Dipersoal KPU, OSO: Saya Tidak Akan Mundur
A
A
A
Ketua Umum (Ketum) Partai Hanura yang maju kembali sebagai calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang (OSO) menyatakan tidak akan mundur dari jabatannya sebagai ketum parpol maupun sebagai calon DPD. OSO beralasan KPU tidak menjalankan perintah konstitusi.
"Saya tidak akan mundur. Itu prinsip saya selagi KPU tidak menjalankan perintah konstitusi. Tidak melaksanakan (putusan) PTUN, Bawaslu dan MA," ujar OSO kepada wartawan di Jakarta, Selasa (22/1/2019) malam.
OSO mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang caleg merangkap sebagai pengurus parpol.
"Tidak ada masalah MK, MK kita dukung, bahkan MA juga mendukung. Tapi keputusan MK tidak bisa diplintir berlaku surut. Keputusan MK berlaku ke depan tahun 2024," tutur OSO.
Menurut OSO, kengototannya selama ini bukan untuk kepentingan dirinya secara pribadi, tapi lebih pada kepentingan penegakan hukum dan negara. "Baca dong amar putusan MK, jadi jangan dipelintir. Jadi bukan saya pribadi untuk mempertahankan diri saya sendiri, tidak. Ini kepentingan hukum, kepentingan negara," paparnya.
Itu sebabnya, kata OSO, dirinya tidak akan pernah patuh terhadap keputusan KPU yang memberikan tengat waktu hingga Selasa (22/1/2019) pukul 24.00 WIB agar OSO mundur dari kepengurusan parpol jika maju sebagai anggota DPD.
"Saya tidak akan patut pada KPU jika KPU tidak patuh kepada hukum negara ini. Tapi begitu KPU patuh hukum, saya akan ikut KPU," tegasnya. (Baca Juga: KPU Tetap Tunggu Surat Pengunduran Diri OSO Sampai Malam Nanti
Sekadar diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO, dan memerintahkan KPU untuk menerbitkan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD baru yang memasukan nama OSO.
Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT perseorangan peserta Pemilu anggota DPD Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018. Pembangkangan KPU terhadap putusan tersebut berdampak besar pada legalitas anggota DPD hasil Pemilu 2019. Bahkan, pelantikan Presiden terpilih dapat digugat lantaran persoalan tersebut.
Sebelumnya, Ketua PTUN Jakarta Ujang Abdullah telah mengirim surat perintah pelaksanaan putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT kepada KPU. PTUN Jakarta mendesak KPU segera mengeksekusi putusan sengketa pemilu yang dimenangkan OSO karena telah memperoleh kekuaatan hukum tetap.
"Sesuai Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2017, penyelesaian sengketa proses Pemilu dilakukan di PTUN. Pasal 115 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan, hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan," ujar Ujang dalam surat perintah eksekusi PTUN Jakarta.
Dalam surat PTUN Jakarta Nomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 itu, Ujang juga menjelaskan, isi putusan yang dimenangkan penggugat, Oesman Sapta Odang.
"Menyatakan batal keputusan KPU Nomor: 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019 tanggal 20 Sepetember 2018. Memerintahkan tergugat (KPU) mencabut Keputusan tersebut, dan menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT yang mencantumkan Oesman Sapta sebagai calon tetap perserta Pemilu anggota DPD Tahun 2019," urai dia.
Lebih lanjut, Ujang menyatakan, Ketua PTUN berkewajiban mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai ketentuan Pasal 116 ayat 3 UU Nomor 51 Tahun 2009, PTUN memerintahkan KPU melaksanakan putusan itu, yang pada kenyataannya belum dilaksanakan KPU.
"Perlu kami tegaskan, eksekusi putusan PTUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dijalankan demi terciptamya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta tegaknya hukum dan keadilan. Bila telah melaksanakan putusan tersebut beritahukan kepada kami," tutup Ujang dalam suratnya.
Selain dikirim kepada KPU, surat perintah eksekusi PTUN Jakarta Nomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 itu juga ditembuskan kepada Presiden, Ketua MA, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).
Kuasa Hukum OSO, Dodi Abdul Kadir mengaku telah menerima salinan putusan PTUN Jakarta terkait sengketa yang dimenangkan kliennya. Menurut Dodi, jika KPU tak melaksanakan putusan itu dalam waktu dekat, pengadilan akan mengumumkan ketidakpatuhan penyelengara pemilu terhadap putusan peradilan di media massa.
