JPU KPK Dinilai Gagal dalam Buktikan Perkara Lucas
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide menilai, fakta-fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa advokat Lucas memastikan, bahwa JPU pada KPK gagal membuktikan perbuatan Lucas dalam perkaranya.
M Yusuf Sahide menuturkan, ada sedikit lima hal yang perlu dilihat dalam perkara terdakwa advokat Lucas dari tahap penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Pertama, selama proses persidangan sekitar tiga bulan sejak November 2018 hingga pekan kedua Februari 2019, ternyata KPK lewat Jaksa Penuntut Umum (JPU) tampak hanya menggunakan keterangan satu saksi yakni mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti Dina Soraya Putranto.
Yusuf mengklaim, kesaksian Dina berbeda atau bertentangan dengan keterangan saksi-saksi lainnya. Bahkan bertentangan juga alat-alat bukti lain hingga diruntuhkan oleh keterangan ahli hukum pidana dan ahli digital forensik. Alat bukti petunjuk berupa bukti elektronik seperti percakapan via FaceTime yang dipakai JPU, menurut Yusuf, bukan milik Lucas.
Pasalnya banyak saksi fakta yang dihadirkan JPU malah memastikan FaceTime itu ternyata milik Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie. Berdasarkan fakta persidangan, Jimmy adalah orang yang selama ini membantu Eddy Sindoro keluar-masuk Indonesia dan membuat paspor palsu untuk Eddy.
"Makanya selama persidangan ini sampai Minggu lalu, kami melihat tuduhan KPK tidak ada alat bukti yang kuat. Jaksa tidak bisa membuktikan perbuatan Pak Lucas. Saya ingin mengutip pendapat Prof Taverne, lebih bagus membebaskan orang yang tidak bersalah dibandingkan menghukum orang yang tidak bersalah. Jadi sebaiknya majelis hakim membebaskan terdakwa Pak Lucas," ujar Yusuf melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Di sisi lain, menurut Yusuf, Eddy Sindoro juga telah memastikan tidak pernah dibantu dan berbicara dengan Lucas selama Eddy berada di luar negeri. Kemudian bukti penyadapan sebagai alat bukti petunjuk yang dipakai JPU KPK tidak bisa membuktikan perbuatan Lucas.
"Artinya secara keseluruhan alat-alat bukti tidak memiliki kesesuaian atau saling bertentangan," bebernya.
Poin kedua, Yusuf berpandangan, selama persidangan juga telah terungkap dengan gamblang bahwa uang yang diterima beberapa orang bukan berasal dari Lucas maupun kantor hukum Lucas. Para saksi penerima uang telah memastikan bahwa uang yang dibagi-bagikan oleh Dina Soraya ternyata bersumber dari Jimmy.
"Ketika disebutkan oleh Dina bahwa Pak Lucas yang menyuruh memberikan uang, sekarang KPK harus bisa buktikan ada tidak, kan tidak ada. Ini kan hanya keterangan saksi Dina, jadi alat bukti yang digunakan KPK apa? Satu saksi itu bukan saksi, namanya unus testis nullus testis," klaimnya.
Ketiga, secara posisi Lucas bukan kuasa hukum Eddy Sindoro baik sebelum maupun setelah Eddy Sindoro menjadi tersangka di KPK. Bahkan Lucas tidak punya kepentingan apapun dengan Eddy Sindoro dan kasus yang menjerat Eddy Sindoro. Karenanya tidak ada niat jahat atau perbuatan apapun oleh Lucas untuk menghalangi atau merintangi proses penyidikan kasus Eddy Sindoro.
Keempat, Yusuf menyebutkan, dalam fakta persidangan keterangan para saksi kunci antara lain Eddy, Michael Sindoro, dan Stephen Sinarto secara tegas dan jelas menyatakan keterlibatan Jimmy selama pelarian Eddy di luar negeri.
