Pakar Hukum: Gagasan Prabowo Pisahkan Kemenhut dan KLH Tepat
A
A
A
JAKARTA - Dalam debat kedua Pilpres 2019, Prabowo Subianto menyampaikan gagasannya ingin memisahkan kembali Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Gagasan ini dinilai tepat dan punya argumentasi kuat.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas) Ismail Rumadan mengatakan, selama penggabungan kedua kementerian tersebut pada masa pemerintahan Jokowi-JK, banyak permasalahan lingkungan hidup yang tidak tuntas. Sebut saja dalam kasus kerusakan lingkungan hidup akibat penambangan PT Freeport Indonesia.
Hasil audit BPK yang dipublikasi pada Maret 2018 menunjukkan adanya kerusakan ekosistem akibat limbah PT Freeport Indonesia senilai Rp185 triliun. Penyelesaian kasus ini sampai sekarang tidak transparan dan terkesan ditutup-tutupi.
“Demikian juga dalam beberapa kasus kerusakan lingkungan hidup akibat kebakaran hutan, tidak ada sanksi tegas terhadap para pelaku. Selama penggabungan kedua kementerian tersebut, penyelesaian atas masalah kerusakan lingkungan terkesan tertutup,” ujar Ismail di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Permasalahan mendasar yang sangat lemah dari penggabungan kedua kementerian tersebut salah satunya adalah kurangnya independensi dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan fungsi pengawasannya sekaligus memberikan sanksi secara tegas kepada pelaku kerusakan lingkungan.
“Kurang independennya pengawasan ini akibat Kementerian Lingkungan Hidup ditempatkan menjadi salah satu unit setara eselon I di bawah Kementerian Kehutanan yang keduanya memiliki tugas dan fungsi berbeda secara substansial,” papar penulis buku Kebijakan Hukum Investasi Minyak dan Gas Bumi ini.
Kementerian Lingkungan Hidup yang tugasnya mengawasi dan melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran terhadap lingkungan hidup, digabungkan dengan Kementerian Kehutanan yang tugasnya mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan, sehingga ketika ada pelanggaran terhadap lingkungan hidup yang berhadapan dengan fungsi pemanfaatan hutan, maka sudah tentu Direktorat LKH yang berada di bawah Kementerian Kehutanan tidak bisa berbuat banyak dan bertindak optimal serta tegas terhadap para pelanggar.
“Oleh karena itu, gagasan dan ide untuk memisahkan kembali kedua kementerian tersebut oleh Prabowo perlu diapresiasi sebagai gagasan brilian yang sangat tepat untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup saat ini,” cetusnya.
Gagasan itu, sambung Ismail, tentu ingin mengembalikan fungsi pengawasan yang dilakukan KLH, agar benar-benar independen, transparan, dan akuntabel dalam melakukan pengawasan dan tindakan hukum terhadap para pelaku kerusakan terhadap lingkungan hidup.
Terpisah, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dian Islamiati Fatwa mengatakan, penggabungan urusan lingkungan hidup dan kehutanan membuat pengawasan amburadul. Seharusnya antara yang eksploitasi dan pengelolaan hutan dengan fungsi pengawasan dan penindakan dipisah.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas) Ismail Rumadan mengatakan, selama penggabungan kedua kementerian tersebut pada masa pemerintahan Jokowi-JK, banyak permasalahan lingkungan hidup yang tidak tuntas. Sebut saja dalam kasus kerusakan lingkungan hidup akibat penambangan PT Freeport Indonesia.
Hasil audit BPK yang dipublikasi pada Maret 2018 menunjukkan adanya kerusakan ekosistem akibat limbah PT Freeport Indonesia senilai Rp185 triliun. Penyelesaian kasus ini sampai sekarang tidak transparan dan terkesan ditutup-tutupi.
“Demikian juga dalam beberapa kasus kerusakan lingkungan hidup akibat kebakaran hutan, tidak ada sanksi tegas terhadap para pelaku. Selama penggabungan kedua kementerian tersebut, penyelesaian atas masalah kerusakan lingkungan terkesan tertutup,” ujar Ismail di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Permasalahan mendasar yang sangat lemah dari penggabungan kedua kementerian tersebut salah satunya adalah kurangnya independensi dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan fungsi pengawasannya sekaligus memberikan sanksi secara tegas kepada pelaku kerusakan lingkungan.
“Kurang independennya pengawasan ini akibat Kementerian Lingkungan Hidup ditempatkan menjadi salah satu unit setara eselon I di bawah Kementerian Kehutanan yang keduanya memiliki tugas dan fungsi berbeda secara substansial,” papar penulis buku Kebijakan Hukum Investasi Minyak dan Gas Bumi ini.
Kementerian Lingkungan Hidup yang tugasnya mengawasi dan melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran terhadap lingkungan hidup, digabungkan dengan Kementerian Kehutanan yang tugasnya mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan, sehingga ketika ada pelanggaran terhadap lingkungan hidup yang berhadapan dengan fungsi pemanfaatan hutan, maka sudah tentu Direktorat LKH yang berada di bawah Kementerian Kehutanan tidak bisa berbuat banyak dan bertindak optimal serta tegas terhadap para pelanggar.
“Oleh karena itu, gagasan dan ide untuk memisahkan kembali kedua kementerian tersebut oleh Prabowo perlu diapresiasi sebagai gagasan brilian yang sangat tepat untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup saat ini,” cetusnya.
Gagasan itu, sambung Ismail, tentu ingin mengembalikan fungsi pengawasan yang dilakukan KLH, agar benar-benar independen, transparan, dan akuntabel dalam melakukan pengawasan dan tindakan hukum terhadap para pelaku kerusakan terhadap lingkungan hidup.
Terpisah, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dian Islamiati Fatwa mengatakan, penggabungan urusan lingkungan hidup dan kehutanan membuat pengawasan amburadul. Seharusnya antara yang eksploitasi dan pengelolaan hutan dengan fungsi pengawasan dan penindakan dipisah.
(pur)