"Kalau tidak dilaksanakan juga (setelah pengumuman di media-red), pengadilan akan meminta Presiden dan DPR memaksa KPU melaksanakan putusan tersebut,” tegas Dodi.
Menurut dia, ketidakpatuhan KPU terhadap putusan PTUN Jakarta juga berdampak besar terhadap tahapan pelaksanaan Pemilu 2019. KPU tidak dapat mencetak surat suara Pemilu anggota DPD, karena keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu anggota DPD telah dicabut.
"Kalau mereka mencetak surat suara, apa dasarnya? Sekarang, sudah tidak ada DCT anggota DPD Pemilu 2019. Kami akan laporkan komisioner KPU melakukan dugaan korupsi, karena menggunakan APBN tanpa dasar hukum yang sah," imbuhnya.
Komisioner KPU Wahyu Setyawan mengatakan, KPU menunggu OSO untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai politik pada pukul 24.00 malam ini. Wahyu menuturkan, keputusan KPU terkait OSO merupakan keputusan bersama secara kolektif kolegial yang diputuskan dalam rapat pleno.
"Rapat pleno merupakan forum tertinggi pengambilan keeputusan KPU. Terkait dengan konsekuensi-konsekuensi atas keputusan KPU, tentu saja seluruh anggota KPU RI bertanggung jawab atas keputusan KPU yang sudah diambil kolektif kolegial dalam rapat pleno," tutur Wahyu di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Terkait pencetakan surat suara untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ketika OSO tidak mengundurkan diri dari kepengurusan parpol? Wahyu mengatakan bahwa pihaknya sudah memiliki mekanisme teknis. "Karena terkait pencetakan surat suara calon anggota DPD, daerah pemilihannya kan cuma satu sehingga kita atur secara teknis," katanya.
Mengenai adanya pendapat bahwa polemik OSO ini akan membuka celah adanya pihak yang berupaya melegitimasi hasil pemilu nanti karena ada putusan PTUN yang membatalkan Daftar Calon Tetap (DCT) DPD? Wahyu mengatakan bahwa KPU tidak dalam posisi mengomentari pendapat tersebut.
"Saya tidak akan mundur. Itu prinsip saya selagi KPU tidak menjalankan perintah konstitusi. Tidak melaksanakan (putusan) PTUN, Bawaslu dan MA," ujar OSO kepada wartawan di Jakarta, Selasa (22/1/2019) malam.
OSO mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang caleg merangkap sebagai pengurus parpol.
"Tidak ada masalah MK, MK kita dukung, bahkan MA juga mendukung. Tapi keputusan MK tidak bisa diplintir berlaku surut. Keputusan MK berlaku ke depan tahun 2024," tutur OSO.
Menurut OSO, kengototannya selama ini bukan untuk kepentingan dirinya secara pribadi, tapi lebih pada kepentingan penegakan hukum dan negara. "Baca dong amar putusan MK, jadi jangan dipelintir. Jadi bukan saya pribadi untuk mempertahankan diri saya sendiri, tidak. Ini kepentingan hukum, kepentingan negara," paparnya.
Itu sebabnya, kata OSO, dirinya tidak akan pernah patuh terhadap keputusan KPU yang memberikan tengat waktu hingga Selasa (22/1/2019) pukul 24.00 WIB agar OSO mundur dari kepengurusan parpol jika maju sebagai anggota DPD.
"Saya tidak akan patut pada KPU jika KPU tidak patuh kepada hukum negara ini. Tapi begitu KPU patuh hukum, saya akan ikut KPU," tegasnya. (Baca Juga: KPU Tetap Tunggu Surat Pengunduran Diri OSO Sampai Malam Nanti
Sekadar diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO, dan memerintahkan KPU untuk menerbitkan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD baru yang memasukan nama OSO.
Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT perseorangan peserta Pemilu anggota DPD Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018. Pembangkangan KPU terhadap putusan tersebut berdampak besar pada legalitas anggota DPD hasil Pemilu 2019. Bahkan, pelantikan Presiden terpilih dapat digugat lantaran persoalan tersebut.