Saat Eddy tiba sesaat setelah dideportasi otoritas Malaysia pada 29 Agustus 2018 dan kemudian keluar lagi dari Indonesia ke Bangkok, Thailand di tanggal yang sama pun juga dibantu oleh Jimmy.
"Ketika rekaman CCTV Bandara (Soekarno Hatta) diputarkan tampak jelas Eddy Sindoro didampingi Jimmy. Anehnya Jimmy tidak pernah sekalipun dipanggil oleh KPK. Ada apa?" tuding Yusuf.
Poin kelima, dari tahap penyidikan yang dilakukan KPK tampak nyata bahwa dua alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Lucas sebagai tersangka menghalang-halangi atau merintangi proses penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Eddy Sindoro tidak jelas. Bahkan alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Lucas sebagai tersangka sangat prematur.
"Alat-alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Pak Lucas tidak jelas, tidak kuat. KPK dalam penetapan tersangka sebelumnya kan sering kali ceroboh, penetapan Pak Lucas sebagai tersangka ini adalah kesekian kali KPK ceroboh," ucapnya.
Ketua JPU pada KPK yang menangani perkara Lucas, Abdul Basir menanggapi santai pernyataan Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide. Basir memastikan pihaknya berhasil membuktikan perbuatan pidana yang dilakukan Lucas.
"JPU sudah dapat membuktikan perbuatan Lucas, bahkan bebyrp ahli yang dhadirkan Lucas justru menguntungkan/mendukung argumntasi Jaksa. Justru setelah pemeriksaanriksa ahli Prof Said Karim (guru besar hukum pidana Universitas Hasanuddin, Makassar), Jaksa justru tambah yakin kesalahan Lucas. Selalu ada rahmat Tuhan," ujar Basir saat dikonfirmasi, Selasa (19/2) siang.
Dia membenarkan saat disinggung apakah selama persidangan berarti alat-alat bukti yang dihadirkan JPU juga memastikan dan membuktikan perbuatan pidana Lucas serta tidam hanya berdasarkan satu alat bukti saja. "Betul," ucapnya.
M Yusuf Sahide menuturkan, ada sedikit lima hal yang perlu dilihat dalam perkara terdakwa advokat Lucas dari tahap penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Pertama, selama proses persidangan sekitar tiga bulan sejak November 2018 hingga pekan kedua Februari 2019, ternyata KPK lewat Jaksa Penuntut Umum (JPU) tampak hanya menggunakan keterangan satu saksi yakni mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti Dina Soraya Putranto.
Yusuf mengklaim, kesaksian Dina berbeda atau bertentangan dengan keterangan saksi-saksi lainnya. Bahkan bertentangan juga alat-alat bukti lain hingga diruntuhkan oleh keterangan ahli hukum pidana dan ahli digital forensik. Alat bukti petunjuk berupa bukti elektronik seperti percakapan via FaceTime yang dipakai JPU, menurut Yusuf, bukan milik Lucas.
Pasalnya banyak saksi fakta yang dihadirkan JPU malah memastikan FaceTime itu ternyata milik Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie. Berdasarkan fakta persidangan, Jimmy adalah orang yang selama ini membantu Eddy Sindoro keluar-masuk Indonesia dan membuat paspor palsu untuk Eddy.
"Makanya selama persidangan ini sampai Minggu lalu, kami melihat tuduhan KPK tidak ada alat bukti yang kuat. Jaksa tidak bisa membuktikan perbuatan Pak Lucas. Saya ingin mengutip pendapat Prof Taverne, lebih bagus membebaskan orang yang tidak bersalah dibandingkan menghukum orang yang tidak bersalah. Jadi sebaiknya majelis hakim membebaskan terdakwa Pak Lucas," ujar Yusuf melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Di sisi lain, menurut Yusuf, Eddy Sindoro juga telah memastikan tidak pernah dibantu dan berbicara dengan Lucas selama Eddy berada di luar negeri. Kemudian bukti penyadapan sebagai alat bukti petunjuk yang dipakai JPU KPK tidak bisa membuktikan perbuatan Lucas.
