Mengandalkan Pemasukan dari Pajak
A
A
A
ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019 telah disahkan menjadi Undang-Undang. Target pendapatan negara pada 2019 merupakan target yang optimal, tetapi tetap realistis. Penerimaan perpajakan APBN 2019 ditargetkan sebesar Rp1.786,4 triliun atau tumbuh 15,4% dari outlook APBN tahun 2018 dengan tax ratio sekitar 12,2%.
Dari target tersebut, perinciannya adalah kontribusi penerimaan perpajakan terhadap total pendapatan negara naik menjadi 82,5%. Target Penerimaan Kepabeanan dan Cukai tahun 2019 sebesar Rp208,8 triliun atau tumbuh 5,7% dari outlook APBN tahun 2018. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2019 ditargetkan Rp378,3 triliun atau tumbuh 8,3 % dari outlook APBN 2018.
Beberapa asumsi dasar ekonomi makro APBN 2019 mengalami penyesuaian, yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3%; inflasi 3,5%; tingkat bunga SPN 3 bulan 5,3%; nilai tukar Rp15.000; harga minyak mentah 70 (USD/barel); lifting minyak 775.000 barel per hari, dan lifting gas 1.250 ribu barel setara minyak per hari.
Namun langkah untuk mencapainya tidaklah mudah. Kondisi perekonomian nasional tahun ini masih memiliki beragam tantangan. Sektor ritel yang tidak tumbuh, industri manufaktur yang stagnan menjadi tantangan utama penerimaan negara dari sektor pajak.
Memang pemerintah juga memperlihatkan keberpihakannya bagi kelompok usaha kecil dan menengah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2018 yang mengatur tarif PPh Final bagi pelaku UMKM menjadi 0,5%. Hal lain yang cukup signifikan adalah insentif pajak. Namun tentu saja kebijakan tersebut belum mampu meningkatkan pendapatan pajak.
Langkah tepat pemerintah dengan mengutip pajak dari e-commerce merupakan strategi jitu. Sebab transaksi e-commerce menunjukkan peningkatan, sementara pajak yang dibayarkan masih kecil.
Ketentuan pengenaan pajak ini pun telah terbit, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang perlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Aturan perpajakan ini untuk menerapkan perlakuan setara antara pelaku usaha konvensional dan e-commerce. Hal itu tentunya akan menciptakan keadilan dalam pengenaan pajak.
Tidak ada jenis pajak, objek pajak, atau tarif pajak yang baru dalam ketentuan tersebut, melainkan ketentuan yang sudah ada. Sama persis perlakuan perpajakannya dengan pelaku usaha konvensional. Ini berarti ada tambahan pemasukan baru dari pelaku e-commerce yang bisa menambal kekurangan target pajak.
Penerapan pajak e-commerce yang berlaku mulai 1 April nanti tentu saja dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan dan mengajak pelaku e-commerce berkontribusi dalam membangun negara lewat pembayaran pajak. Namun, pemerintah perlu membuat aturan secara terperinci termasuk berapa besar target penerimaan negara dari pajak di sektor e-commerce.
Strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan tax ratio bisa ditempuh dengan beberapa cara. Pertama, memperbaiki administrasi data dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk menciptakan sistem yang terintegrasi. Pemerintah harus melakukan investasi untuk menciptakan sistem teknologi informasi perpajakan sehingga Wajib Pajak (WP) yang tidak patuh akan sangat mudah dideteksi melalui sistem ini.
Kedua, juga perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas petugas pajak. Khusus untuk peningkatan kualitas, ini harus menjadi fokus awal karena petugas pajak di lapangan sering dikeluhkan memberikan pelayanan yang tidak memuaskan atau memberikan penjelasan yang multi-interpretasi.
Ketiga, pemerintah juga wajib memperbaiki law enforcement dan aturan pajak. Terutama di internal petugas pajak sendiri sehingga intergritas mereka terjaga dan dipercaya. Pemerintah juga perlu memperluas basis pajak, yaitu menambah jumlah orang yang seharusnya membayar pajak tapi belum menyetor pajak dengan benar.