Sebelumnya, Ketua PTUN Jakarta Ujang Abdullah telah mengirim surat perintah pelaksanaan putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT kepada KPU. PTUN Jakarta mendesak KPU segera mengeksekusi putusan sengketa pemilu yang dimenangkan OSO karena telah memperoleh kekuaatan hukum tetap.
"Sesuai Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2017, penyelesaian sengketa proses Pemilu dilakukan di PTUN. Pasal 115 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan, hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan," ujar Ujang dalam surat perintah eksekusi PTUN Jakarta.
Dalam surat PTUN Jakarta Nomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 itu, Ujang juga menjelaskan, isi putusan yang dimenangkan penggugat, Oesman Sapta Odang.
"Menyatakan batal keputusan KPU Nomor: 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019 tanggal 20 Sepetember 2018. Memerintahkan tergugat (KPU) mencabut Keputusan tersebut, dan menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT yang mencantumkan Oesman Sapta sebagai calon tetap perserta Pemilu anggota DPD Tahun 2019," urai dia.
Lebih lanjut, Ujang menyatakan, Ketua PTUN berkewajiban mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai ketentuan Pasal 116 ayat 3 UU Nomor 51 Tahun 2009, PTUN memerintahkan KPU melaksanakan putusan itu, yang pada kenyataannya belum dilaksanakan KPU.
"Perlu kami tegaskan, eksekusi putusan PTUN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dijalankan demi terciptamya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta tegaknya hukum dan keadilan. Bila telah melaksanakan putusan tersebut beritahukan kepada kami," tutup Ujang dalam suratnya.
Selain dikirim kepada KPU, surat perintah eksekusi PTUN Jakarta Nomor W2.TUN1.287/HK.06/I/2019 itu juga ditembuskan kepada Presiden, Ketua MA, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).
Kuasa Hukum OSO, Dodi Abdul Kadir mengaku telah menerima salinan putusan PTUN Jakarta terkait sengketa yang dimenangkan kliennya. Menurut Dodi, jika KPU tak melaksanakan putusan itu dalam waktu dekat, pengadilan akan mengumumkan ketidakpatuhan penyelengara pemilu terhadap putusan peradilan di media massa.
"Kalau tidak dilaksanakan juga (setelah pengumuman di media-red), pengadilan akan meminta Presiden dan DPR memaksa KPU melaksanakan putusan tersebut,” tegas Dodi.
Menurut dia, ketidakpatuhan KPU terhadap putusan PTUN Jakarta juga berdampak besar terhadap tahapan pelaksanaan Pemilu 2019. KPU tidak dapat mencetak surat suara Pemilu anggota DPD, karena keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu anggota DPD telah dicabut.
"Kalau mereka mencetak surat suara, apa dasarnya? Sekarang, sudah tidak ada DCT anggota DPD Pemilu 2019. Kami akan laporkan komisioner KPU melakukan dugaan korupsi, karena menggunakan APBN tanpa dasar hukum yang sah," imbuhnya.
Komisioner KPU Wahyu Setyawan mengatakan, KPU menunggu OSO untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai politik pada pukul 24.00 malam ini. Wahyu menuturkan, keputusan KPU terkait OSO merupakan keputusan bersama secara kolektif kolegial yang diputuskan dalam rapat pleno.
"Rapat pleno merupakan forum tertinggi pengambilan keeputusan KPU. Terkait dengan konsekuensi-konsekuensi atas keputusan KPU, tentu saja seluruh anggota KPU RI bertanggung jawab atas keputusan KPU yang sudah diambil kolektif kolegial dalam rapat pleno," tutur Wahyu di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Terkait pencetakan surat suara untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ketika OSO tidak mengundurkan diri dari kepengurusan parpol? Wahyu mengatakan bahwa pihaknya sudah memiliki mekanisme teknis. "Karena terkait pencetakan surat suara calon anggota DPD, daerah pemilihannya kan cuma satu sehingga kita atur secara teknis," katanya.
Mengenai adanya pendapat bahwa polemik OSO ini akan membuka celah adanya pihak yang berupaya melegitimasi hasil pemilu nanti karena ada putusan PTUN yang membatalkan Daftar Calon Tetap (DCT) DPD? Wahyu mengatakan bahwa KPU tidak dalam posisi mengomentari pendapat tersebut.
(mhd)