Materi Debat Harus Tawarkan Solusi Perbaikan Bangsa
A
A
A
Aji Setiawan
Mahasiswa Ilmu Agama Islam Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta
PADA 17 Januari 2019 Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan memasuki agenda debat antara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin serta pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Patut disimak ketika putra terbaik bangsa ini beradu gagasan dan program untuk menarik suara pemilih.
Menurut agenda Komisi Pemilihan Umum (KPU), debat akan berlangsung selama lima kali, terhitung mulai 17 Januari, 17 Maret, 30 Maret, 13 April, dan untuk yang kelima belum terjadwal. Terkait tema, KPU selaku penyelenggara pemilu telah menetapkan berbagai isu yang strategis untuk diperbincangkan, mulai dari hukum, ekonomi, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Ini menggambarkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu serius menggarap tahapan ini demi menciptakan pemilu yang solutif bagi perkembangan bangsa.
Debat digelar di tengah riuh rendahnya aksi saling kritik, bahkan caci maki, penyebaran kabar bohong, fitnah oleh dua kubu yang bertarung. Aksi saling serang ini melibatkan kalangan elite dan masyarakat selaku pendukung pasangan calon. Ekspresi yang kontraproduktif seperti itu membuat pemilu kali ini kehilangan esensi yang sesungguhnya. Bagaimana tidak, pendidikan politik yang seharusnya kita dapati di negara demokrasi harus tercederai oleh isu yang merusak nalar sehat dan hati nurani.
Aksi saling tuding kini menjadi konsumsi publik. Akhirnya, harapan untuk menikmati demokrasi yang hakiki seolah sirna karena perdebatan yang dihadirkan cenderung tidak menawarkan solusi bagi bangsa. Masyarakat akhirnya akan kecewa ketika melihat pemberitaan hanya diisi oleh adu sentimen minim gagasan. Debat yang memanipulasi dan membangkitkan emosi rakyat hanya akan menimbulkan kegaduhan.
Demi memastikan pilpres yang berintegritas, kita perlu penyegaran jangkauan berpikir yang kritis. Kita ingin logika politik untuk debat pilpres kali ini harus cerdas. Jangan sampai perdebatan kontraproduktif yang terjadi selama ini, terutama di media sosial, ikut mewarnai debat capres yang disaksikan oleh jutaan rakyat. Debat harus mendorong lahirnya adu gagasan yang solutif untuk mengatasi permasalahan bangsa.
Capres harus tampil dengan mengadu program nyata, menghilangkan emosi yang berlebihan. Ini penting karena debat yang berkualitas akan membangkitkan partisipasi pemilih. Beberapa hal seyogianya diperhatikan capres-cawapres untuk mewujudkan debat yang cerdas dan berkualitas. Pertama, memiliki visi dan misi yang jelas tawarkan. Dengan begitu, rakyat akan memiliki gambaran tentang pemimpinya lima tahun ke depan.
Kedua, menawarkan program yang logis dan terarah serta dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini menjadi pekerjaan rumah yang wajib bagi tim kampanye. Hanya dengan menjabarkan program yang bisa dirasakan masyarakat, pasangan calon akan mendapat pertimbangan untuk dipilih oleh rakyat.
Ketiga, hindari membawa isu suku, agama, ras, dan antargolongan. Persaingan ketat boleh saja, tapi menjaga iklim berpolitik tetap kondusif adalah tanggung jawab bersama. Kita ingin menjaga politik Indonesia santun dan ramah bagi semua kalangan. Kombinasi tiga faktor tersebut sebagai upaya untuk menampilkan pilpres yang berintegritas dan solutif serta jauh dari tendensi yang buruk.
Mahasiswa Ilmu Agama Islam Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta
PADA 17 Januari 2019 Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan memasuki agenda debat antara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin serta pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Patut disimak ketika putra terbaik bangsa ini beradu gagasan dan program untuk menarik suara pemilih.
Menurut agenda Komisi Pemilihan Umum (KPU), debat akan berlangsung selama lima kali, terhitung mulai 17 Januari, 17 Maret, 30 Maret, 13 April, dan untuk yang kelima belum terjadwal. Terkait tema, KPU selaku penyelenggara pemilu telah menetapkan berbagai isu yang strategis untuk diperbincangkan, mulai dari hukum, ekonomi, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Ini menggambarkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu serius menggarap tahapan ini demi menciptakan pemilu yang solutif bagi perkembangan bangsa.
Debat digelar di tengah riuh rendahnya aksi saling kritik, bahkan caci maki, penyebaran kabar bohong, fitnah oleh dua kubu yang bertarung. Aksi saling serang ini melibatkan kalangan elite dan masyarakat selaku pendukung pasangan calon. Ekspresi yang kontraproduktif seperti itu membuat pemilu kali ini kehilangan esensi yang sesungguhnya. Bagaimana tidak, pendidikan politik yang seharusnya kita dapati di negara demokrasi harus tercederai oleh isu yang merusak nalar sehat dan hati nurani.
Aksi saling tuding kini menjadi konsumsi publik. Akhirnya, harapan untuk menikmati demokrasi yang hakiki seolah sirna karena perdebatan yang dihadirkan cenderung tidak menawarkan solusi bagi bangsa. Masyarakat akhirnya akan kecewa ketika melihat pemberitaan hanya diisi oleh adu sentimen minim gagasan. Debat yang memanipulasi dan membangkitkan emosi rakyat hanya akan menimbulkan kegaduhan.
Demi memastikan pilpres yang berintegritas, kita perlu penyegaran jangkauan berpikir yang kritis. Kita ingin logika politik untuk debat pilpres kali ini harus cerdas. Jangan sampai perdebatan kontraproduktif yang terjadi selama ini, terutama di media sosial, ikut mewarnai debat capres yang disaksikan oleh jutaan rakyat. Debat harus mendorong lahirnya adu gagasan yang solutif untuk mengatasi permasalahan bangsa.
Capres harus tampil dengan mengadu program nyata, menghilangkan emosi yang berlebihan. Ini penting karena debat yang berkualitas akan membangkitkan partisipasi pemilih. Beberapa hal seyogianya diperhatikan capres-cawapres untuk mewujudkan debat yang cerdas dan berkualitas. Pertama, memiliki visi dan misi yang jelas tawarkan. Dengan begitu, rakyat akan memiliki gambaran tentang pemimpinya lima tahun ke depan.
Kedua, menawarkan program yang logis dan terarah serta dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini menjadi pekerjaan rumah yang wajib bagi tim kampanye. Hanya dengan menjabarkan program yang bisa dirasakan masyarakat, pasangan calon akan mendapat pertimbangan untuk dipilih oleh rakyat.
Ketiga, hindari membawa isu suku, agama, ras, dan antargolongan. Persaingan ketat boleh saja, tapi menjaga iklim berpolitik tetap kondusif adalah tanggung jawab bersama. Kita ingin menjaga politik Indonesia santun dan ramah bagi semua kalangan. Kombinasi tiga faktor tersebut sebagai upaya untuk menampilkan pilpres yang berintegritas dan solutif serta jauh dari tendensi yang buruk.
(wib)