"Artinya secara keseluruhan alat-alat bukti tidak memiliki kesesuaian atau saling bertentangan," bebernya.
Poin kedua, Yusuf berpandangan, selama persidangan juga telah terungkap dengan gamblang bahwa uang yang diterima beberapa orang bukan berasal dari Lucas maupun kantor hukum Lucas. Para saksi penerima uang telah memastikan bahwa uang yang dibagi-bagikan oleh Dina Soraya ternyata bersumber dari Jimmy.
"Ketika disebutkan oleh Dina bahwa Pak Lucas yang menyuruh memberikan uang, sekarang KPK harus bisa buktikan ada tidak, kan tidak ada. Ini kan hanya keterangan saksi Dina, jadi alat bukti yang digunakan KPK apa? Satu saksi itu bukan saksi, namanya unus testis nullus testis," klaimnya.
Ketiga, secara posisi Lucas bukan kuasa hukum Eddy Sindoro baik sebelum maupun setelah Eddy Sindoro menjadi tersangka di KPK. Bahkan Lucas tidak punya kepentingan apapun dengan Eddy Sindoro dan kasus yang menjerat Eddy Sindoro. Karenanya tidak ada niat jahat atau perbuatan apapun oleh Lucas untuk menghalangi atau merintangi proses penyidikan kasus Eddy Sindoro.
Keempat, Yusuf menyebutkan, dalam fakta persidangan keterangan para saksi kunci antara lain Eddy, Michael Sindoro, dan Stephen Sinarto secara tegas dan jelas menyatakan keterlibatan Jimmy selama pelarian Eddy di luar negeri.
Saat Eddy tiba sesaat setelah dideportasi otoritas Malaysia pada 29 Agustus 2018 dan kemudian keluar lagi dari Indonesia ke Bangkok, Thailand di tanggal yang sama pun juga dibantu oleh Jimmy.
"Ketika rekaman CCTV Bandara (Soekarno Hatta) diputarkan tampak jelas Eddy Sindoro didampingi Jimmy. Anehnya Jimmy tidak pernah sekalipun dipanggil oleh KPK. Ada apa?" tuding Yusuf.
Poin kelima, dari tahap penyidikan yang dilakukan KPK tampak nyata bahwa dua alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Lucas sebagai tersangka menghalang-halangi atau merintangi proses penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Eddy Sindoro tidak jelas. Bahkan alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Lucas sebagai tersangka sangat prematur.
"Alat-alat bukti yang dipakai KPK untuk penetapan Pak Lucas tidak jelas, tidak kuat. KPK dalam penetapan tersangka sebelumnya kan sering kali ceroboh, penetapan Pak Lucas sebagai tersangka ini adalah kesekian kali KPK ceroboh," ucapnya.
Ketua JPU pada KPK yang menangani perkara Lucas, Abdul Basir menanggapi santai pernyataan Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide. Basir memastikan pihaknya berhasil membuktikan perbuatan pidana yang dilakukan Lucas.
"JPU sudah dapat membuktikan perbuatan Lucas, bahkan bebyrp ahli yang dhadirkan Lucas justru menguntungkan/mendukung argumntasi Jaksa. Justru setelah pemeriksaanriksa ahli Prof Said Karim (guru besar hukum pidana Universitas Hasanuddin, Makassar), Jaksa justru tambah yakin kesalahan Lucas. Selalu ada rahmat Tuhan," ujar Basir saat dikonfirmasi, Selasa (19/2) siang.
Dia membenarkan saat disinggung apakah selama persidangan berarti alat-alat bukti yang dihadirkan JPU juga memastikan dan membuktikan perbuatan pidana Lucas serta tidam hanya berdasarkan satu alat bukti saja. "Betul," ucapnya.
(maf)