuspen Kemendagri, Bahtiar dalam siaran pers, Rabu (13/3/2019).
Menurutnya, kepala dinas (jabatan pimpinan tinggi madya setingkat eselon IIb) adalah jabatan ASN yang diatur dalam UU No 5/2014 tentang ASN. Posisi ini hanya dapat diisi PNS, baik sebagai pejabat defenitif maupun Plt atau Plh sesuai ketemtuan peraturan perundang-undangan.
“Kepala daerah yang merupakan jabatan politik tidak dapat menduduki posisi penjabat sementara, Plt maupun Plh,” ujarnya.
Bahtiar pun meminta Bupati Tator berhati-hati membuat kebijakan di luar ketentuan perundang-undangan. Jika benar, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai maladministrasi.
Menurutnya, tidak ada satu alasanpun yang membenarkan tindakan diskresi di luar hukum sehingga kepala daerah mengangkat dirinya sebagai Plt Kadis Kesehatan. “Masih tersedia cukup banyak pejabat Pemkab Tator yang dapat ditunjuk sebagai Plt atau Plh,” tandasnya.
Sebagai bahan rujukan hokum, Bahtiar menunjukkan Pasal 234 ayat (2) UU No 23/2014 tentang Pemda. Di situ disebutkan, kepala perangkat daerah kabupaten/kota diisi dari PNS yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertugas diwilayah daerah provinsi yang bersangkutan.
Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga menyebutkan Plt atau Plh harus diisi PNS. “Bupati Tator dapat menugaskan salah satu pejabat eselon II atau pejabat eselon III untuk menjabat sebagai Plt atau Plh,” terangnya.
(poe)