Geliat Kesadaran Muslim Milenial

Jum'at, 01 Februari 2019 - 08:02 WIB
Geliat Kesadaran Muslim Milenial
Geliat Kesadaran Muslim Milenial
A A A
Muhammad Takdir

Alumni Geneva Centre for Security Policy (GCSP), Swiss



DI antara konstituen politik di Indonesia yang jarang memperoleh ekspose dalam pembicaraan politik adalah kelompok milenial muslim. Publik sejauh ini menyentuh segmen milenial lebih dari sudut euforia blok suara baru yang potensial. Hampir pada semua lini mobilisasi kepentingan partai politik, kelompok milenial tumbuh sebagai media darling yang tiada hentinya disebut. Para politisi, parpol dan aktivis sipil pun akhirnya terjebak melihat milenial sebagai cluster pengelompokan kaum muda yang terlepas dari akar orisinalitasnya yang bersifat embryonic backdrop. Artinya, milenial hanya dilihat dan didudukkan secara pasif dalam kategorisasi kaum muda yang berusia 37 pada 2018.

Pew Research Centre menggunakan batas waktu kelahiran 1996 sebagai cut off point generasi milenial dengan generasi-generasi sebelumnya yang disebut generation X atau Gen Xers (1965-1980), baby boomers (1946-1964) dan silent (1928-1945). Oleh karena itu, Pew menyebut bahwa siapapun yang lahir antara 1981 dan 1996 atau berusia 22 hingga 37 pada 2018 lalu adalah milenial. Mereka yang lahir setelah itu, khususnya pasca 1997 diperlakukan sebagai generasi yang belum diberikan nama spesifik tetapi umumnya kita menyebutnya sebagai post-millenial.Pertanyaannya sekarang, seberapa besar efek intellectual demography yang dimiliki kaum milenial? Apakah generasi milenial secara umum memberikan efek politik, ekonomi dan sosial yang seragam (uniformity)? Apakah embryonic backdrop dalam bentuk akar tradisi dan pemahaman politik atau agama tidak memberikan pengaruh (influence) terhadap cara pandang milenial vis-à-vis perubahan lingkungan sekitarnya? Dalam kasus Indonesia, bagaimana sesungguhnya prototipe milenial muslim membedakan dirinya dengan blok milenial lainnya?Seluruh pertanyaan itu relevan ditelusuri untuk menemukan deskripsi genuine mengenai prospek maupun proyeksi efek milenial muslim dalam pusaran politik mutakhir di Indonesia saat ini. Jika menggunakan parameter Pew, seluruh generasi milenial Indonesia diperkirakan merupakan bagian dari kelompok middle class yang ditaksir Bank Dunia sekarang berjumlah 52 juta orang (Press Release WB, 12/17). Beberapa organisasi survei berbeda dalam menyajikan data jumlah kelas menengah Indonesia seperti Boston Consulting Group (BCG) yang menyebut 74 juta atau McKinsey yang lebih konservatif dengan angka 45 juta orang.Satu hal yang pasti bahwa satu di antara lima warga Indonesia berada dalam garis kelompok kelas menengah dan kaum milenial dipastikan mewarnai evolusi middle class tersebut. Kalaupun karena kriteria tertentu belum sampai pada level itu, setidaknya mereka bagian dari aspiring class atau generasi becoming (yang akan menjadi kelas menengah). Mereka ini yang dianggap mampu merepresentasikan strong voice tentang ide-ide demokratisasi, better good governance, civility maupun job creation, dll.Milenial muslim cenderung tumbuh di antara kedua peta jalan middle class dan aspiring class . Menurut Bank Dunia, 45% kelompok terakhir ini memang tidak lagi dianggap miskin atau rentan terhadap kemiskinan. Hanya saja, sebagian besar dari mereka belum mencapai level economic security maupun gaya hidup yang selama ini telah dinikmati kelompok kelas menengah di Indonesia.Menariknya, terlepas dari kecenderungan pada kehidupan yang lebih baik, milenial muslim di Indonesia tumbuh di tengah banyak peristiwa monumental yang dipandang telah mengubah konfigurasi relasi global. Ketika peristiwa 11 September terjadi, Perang Irak II, Perang Afghanistan, kisruh Suriah, Libia, Yaman dan war on terror serta insiden berdarah lainnya di berbagai belahan dunia, milenial muslim di Indonesia berada pada usia yang yang cukup baik untuk mengingat dan memahami historical significance peristiwa-peristiwa penting tersebut. Ini menjadi backdrop yang membantu terbentuknya yang lebih luas dan tajam dan critical sehingga menginjeksi polarisasi politik lebih intensi ke level domestik di banyak negara, termasuk Indonesia.Pada saat bersamaan, milenial muslim dalam rentang usia yang seperti digambarkan Pew, tumbuh bersamaan dengan bersemainya embrio demokratisasi di Indonesia maupun belahan dunia lainnya dengan inspirasi terbesar dari pemilihan Barack Obama sebagai Presiden ke-44 AS pada 2008. Ketika itu, kaum milenial berada pada usia remaja (teen) yang sangat menikmati euforia perubahan yang dikemas dalam berbagai pop culture melalui media digital secara masif. Hal ini serupa dengan generasi baby boomers yang tumbuh di tengah ekspansi dramatis dunia televisi, Gen Xers melalui revolusi komputerisasi, serta milenial di bawah gelombang industri internet.Milenial muslim menyerap seluruh perubahan itu dengan pilihan menginjeksikan diri untuk menjadi bagian dari political conversation yang berkembang. Pada tingkat tertentu, mereka bahkan ingin cenderung dan menjadi faktor pembeda. Mereka juga tidak mencoba mewakili kaum milenial secara umum, karena meskipun milenial muslim terlihat sangat distinctive mereka cenderung sangat tidak liberal. Padahal biasanya, kaum milenial secara umum mengekspresikan diri dengan lebih liberal, suportif dan kontras dibandingkan Gen Xers dan baby boomers, misalnya dalam isu LGBTQ, perkawinan sejenis, kehidupan bebas, dll.Potret dan prototipe milenial muslim Indonesia punya karakter hybrid atau campuran konservatif dan liberal. Mereka punya harapan tinggi terhadap good governance , demokrasi, peace, economic drivers , harmoni sosial dan pluralisme tetapi sulit memiliki societal acceptance terhadap isu-isu homoseksual, minuman keras atau apapun bentuk gaya hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.Sehingga milenial muslim di Indonesia tidak bisa dikategorikan dari sudut pandang ini sebagai consistenly liberal atau mostly liberal. Bahkan di AS pun, 31% milenial negara itu dianggap memiliki campuran pandangan yang konservatif dan liberal. Dalam konteks pusaran politik di Indonesia saat ini, milenial muslim dipastikan akan memainkan efek dan pengaruh krusial yang mesti diperhatikan oleh siapapun yang ingin menggarap segmen pemilih di lapisan tersebut.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7780 seconds (0.1#10.140)