Artinya, pemerintah fokus pada upaya meningkatkan compliance wajib pajak, baik yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maupun yang belum memiliki NPWP. Tiga strategi di atas jika dilakukan secara serius dan konsisten dipastikan akan bisa meningkatkan pendapatan pajak sehingga target penerimaan negara dari sektor pajak bisa dicapai.
Dari target tersebut, perinciannya adalah kontribusi penerimaan perpajakan terhadap total pendapatan negara naik menjadi 82,5%. Target Penerimaan Kepabeanan dan Cukai tahun 2019 sebesar Rp208,8 triliun atau tumbuh 5,7% dari outlook APBN tahun 2018. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2019 ditargetkan Rp378,3 triliun atau tumbuh 8,3 % dari outlook APBN 2018.
Beberapa asumsi dasar ekonomi makro APBN 2019 mengalami penyesuaian, yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3%; inflasi 3,5%; tingkat bunga SPN 3 bulan 5,3%; nilai tukar Rp15.000; harga minyak mentah 70 (USD/barel); lifting minyak 775.000 barel per hari, dan lifting gas 1.250 ribu barel setara minyak per hari.
Namun langkah untuk mencapainya tidaklah mudah. Kondisi perekonomian nasional tahun ini masih memiliki beragam tantangan. Sektor ritel yang tidak tumbuh, industri manufaktur yang stagnan menjadi tantangan utama penerimaan negara dari sektor pajak.
Memang pemerintah juga memperlihatkan keberpihakannya bagi kelompok usaha kecil dan menengah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2018 yang mengatur tarif PPh Final bagi pelaku UMKM menjadi 0,5%. Hal lain yang cukup signifikan adalah insentif pajak. Namun tentu saja kebijakan tersebut belum mampu meningkatkan pendapatan pajak.
Langkah tepat pemerintah dengan mengutip pajak dari e-commerce merupakan strategi jitu. Sebab transaksi e-commerce menunjukkan peningkatan, sementara pajak yang dibayarkan masih kecil.
Ketentuan pengenaan pajak ini pun telah terbit, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang perlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Aturan perpajakan ini untuk menerapkan perlakuan setara antara pelaku usaha konvensional dan e-commerce. Hal itu tentunya akan menciptakan keadilan dalam pengenaan pajak.
Tidak ada jenis pajak, objek pajak, atau tarif pajak yang baru dalam ketentuan tersebut, melainkan ketentuan yang sudah ada. Sama persis perlakuan perpajakannya dengan pelaku usaha konvensional. Ini berarti ada tambahan pemasukan baru dari pelaku e-commerce yang bisa menambal kekurangan target pajak.
Penerapan pajak e-commerce yang berlaku mulai 1 April nanti tentu saja dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan dan mengajak pelaku e-commerce berkontribusi dalam membangun negara lewat pembayaran pajak. Namun, pemerintah perlu membuat aturan secara terperinci termasuk berapa besar target penerimaan negara dari pajak di sektor e-commerce.
Strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan tax ratio bisa ditempuh dengan beberapa cara. Pertama, memperbaiki administrasi data dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk menciptakan sistem yang terintegrasi. Pemerintah harus melakukan investasi untuk menciptakan sistem teknologi informasi perpajakan sehingga Wajib Pajak (WP) yang tidak patuh akan sangat mudah dideteksi melalui sistem ini.
Kedua, juga perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas petugas pajak. Khusus untuk peningkatan kualitas, ini harus menjadi fokus awal karena petugas pajak di lapangan sering dikeluhkan memberikan pelayanan yang tidak memuaskan atau memberikan penjelasan yang multi-interpretasi.
Ketiga, pemerintah juga wajib memperbaiki law enforcement dan aturan pajak. Terutama di internal petugas pajak sendiri sehingga intergritas mereka terjaga dan dipercaya. Pemerintah juga perlu memperluas basis pajak, yaitu menambah jumlah orang yang seharusnya membayar pajak tapi belum menyetor pajak dengan benar.
Artinya, pemerintah fokus pada upaya meningkatkan compliance wajib pajak, baik yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maupun yang belum memiliki NPWP. Tiga strategi di atas jika dilakukan secara serius dan konsisten dipastikan akan bisa meningkatkan pendapatan pajak sehingga target penerimaan negara dari sektor pajak bisa dicapai.
(whb)